.
.
.“Hey, bukankah mereka yang ada di berita.” teriak seorang siswa yang baru saja masuk ke kantin.
Aku menengok ke arah suara teriakan tadi. Kulihat dia melihat kearahku dan Mark. Kulihat ke belakangku. Kukira dia sedang melihat seseorang di belakangku. Ternyata. Dia melihatku dan Mark. Beberapa siswa mulai berkumpul dan melihat kearah tunjukkan siswa yang berteriak tadi.
Berita apa yang siswa tadi maksud?
“Benar, mereka yang ada di berita.” kata seorang siswa lain.
“Ternyata, mereka berpacaran.”
Apa? Berpacaran? Berita apa yang mereka maksud?
Mark yang juga bingung dengan keadaan saat ini pun mulai membuka ponselnya. Setelah beberapa saat menatap ke layar ponsel, raut wajahnya berubah. Menjadi wajah yang terkejut. Aku pun bertanya pada Mark apa yang terjadi. Mark menunjukkan layar ponselnya ke wajahku. Dan betapa terkejutnya aku melihat berita itu.“Apa ini? Kenapa ada di berita?” tanyaku bingung.
“Sudah kuduga, pasti akan seperti ini.” gumam Mark yang bisa aku dengar.
Aku masih dalam kebingunganku. Sampai Mark menarik tanganku tanpa menunggu persetujuanku lagi.
“Ayo ikut aku. Kita nggak boleh disini?”
“Kenapa?” Aku masih belum mengerti dengan situasi saat ini.
Siswa-siswa yang berkumpul tadi mulai membicarakanku dan Mark. Aku bisa mendengarnya. Hingga kesabaranku mulai habis. Aku hendak menyuruh mereka untuk tidak bergosip tentangku. Tapi ditahan oleh Mark.
“Jangan ladenin mereka. Nanti tambah rumit masalahnya.” Mark kembali menarikku keluar dari kantin.
Mark menyeretku menuju rooftop sekolah. Nafas kami terengah-engah. Tapi kami lega karena tidak ada siswa yang membututi kami.
“Kenapa.. Kenapa berita itu bisa tersebar.”
“Kamu pikir sendiri. Papamu membawa banyak wartawan saat acara kemarin.”
“Kenapa nyalahin papaku? Papa kamu juga ikut terlibat kali." Aku melepas genggaman tanganku dari tangan Mark.
“Yah, oke. Papa kita yang salah. Terus masalah berita yang sudah tersebar itu bagaimana?”
“Ya nggak tahu. Kenapa juga beritanya tentang perjodohan kita. Bukannya perjodohannya dibatalin ya.”
“Karena netizen selalu benar. Berita hoax dianggap nyata.” tanggap Mark.
“Terus bagaimana sekarang? Masa kita harus sembunyi-sembunyi sih.”
Kami berpikir sejenak. Memikirkan cara mengatasi berita itu.
“Mending suruh papa kamu untuk menghapus berita itu deh. Lagian juga itu berita hoax.” Ide Mark langsung aku terima.
“Tapi aku nggak bawa handphone.”
“Pakai handphone-ku nih..” kata Mark menawarkan.
“Aku nggak hafal nomor papaku. Mending kamu aja yang telepon papa kamu suruh menghapus berita itu.”
Mark pun menyetujuinya. Ia mencari nomor telepon papanya dan langsung meneleponnya. Tidak diangkat. Mark menelepon lagi. Tetap tidak diangkat.
“Kayaknya papaku ada meeting deh..”
“Terus bagaimana dong sekarang.”
“Kamu ambil handphone kamu sekarang.” perintah Mark padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hypocrisy
FanfictionSara "Lee Donghyuck. Dia, cinta pertamaku. Dia mood booster-ku. Dia selalu membuatku happy, disaat aku sedih. Dia segalanya bagiku. Tapi... Dia licik. Dia menyakitiku tanpa alasan yang jelas." Donghyuck "Sara, mengapa aku menyakitimu? Ini diluar ke...