37. Kepercayaan

4.1K 160 6
                                    

Kepercayaan ibarat pondasi dalam rumah tangga

Jika dihancurkan maka pondasi itu akan runtuh

Biarlah masa lalu Kak Kamil menjadi pelajaran untukku bahwasanya manusia tidak semuanya berawal dari baik, ada proses tertentu yang mengubah manusia tidak baik menjadi baik. Masa lalu Kak Kamil sangatlah kelam, dari gaya hidupnya yang selalu melanggar larangan Allah hingga dia pernah menjalani cinta terlarang, yaitu pacaran.

Aku tidak suka dengan status pacaran yang kebanyakan remaja sekarang jalani, pacaran hanya akan menjerumuskan Adam dan Hawa ke dalam perkara zina, dan dalam Islam pun tidak ada istilah pacaran. Menurutku pacaran sesudah halal jauh lebih indah dan romantis, disitulah cinta suci terbentuk atas izin Allah, bukan cinta terlarang yang datang dari bisikan setan.

Sekuat apapun aku menolak masa lalu Kak Kamil, tidak mungkin mengembalikan masa yang telah berlalu, meski hatiku menolak keras masa lalunya bersama Alena tapi aku harus bisa menerimanya seperti aku yang dengan lapang dada menerima masa lalunya yang kelam. Sekarang dia sudah jauh lebih baik dari hari kemarin, bahkan sangat baik sebagai seorang suami sekaligus seorang muslim.

Aku berusaha membuang rasa kecemburuanku yang hampir menguasai hatiku, bahkan meracuni jiwaku yang membuat aku tersiksa, cemburu tidak ada manfaatnya, yang ada menimbulkan pertengkaran tiada ujung. Aku tidak mau kebahagiaanku bersama Kak Kamil dihancurkan oleh rasa cemburuku yang berlebihan.

Aku menanamkan rasa kepercayaan sepenuhnya terhadap suamiku, jika aku mencintainya maka aku harus percaya karena cinta menuntut kita untuk saling percaya satu sama lain. Semoga Allah selalu melindungi rumah tangga kami dan senantiasa memberikan keberkahan dalam rumah tangga yang kami bangun.

Hari ini aku berinisiatif mendatangi Kak Kamil ke perkebunan untuk membawakan makanan kesukaannya. Aku datang kesana tidak bilang terlebih dahulu, biarlah kedatanganku menjadi kejutan. Aku sudah menyiapkan udang goreng , soup ayam, dan sekotak nasi untuknya, tiga kotak makan aku susun sesuai nomornya.

Selepas dzuhur, aku datang ke perkebunan diantar taxi online. Sesampainya di perkebunan, aku bergegas menemui Kak Kamil dengan penuh antusias. Tidak sengaja aku berpapasan dengan salah satu pegawai Kak Kamil, seorang Bapak yang pernah berbincang dengannya ketika pertama kali aku datang kesini, tapi aku lupa namanya siapa? Aku berusaha mengingat namanya namun tak terlintas satu huruf pun dalam otakku. Bapak itu menyapaku sangat ramah.

"Eh, Teh Ana tumben datang kesini. Gimana atuh Teh kabarnya?"sapa Bapak itu sangat ramah dan yang tidak aku habis pikir, dia masih mengingat namaku, aku saja lupa nama dia.

"Alhamdulillah baik, Pak."jawabku tersenyum tipis.

"Pasti nyariin Aa' Kamil ya?"tebaknya dengan gaya bahasa logat Sunda.

"Ya atuh Pak, nyariin siapa lagi? Masa aku nyariin Bapak."Aku tertawa kecil.

"Bisa saja si Teteh mah."dia juga ikut tertawa.

"Kak Kamil ada dimana, Pak?"tanyaku tanpa basa-basi.

"Anu-anu, Teh."jawabnya terbata-bata sambil menggaruk kepala bagian belakangnya, dia kelihatan bingun sekali.

"Pasti lagi mengecek buah yang sudah matang kan, Pak?"tebakku.

"Eeee..enggak juga Teh."dia semakin kelihatan bingung.

"Terus Kak Kamil sedang apa atuh, Pak?"aku juga malah ikut bingung.

"Lagi..Lagi itu, istirahat..ya si Aa' lagi istirahat di pendopo sana Teh."Bapak itu masih menggaruk kepalanya padahal aku yakin kepalanya tidak gatal.

Ahlan Wa Sahlan Kekasih HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang