41. Cinta Sejati

7.6K 228 55
                                    

❤❤❤
Cinta sejati akan berlabuh pada tempatnya
Meski ujian datang menerpa
Takkan mampu memisahkan cinta

Aku terbangun dari tidur siangku, setelah aku tertidur setengah jam yang lalu. Langit-langit kamarku yang pertama kali aku lihat saat mataku terbuka. Aku menoleh ke sebelahku ada sosok pria yang menatapku seperti biasa. Aku gelagapan melihat pria itu ada di sampingku sambil memandangiku.

Aku meloncat ke lantai lalu melemparkan bantal ke arah Kak Kamil. Dia hanya tertawa melihat kekesalanku. Aku tidak tahu sejak kapan dia ada di kamarku? Mungkin sejak aku tertidur tadi.

"Sejak kapan Kakak ada disini ?"tanyaku sangat geram. Dia pun berjalan mendekatiku.

"Kamu lupa, tadi aku datang kesini sebelum kamu tidur. Kamu yang mengizinkan aku menemani kamu, aku juga yang membacakan surah Al-Mulk sebelum kamu tidur. Makanya aku juga bingung, kok tumben kamu enggak ngusir aku."jelasnya dengan raut wajah sumringah.

"Masa sih? Kakak bohong ya? Jangan memanfaatkan kepikunanku!"ucapku sambil berkacak pinggang.

"Tanya sama Bunda kalau enggak percaya."jawab dia sangat serius.

"Ya udah kalau gitu sekarang aku udah sadar. Aku mau Kakak pergi dari kamarku."suruhku.

"Jangan bersikap seperti itu, sama saja kamu membunuhku secara perlahan."mimik wajahnya yang sempat sumringah berubah jadi sedih.

Suasana mulai mencair ketika dia memegang kedua tanganku. Tatapan mata yang aku rindukan selama ini telah kembali, aku pun luluh karena tatapannya.

"Aku mencintaimu, Ana. Jangan paksa aku menikahi wanita lain, karena yang aku inginkan hanya kamu, Cuma kamu, enggak ada yang lain."ucap Kak Kamil dengan penuh keseriusan.

"Tapi aku akan melupakan kamu, Kak."air mataku pun mulai menetes.

"Aku yang akan menjadi ingatan kamu. Aku enggak akan membiarkan kamu melupakan semua kenangan indah kita."

"Percaya sama aku, Ana."lanjutnya, dia menempelkan telapak tanganku tepat di posisi jantungya, detak jantungnya bisa aku rasakan sampai berhasil membuat detak jantungku tak karuan.

Ucapannya membuatku semakin yakin akan kesetiaannya padaku. Aku sudah berdosa memaksakan kehedak yang tidak dia inginkan. Dia mampu menerima aku apa adanya, tanpa memikirkan penyakitku dan segala kekuranganku.

Dia menghapus air mataku. Aku tidak bisa menahan rinduku padanya, aku sangat merindukannya. Aku pun menangis dalam pelukannya, aku tumpahkan seluruh rasa bahagia bercampur tangis ini padanya.

"Ka-kak siap emanag suatu saat nanti aku melupakan Kakak?"di sela isak tangisku, aku menanyakan hal itu.

"Aku siap Ana, asalkan kamu tetap bersamaku."jawabnya penuh keyakinan.

"Maafkan aku Kak, kekurangan yang aku miliki menyusahkan hidup Kakak."ucapku dsngan nada lirih.

"Ketika aku mengucapkan saya terima nikahnya di hadapan Allah dan wali kamu, disitulah aku harus menerima segala kekurangan dan kelebihan kamu."balas Kak Kamil.

***

Keadaanku semakin hari tidak semakin parah, meski aku masih rutin minum obat dan melakukan psikoterapi. Dokter Alena benar, keadaanku tidak separah yang aku bayangkan, aku masih bisa menjalani hari-hari seperti orang yang memiliki ingatan normal.

Alzheimer memang terdengar menyeramkan ketika pertama kali aku di vonis menderita penyakit itu, tapi sekarang aku mampu menaklukan penyakit itu. Aku melupakan banyak hal sepele, bahkan aku juga sering lupa namaku sendiri dan keluargaku. Kak Kamil hadir seperti obat yang mampu mengembalikan memoriku, dia yang selalu mengingatkan aku saat penyakit itu mulai bereaksi.

Ahlan Wa Sahlan Kekasih HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang