Part 4

67 19 4
                                    


.
.
.
.

Keesokan harinya, aku berangkat sekolah seperti biasa. Setelah turun dari mobil papa, aku berjalan menuju kelas. Tiba-tiba aku melihat seseorang yang familiar di depan mataku. Aku perhatikan setiap detail dalam dirinya, mulai dari gaya rambut, penampilan, cara dia berjalan, dan aku pun ingat siapa orang itu. Dia adalah Mark Lee.

Orang yang selama ini aku cari-cari untuk meminta penjelasan tentang Donghyuck. Akhirnya, ia berangkat sekolah juga.

“Hey, Mark. Tunggu. Aku mau bicara denganmu.” Teriakku pada Mark sambil berlari ke arahnya.

Mark melihatku tengah berlari kearahnya. Tak sampai sedetik berlalu, ia langsung balik badan dan berjalan cepat menghindariku. Melihat Mark menghindariku, aku pun semakin mempercepat langkahku agar dapat menyusul Mark.

“Mark. Tunggu.” Teriakku sekali lagi pada Mark yang semakin memperpanjang langkahnya.

Kenapa dengannya? Kenapa dia menghindariku? Dan kenapa juga dengan penampilannya? Banyak luka lebam yang sudah menghitam dan beberapa luka yang diplester. Apa dia habis berkelahi? Dengan siapa? Jangan-jangan dengan Donghyuck?

Aku hilangkan pikiranku tadi dan mempercepat lariku menyusul Mark yang sudah mulai hilang dari pandanganku.

Aku berhasil menyusul Mark dan sekarang aku sedang memegangi tangannya agar ia tidak menghindar lagi. Aku masih ngos-ngosan kehabisan oksigen. Kuatur nafasku dan mulai berbicara pada Mark.

“Mark, kenapa… kamu menghin.. menghindariku?” tanyaku pada Mark dengan masih mengatur nafas.

“Aku nggak menghindarimu. Aku nggak tahu kalau kamu mengejarku.” Elaknya.

“Hey aku tadi lihat kamu menoleh kearahku saat aku teriak. Jangan bohong deh.”

“Aku nggak bohong. Dan maaf banget, aku harus segera ke kelas dulu.” Katanya langsung melepas pegangan tanganku dan bejalan kearah kelasnya.

“Tunggu dulu. Wajahmu juga kenapa? Kamu berantem ya? Jangan-jangan…”

“Jangan berpikiran yang tidak-tidak. Aku nggak berantem sama Donghyuck.” Mark memotong perkataanku.

“Siapa yang nuduh kamu berantem sama Donghyuck? Terus kamu berantem sama siapa dong?” tanyaku penasaran.

“Bukan urusan kamu.” Mark langsung balik badan lalu berjalan menuju ke kelasnya.

Aku masih diam di tempat. Setelah beberapa saat diam, aku mulai memfokuskan pikiranku lalu pergi ke kelasku karena bel masuk sudah berbunyi.

“Sara, tumben tel…at. Hey ada apa denganmu? Mukamu kusut banget.” Tanya Yeri padaku.

“Nggak ada apa-apa kok.” Jawabku malas.

“Ada apa? Ceritain aja daripada dipendam. Nanti jadi penyakit lho..”

“Hey Ri, Pak Pri udah masuk.”
Yeri kembali ke tempat duduknya yang berada di depanku.

Sebenarnya aku ingin bercerita pada mereka. Tapi ada sesuatu yang mencegah mulutku untuk mengeluarkan sepatah kata.

Selama guru menjelaskan materi pelajaran, aku hanya melamun saja. Aku tidak bisa konsentrasi sama sekali. Memikirkan berbagai kemungkinan yang masih menjadi teka-teki seperti puzzle yang belum selesai dirangkai. Akhirnya, setelah bel tanda istirahat berbunyi, aku langsung pergi ke kantin untuk membeli sepotong roti dan sekotak susu untuk mengisi perutku yang keroncongan.

Setelah membeli roti dan susu, au pergi ke rooftop sekolah karena aku ingin ke tempat yang suasananya sepi. Walaupun siswa dilarang untuk pergi ke rooftop sekolah, tapi aku tetap pergi sana. Karena rooftop sekolah adalah tempat yang paling sepi dan sunyi di sekolah ini setelah perpustakaan.

Hypocrisy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang