Part 26

24 7 0
                                    

Ting.. Tong..

Mark membunyikan bel di rumah Donghyuck. Beberapa saat kemudian, pintu terbuka. Menampakkan Donghyuck yang sudah segar sehabis mandi. Rambutnya basah belum dikeringkan. Jubah mandi masih digunakannya untuk menutupi badannya.

“Wah, tumben udah mandi. Biasanya bangun aja belum.” Mark menutupi mulutnya, menahan tawa.

“Terserah aku dong. Kamu juga ngapain kemari lagi?”

“Libur gini gabut. Nggak ada kerjaan.”

“Kalo gabut ngapain kesin- woy ngapain kamu main nylonong aja.” Mark masuk ke dalam rumah saat Donghyuck berbicara. Membuat Donghyuck marah pada Mark.

“Lagian ada tamu bukannya di suruh masuk malah dimarahi.”

“Bodo amat, rumah rumah sendiri kok. Suka-suka aku dong.”

“Iya deh, iya. Btw, orang tuamu kemana? Dari kemaren nggak kelihatan.” Mark sudah duduk nyaman di sofa.

“Ke luar kota. Kamu tunggu situ, aku ganti baju dulu.”

“Siap, laksanakan.” Mark mengangkat tangan kanannya, memberi hormat layaknya seorang tentara.

Sembari menunggu Donghyuck ganti baju, Mark memanfaatkan situasi itu dengan pergi ke ruang pribadi Donghyuck. Ya, ruang yang dulu selalu Donghyuck datangi saat akan berlatih atau sekedar main piano. Untung saja pintunya tidak dikunci. Kemarin, ketika ia berkunjung terakhir kali, ruangannya masih dikunci. Ia memasuki ruangan itu. Bersih, pianonya juga bersih seperti baru saja dilap. Ia memandangi seluruh ruangan itu, masih sama seperti dulu.

“Ngapain kamu disini?” Suara Donghyuck mengagetkan Mark.

“Nggak, cuma kangen aja sama tempat ini. Rasanya udah lama banget nggak masuk ke sini. Btw, ruangannya bersih ya, seperti baru di bersihin.”

“Emang dari dulu seperti ini.”

“Tapi kemarin masih dikunci tuh, nggak mungkin selalu dibersihin kalau ruangannya aja dikunci. Jangan-jangan kamu yang bersihin tadi, makanya kamu udah mandi. Memang agak aneh, dari dulu kamu nggak pernah bangun pagi, tapi hari ini waktu aku datang kamu udah mandi segala.”

“Kamu jangan nuduh aku sembarangan ya. Kalo kamu kayak gitu, aku usir kamu loh.”

“Aku nggak nuduh loh, emang bener kan.”

“Udah sana kamu pergi dari rumahku.”

“Wait, aku nggak akan nuduh lagi, oke. Jadi jangan usir aku.”

“Makanya nggak usah bikin aku marah.”

“Iya, iya. Tapi, Donghyuck kamu main piano dong.” Mark menunjuk sebuah piano di ruangan itu.

“Nggak! Kamu mau maksa aku main piano lagi?”

“Ayolah, please. Sekali ini aja.”

“Aku udah nggak main piano lagi. Ngerti nggak sih.”

“Tapi kemaren kamu masih bisa main kan? Ayolah, Donghyuck.”

“Kamu ini kenapa sih? Akhir-akhir ini deket-deket aku terus.”

“Apa? Kan aku udah bilang aku gabut. Ayolah, sekali aja, oke.”

“Iya deh, sekali aja. Kalo kamu minta lagi, aku akan tendang kamu dari rumahku.”

“Ya udah sana, duduk.” Mark mendorong Donghyuck untuk duduk di depan piano.

“Kamu ini udah aku turutin, bukannya baik-baikin aku malah dorong aku.”

Hypocrisy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang