.
.
.
.
.
“Nggak. Aku nggak mau dijodohin. Kenapa harus dengan menjodohkan aku dengan orang asing sih? Aku nggak mau.” Kataku memberontak.
“Iya, papa juga tahu, kalau kamu pasti menolak. Papa juga mau menolak, tapi kalau perusahan papa tidak meneken kontrak dengan perusahaan teman papa, perusahaan papa akan mengalami krisis keuangan. Dan kemungkinan terburuknya, perusahaan papa akan bangkrut.”
“Tapi nggak dengan acara jodoh-jodohan juga, pa. Aku nggak mau. Aku kan masih sekolah, masa harus menikah muda.”
“Nggak, kata teman papa, kita nggak akan ngadain pernikahan sebelum kalian lulus sekolah. Jadi, mungkin pertunangan dulu untuk saat ini.”
“Tetap aja, aku tidak mau.”
“Iya, Sara. Papa tahu kamu keberatan. Tapi tolong bantu papa, sekali ini saja. Sara jalanin aja dulu, lalu tunggu waktu yang pas untuk membatalkan perjodohan ini. Papa akan berusaha membujuk teman papa untuk membatalkan perjodohan ini.”
Aku diam saja.
“Ada apa kok ribut-ribut?” Tanya mama sambil berjalan mendekat ke arah kami. Namun, saat melihat ekspresiku dan papa, mama menjadi paham dengan apa yang terjadi saat ini.
“Mama sudah tahu perjodohan ini?” tanyaku pada mama.
Mama hanya diam saja yang berarti iya. Melihat mama diam saja, aku hanya bisa menghela napas kasar.
“Kenapa mama sama papa jahat sama aku sih..”
“Bukan seperti itu sayang. Mama sama papa juga nggak ada pilihan lain.” Kata mama menenangkanku. Tapi usahanya gagal, aku tetap tidak bisa menahan emosiku.
“Oke, aku percaya sama mama dan papa. Tapi mama sama papa harus cari cara agar aku tidak dijodohkan dengan anak teman papa itu. Aku tetap nggak mau kalau dijodoh-jodohkan.”
“Iya, Sara. Papa usahakan.”
Aku beranjak dari dudukku hendak pergi ke kamar.
“Mau kemana, sayang.” Tanya mama saat melihatku berdiri.
“Mau ke kamar.”
“Nggak makan malam?”
“Lagi nggak selera makan.” Jawabku dingin. Aku langsung berjalan menaiki tangga menuju kamarku.
Setelah berada di kamar, aku membuka ponselku untuk melihat seberapa rame group chat ‘Poligami Squad’. Kunyalakan layar ponselku dan menampakkan banyak sekali pesan yang masuk dari group chat. Aku hanya membuka pesan-pesan tadi, tidak kubaca, hanya aku scroll saja. Setelah itu, kuletakkan ponsel di meja belajar.
.
.
.“Kenapa Ra? Kok mukamu kusut banget.” Tanya Selly khawatir.
“Nggak ada apa-apa kok.”
Aku belum cerita kepada teman-temanku tentang perjodohanku. Aku malas mengungkit-ungkit tentang perjodohan. Mendengar kata -perjodohan- saja sudah membuatku muak.
“Kayaknya kamu ada masalah deh. Cerita aja, Ra. Daripada dipendam dalam hati.” Kata Yeri khawatir.
“Nggak ada apa-apa kok.”
“Beneran?”
“Udah aku bilang, aku nggak apa-apa.” Aku tidak bisa menahan emosiku. Aku sudah berusaha untuk tidak emosi lagi kepada teman-temanku yang tidak salah apa-apa. Ini masalahku, aku tidak mau menambah permasalahan dengan teman-temanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hypocrisy
FanfictionSara "Lee Donghyuck. Dia, cinta pertamaku. Dia mood booster-ku. Dia selalu membuatku happy, disaat aku sedih. Dia segalanya bagiku. Tapi... Dia licik. Dia menyakitiku tanpa alasan yang jelas." Donghyuck "Sara, mengapa aku menyakitimu? Ini diluar ke...