“Donghyuck, kamu masih dendam sama aku? Ih, jahat banget. Kamu kan tahu kalau bukan aku yang buat tangan kamu kayak gitu.”
“Walaupun nggak secara langsung, tapi kamu tetep yang buat tanganku ini patah, secara tidak langsung.”
“Tidak langsung gimana?”
“Kamu pasti udah lupa kejadian dulu, kan. Enak banget jadi kamu, bisa lupain hal kayak gitu dengan mudah.”
“Maksud kamu apa? Aku nggak tahu.”
“Udah ah, makanannya udah datang tuh.”
Seperti yang dikatakan Donghyuck, makanan sudah datang. Pelayan restoran menyajikan makanan pesanan mereka dengan ramah. Donghyuck dan Mark pun menyantap makanan mereka masing-masing.
Selesai makan, Donghyuck mengajak untuk pulang. Tapi Mark menahannya. Mark tampak mencari sesuatu, daritadi tengok kanan kiri depan belakang.
“Kamu lagi cari apa?” tanya Donghyuck penasaran.
“Tunggu sebentar.” Mark masih tengok sana sini. Setelah beberapa saat, Mark menemukan orang yang sedang dicarinya. Mark menyuruh orang tersebut untuk mendekat.
“Siapa dia?” Donghyuck masih kebingungan. Namun, Mark tidak mempedulikan Donghyuck dan sibuk berbisik dengan orang tadi.
Setelah mendapat bisikan dari Mark, orang tadi berjalan menuju tengah ruangan, mengkode kepada pemain musik di sana untuk berhenti, dan berbicara sesuatu.“Selamat siang semuanya, disini ada seseorang yang siap untuk menghibur Anda semua dengan pianonya. Silakan maju ke depan.”
Donghyuck yang masih kebingungan dan tidak mengerti apa-apa, langsung didorong Mark untuk maju ke depan.
“Kenapa kamu dorong aku? Jangan-jangan ini akal-akalan kamu ya.”
“Udah sana maju. Kamu ditunggu lho.”
“Wtf, aku udah lama nggak main piano. Kenapa kamu suruh aku main piano.”
“Nggak apa-apa. Anggap aja latihan.”
“Latihan buat apa?”
“Udah ah, bawel. Sana maju.” Mark kembali mendorong tubuh Donghyuck untuk maju.
Donghyuck dengan terpaksa maju menuju sisi orang suruhan Mark sialan itu. Orang tadi langsung menyuruh Donghyuck menuju piano yang ada tak jauh dari mereka berdiri.
Donghyuck pun berjalan menuju piano tadi, lalu duduk. Beberapa saat, ia hanya memandangi tuts-tuts piano. Kemudian ia mengangkat kedua tangannya ke arah tuts-tuts piano. Ia memulai permainannya. Memang sudah lama ia tidak pernah memegang piano, tapi bakat tetap bakat. Ia masih lincah memainkan piano itu. Walaupun jari-jarinya sudah kaku, tapi permainannya masih memukau penonton yang mendengarkannya. Sekitar 3 menit ia memainkan piano itu, ia pun mengakhiri permainan pianonya. Suara tepuk tangan dan sorakan dari Mark menggema di ruangan itu. Donghyuck masih belum bisa lepas memandangi piano yang ia mainkan tadi. Ia merasa tersentuh dan terharu karena setelah sekian lama ia bermain piano lagi. Namun, ia tidak mau sampai mengeluarkan air matanya, nanti pasti diejek Mark.
“Gimana? Senang kan bisa main piano lagi.” tanya Mark setelah Donghyuck duduk di kursinya lagi.
“Senang apanya. Kamu tahu kan aku udah nggak main piano lagi, kenapa kamu buat aku main piano di sini?”
“Nggak apa-apa. Tadi kulihat kamu masih lincah main piano. Kenapa nggak main piano lagi? Kayak dulu.”
“Nggak, aku udah nggak suka main piano lagi.”
“Jangan bohong kamu. Aku tahu kamu rindu main piano lagi. Makanya aku suruh kamu buat main piano disini.”
“Terserah deh. Aku mau pulang sekarang, kamu bayar makanannya gih.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Hypocrisy
FanficSara "Lee Donghyuck. Dia, cinta pertamaku. Dia mood booster-ku. Dia selalu membuatku happy, disaat aku sedih. Dia segalanya bagiku. Tapi... Dia licik. Dia menyakitiku tanpa alasan yang jelas." Donghyuck "Sara, mengapa aku menyakitimu? Ini diluar ke...