Part 17

25 8 0
                                    


.
.
.


Aku membuka mataku. Kulihat sekeliling. Ternyata di rumah sakit. Aku kenapa? Aku tidak ingat apa yang aku alami hingga masuk rumah sakit.

Ceklek

Mama masuk ke ruang rawatku.

“Mama..” kataku lirih.

“Sayang, kamu sudah sadar.” Mama berjalan mendekatiku. Aku berusaha mengubah posisiku menjadi duduk.

“Ma, apa yang terjadi?”

“Kamu nggak ingat yang terjadi kemarin?” Aku menggelengkan kepalaku.

“Nggak apa-apa. Jangan dipikirkan. Sekarang, kamu fokus untuk sembuh dulu saja.”
Aku mengangguk-angguk paham.

“Sekarang kamu tiduran saja. Biar cepat sembuhnya.” Mama menidurkanku di kasur.

Ia mengelus kepalaku lembut. Aku merasa sangat nyaman dengan elusan tangan mamaku. Aku pun tertidur.

“Dok, kenapa anak saya tidak mengingat kejadian sebelum dia dirawat di rumah sakit? Apa ada sesuatu yang terjadi padanya?”

Aku mendengar suara mamaku di luar ruang rawatku. Mungkin mama sedang bertanya perihal kesehatanku pada dokter.

“Ibu tenang saja. Pasien hanya hilang ingatan sementara. Dalam waktu dekat ini, dia akan mengingatnya kembali.” kata dokter pada mama.

“Apa ada kemungkinan kalau ingatannya tidak akan kembali?”

“Saya rasa kecil kemungkinan ingatannya tidak kembali. Karena kejadian yang ia alami hanya menyebabkan kerusakan otak ringan. Kenapa ibu bertanya seperti itu?”

“Ahh.. Tidak apa-apa dok. Terima kasih.”

“Sama-sama. Kalau begitu saya kembali memeriksa pasien lain.”

“Baik, dok.”

Selang beberapa detik, mama masuk ke kamar rawatku.

“Kamu sudah bangun, nak.” mama menghampiriku.

“Kenapa mama bertanya kemungkinan ingatanku tidak akan kembali? Apa ada sesuatu yang mama sembunyikan dariku?”

“Kamu bicara apa sayang? Mama nggak nyembunyiin sesuatu padamu.”

“Aku tahu mama lagi bohong sekarang. Apa yang mama sembunyiin dariku?”

Akhh....

Kepalaku sakit. Sekelebatan bayangan muncul dalam otakku. Apakah itu ingatan yang aku lupakan? Kenapa rasanya sakit sekali? Mama mulai panik melihatku kesakitan. Mama memanggil dokter untuk memeriksa keadaanku. Tak lama kemudian, dokter datang bersama dua orang perawat. Aku ditidurkan di kasurku oleh salah seorang perawat yang masuk tadi. Dari tadi aku tak berhenti memegangi kepalaku yang tak kunjung reda sakitnya. Dokter itu memeriksaku. Beliau pun memutuskan untuk menyuntikkan obat penenang dalam infusku. Perlahan aku pun tertidur.

.
.
.

Aku membuka mataku untuk kesekian kalinya. Dan lagi-lagi, pemandangannya masih sama. Ruang rawat rumah sakit. Kurasa aku masih di rumah sakit. Aku memegangi kepalaku yang sakit. Aku berusaha duduk dengan masih memegangi kepalaku. Sekelebat bayangan muncul lagi. Namun, kali ini tidak sesakit saat itu.

Aku membelalakkan mataku. Ingatan tentang Lee Donghyuck dan Mark Lee mulai aku ingat dengan jelas. Dan juga saat aku merasa patah hati karena Donghyuck yang ternyata hanya berpura-pura baik padaku. Dan juga saat aku menangis di kamar mandi dalam keadaan terguyur air dari shower air hingga aku pingsan.

Hypocrisy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang