🍁🍁🍁
Di bumi manapun kamu berada
Jika Allah mengizinkannya
Aku pasti menemukanmu☆Hasna Kamila Firdaus☆
***
Aku membuka sejarah baru dalam hidupku, aku mengelana ke Jakarta untuk memenuhi panggilan kerja, sebagai peneliti di Laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan atau sering di singkat BPOM.
Alhamdulillah aku keterima kerja disana. Aku rela meninggalkan rumah sementara waktu demi menambah bait pengalamanku. Aku akan tinggal di Jakarta bersama Aa' Harun. Tempat kerjaku tidak terlalu jauh dari rumah Aa' Harun yang bertempat di Jakarta Pusat.
Aku berangkat sendiri ke Jakarta dengan membawa tas ransel yang lumayan besar, isinya pakaian dan semua perlengkapan yang aku butuhkan. Aku pun turun dari bus yang berhenti di terminal Kampung Rambutan.
Jakarta memang sangat ramai, suara pengamen jalanan terdengar di setiap pelosok tempat ini, begitupun suara kendaraan yang ikut meramaikan kota ini. Aku kembali menaiki bus berwarna merah jurusan Tanah Abang, perjalananku tersisa satu ronde.
Akhirnya bus yang aku tumpangi melintasi pasar Tanah Abang, aku pun bergegas menghentikan busnya.
Kiri bang!
Busnyapun seketika menghentikan lajunya, aku turun dari bus itu.
Kota ini masih tetap sama seperti dulu, terakhir aku berkunjung di kota ini setahun yang lalu. Kemacetan menjadi permasalahan paling rumit di kota Jakarta dari dulu sampai sekarang.
Polusi berkeliaran dimana-mana, terlalu banyak orang yang menggunakan kendaraan pribadi hingga menyebabkan kemacetan terus bertambah setiap hitungan tahun, bahkan bulan, dan semakin banyak pula kadar zat-zat berbahaya di udara.
Padahal kalau mereka memanfaatkan kendaraan umum, bisa mengurangi kemacetan serta polusi yang terjadi di Ibukota, dengan begitu lingkungan kota ini tetap terjaga.
Rumah Aa' Harun tidak terlalu jauh dari pasar Tanah Abang. Aku berjalan kaki menuju lokasi tujuanku. Matahari bersinar cukup terang pada siang ini, sampai keringatku berkucuran, aku mengusap wajahku yang mulai dibasahi keringat. Rasanya terik matahari telah membakar kulitku, pantas saja jarum jam menunjukkan pukul 11:30.
Di sisi jalan yang aku lintasi, aku melihat seorang gadis kecil yang kira-kira berusia enam tahun sedang menangis di tengah keramaian, tidak ada yang memperdulikan tangisannya, padahal di tempat ini banyak orang yang lewat dan juga para pedagang yang berjualan di sepanjang jalan.
Gadis kecil itu sangat cantik, rambutnya panjang di kepang dua, pipinya chubby sampai membuatku ingin mencubitnya. Dia masih mengenakan seragam sekolah pendidikan usia dini. Aku merasa kasihan kepadanya. Aku pun menghampiri gadis kecil itu.
"Kenapa Dek?"tanyaku. Gadis kecil itu mengusap air matanya lalu berhenti menangis.
"A-ku pengen ba-lon itu Kak, tapi uangku hab-is. Kakak aku malah ninggalin aku karena aku malah menangis."jelasnya sedikit terbata-bata.
Aku pun mengelus pipi mulusnya, kemudian membersihkan sisa air matanya menggunakan tissue. Aku menuntun tangannya menuju tukang balon yang posisinya tidak terlalu jauh, aku meminta dia memilih balon kesukaannya.
"Kamu pilih balon mana saja yang kamu suka."kataku.
"Serius, Kak ?"dia kegirangan.
Aku menganggukan kepala sebagai tanda mengiyakan pertanyaannya. Dia pun tersenyum kepadaku, sambil berkata "Terima kasih Kakak cantik."ucapnya sangat ceria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ahlan Wa Sahlan Kekasih Halal
Любовные романыHasna Kamila Firdaus, seorang gadis yang selalu mendambakan cinta halal di dunia sampai akhirat. Ana menjauhi larangan pacaran yang memang tak dianjurkan dalam Islam. Namun pertemuannya dengan seorang pemuda membuat hatinya terbuka. Dia menyimpan pe...