Bab 2 (10)

60 7 2
                                    

Kami kembali ke penginapan masing-masing. Karena penginapan kami sama, kami berpisah di depan kamar masing-masing. Aku mengucapkan selamat tidur kepada Fumiko. Dia mengucapkan selamat tidur juga. Aku membuka pintu kamarku dan tiba-tiba Fumiko memanggilku. Mukanya merah dan menggenggam tangan seperti ingin meninju sesuatu. 

"Tanaka, aku bersyukur bertemu dengan kamu. Aku tidak akan melupakanmu sampai mati. Terima kasih."

Aku kaget, detak jantung hampir berhenti. Aku tidak menyangka dia akan mengatakan hal seperti itu. Selama ini aku berbuat apa ke dia? Seharusnya aku yang bersyukur bertemu dengan Fumiko karena dialah aku bisa hidup di dunia ini. Bisa berpetualang dengan teman-teman dan yang lainnya itu saja sudah membuatku bahagia. Dia yang membuatku hidup seperti ini, menjalani mimpi yang menerutku di masa lalu tidak akan terwujud sekarang terwujud.

"Kamu ngomong apa? Aku seharusnya yang bersykur dan berterima kasih lagipula kamu tidak akan kubiarkan mati begitu saja kecuali karena masalah umur. Kamu itu penting di hidupku mana mungkin aku membiarkanmu mati begitu saja. Well, teman-temanku juga penting tapi kamu lebih penting."

"Pfft.."

Dia tertawa dengan terbahak-bahak dan mendakatiku. Dia memukulku di bahu. Aku marah karena di pukul. Dia semakin jadi, ia mendorongku ke dinding dan melakukan pose Kabedon. Kali ini, jantungku berdetak kencang. WHAT THE F***?? Kenapa dia melakukan ini? Tiba-tiba dia menciumku di bibir setelah itu dia mengucapkan selamat tidur lagi dan masuk ke kamarnya. Tadi itu beneran terjadi? Ciuman pertamaku tercuri olehnya dan dia bukan pacarku. Aku tidak tahu apa yang terjadi denganku. Aku hanya melamun menatap pintu kamar Fumiko. Kenapa aku melamun di koridor? Aku langsung masuk ke kamarku, ganti baju tidur dan tidur seolah-olah kejadian tadi tidak terjadi. 

Aku bangun dengan perasaan yang bahagia (mungkin karena kejadian tadi pagi?) dan berdendang ria. Sebaiknya tidak memikirkan kejadian tadi pagi agar tidak canggung bertemu Fumiko. Mungkin akan sedikit canggung pada saat bertemu Fumiko. Aku mandi dan merapikan kamarku yang berantakan (aku pakai baju, ya.). Aku memakai perlengkapan petualangku seperti biasa. Aku bertanya pada Fumiko, apakah dia sudah siap untuk berangkat lewat line. Dia membalas dengan emoticon ibu jari. Aku keluar kamar dan mengetuk pintu Fumiko. Fumiko membuka pintu dan mengucapkan selamat pagi. Aku membalas salamnya juga. Sesampainya di stasiun aku membeli soda tuk aku minum di kereta. 

"Kamu mau minum apa?" tanyaku.

Dia menolak permintaanku. Dia tidak begitu ingin minum apa-apa. Sepertinya dia minta di traktir.

"Aku tanya sekali lagi, mau minum apa? Aku traktir."

"Kalau begitu aku mau susu stroberi."

Benarkan? Prediksiku selalu benar. Aku memilih susu stroberi di vending machine. Aku tidak perlu memasukkan koin atau uang hanya menekan tombol bayar di hpku dan barangnya sudah terbayar. Ada penjual yang tidak menggunakan teknologi ini. Aku tidak tahu alasannya mengapa padahal ini memudahkan pembayaran barang. 

Klontang

Susu stroberi dan sodaku keluar bersamaan. Sesaat aku mengambil soda dan susunya, kereta tujuan kami datang. Kami langsung masuk ke kereta tujuan kami. Kereta disini juga high-tech, tidak ada roda atau kabel listrik  yang tersambung ke kereta jadi kereta ini mengambang walaupun kecepatan keretanya sama seperti di duniaku dulu. Aku duduk dan membuka kaleng soda. Aku meminumnya seruput demi seruput. Kalau aku ditanya "minuman apa yang paling enak di dunia ini?" aku akan menjawab soda dari coli cola. Bukan karena brandnya yang sangat terkenal tapi karena aku menyukainya.

Aku melihat pemandangan diluar jendela kereta. Hanya ada gedung-gedung dan ruko-ruko yang berwarna-warni dan serba high-tech. Kami hanya diam di dalam kereta karena tidak tahu apa yang ingin dibicarakan. Yah, intinya tidak ada topik pembicaraan. Fumiko hanya fokus meminum susu stroberinya sambil melihat pemandangan diluar jendela sama sepertiku. 

Sebelumnya... Apa yang harus aku katakan kepada ayahku tentang Fumiko? Aku membawa Fumiko tanpa memikirkan konsekuensinya. Kenapa aku harus memikirkan ini sih? Dia kan hanya temanku. Tidak usah di pusingkan. Kami sampai di stasiun tujuan kami. Penginapan ayahku tidak terlalu jauh dari stasiun jadi aku tidak perlu memanggil taksi atau semacamnya.


Afterlife : RPG AdventureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang