Part 6

59 19 2
                                    

Typo bertebaran...

.
.
.


“Ternyata kamu hobi mengganggu kehidupan orang lain ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ternyata kamu hobi mengganggu kehidupan orang lain ya..” tuduh Mark dengan memasang muka marah.

“Aku nggak bermaksud seperti itu. Kamu salah paham, Mark.” Aku mulai meneteskan air mataku.

“Salah paham? Jelas-jelas kamu sampai mencari tahu hubunganku dengan Donghyuk segala. Itu kamu bilang bukan mengganggu kehidupan orang?”

“Maaf, Mark. Aku Cuma penasaran aja, jadi aku..”

“Udah deh, nggak usah sok baik pakai minta maaf segala. Kamu nggak harus tahu hubunganku dengan dia. Memang kamu siapa? Keluarga? Saudara jauh? Atau mungkin pacar? Bukan kan. Terus kenapa kamu kepo banget sama privacy orang lain hah?” Mark mulai kehilangan kesabarannya.

Setelah mengeluarkan unek-uneknya, Mark balik badan dan hendak pergi dari depan kelas. Tapi Mark ditahan oleh Lucas yang juga mulai emosi dengan kelakuan teman sekelasnya ini.

“Woy, kenapa kamu malah marah sama Sara sih?”

“Menurut kamu, aku harus senang gitu saat dia terlalu kepo sama privacy aku.” Teriak Mark sambil menunjuk-nunjuk kearahku.

Aku hanya bisa menundukkan kepalaku sambil terisak.

“Seenggaknya kamu tahan emosi kamu. Nggak usah marah juga kali.” Teriak Lucas emosi.

“Ngaca dong. Kamu sendiri juga marah-marah, nggak bisa nahan emosi. Udah deh, buang-buang tenaga aja ngeladenin kalian.” Kata Mark, lalu pergi meninggalkan kami.

“Sara? Udah, nggak usah dipikirkin. Mending kita pulang aja.”

Lucas sudah mulai melangkahkan kakinya meninggalkan kelas, tapi aku masih tetap diam di tempat. Akhirnya, Lucas menarik tanganku agar aku bergerak mengikutinya.

“Nih, pakai helmnya.” Kata Lucas sambil menyodorkan helmnya ke aku.

Namun, aku masih belum bisa fokus ke Lucas, aku masih terbayang-bayang dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Mark tadi.

“Woy, sadar. Ambil nih helm.” Lucas memberikan helmya ke tanganku.

Jika saja aku masih melamun, mungkin helmnya sudah jatuh. Tapi untung saja aku sudah setengah sadar, jadi aku langsung memegangi helm Lucas. Setelah memberikan helmnya padaku, Lucas mengeluarkan sepeda motornya dari parkiran. Lalu ia menyalakan mesin motor.

“Ayo, naik.” Aku pun menurutinya, lalu naik ke motor Lucas.

.
.
.

Dalam perjalanan, kami tidak berbicara sepatah katapun. Lucas focus pada jalanan, sedangkan aku masih focus pada kata-kata Mark tadi.

Kami sampai di rumah. Lucas menghentikan laju motornya, lalu aku turun dari motor.

“Wah, rumah kamu bagus juga ya..” katanya kagum sambil memandangi rumahku yang menurutku biasa-biasa saja.

Hypocrisy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang