17. Belajar Mengikhlaskan

3.8K 134 0
                                    

💦💦💦

Jangan biarkan aku menghabiskan waktu hanya untuk menunggunya
Bahkan sekedar mengingatnya dalam diampun tak berhak
Hapuskan dia dari hatiku
Gantilah dia dengan seseorang yang jauh lebih baik bagiku, Ya Rabb

Hasna Kamila Firdaus

***

Usai melaksanakan sholat magrib, ada yang mengetuk pintu kamarku, aku masih mengenakan mukena. Aku mendengar suara Aa' Harun yang memanggil namaku dari luar. Tumben banget dia mengetuk kamarku, pasti ada hal penting yang ingin dia sampaikan. Aku segera mengganti mukenaku dengan jilbab instan yang sampai menutupi tangan. Aku langsung membuka pintu kamarku.

"Kenapa Aa'?"tanyaku.

"Ada Arbani Neng, dia menunggu kamu di ruang tamu, katanya mau membicarakan hal penting."jawab Aa' Harun.

"Ya udah, aku kesana A'."kataku.

Akhirnya aku menemui Kak Arbani, dia sudah duduk menungguku di ruang tamu. Aa' Harun tidak ikut duduk bersama kami, dia memilih menemani Teh Zahra di kamar. Jarak duduk aku dengan Kak Arbani berjauhan, kami tahu batasan karena bukan mahram.

"Maaf mengganggu kamu Ana, aku mau membicarakan hal penting."terangnya.

"Langsung saja Kak."pitaku. Tidak mau basa-basi.

"Kata Ummi, kamu ada di tempat kejadian waktu Kamil memberi Dzakira makanan. Ummi udah bilang sama Abi, bahwa Kamil enggak bersalah, tapi Abi enggak percaya. Aku juga membawa beberapa sampel makanan itu ke BPOM untuk di uji Lab, besok hasilnya keluar. Aku yakin Dzakira murni keracunan makanan tersebut, aku enggak percaya dengan tuduhan Abi pada Kamil. Kamil enggak mungkin meracuni adiknya sendiri."jelas Kak Arbani panjang lebar.

"Kamil membeli makanannya bersamaku, aku menyaksikan semuanya, bagaimana dia mengambil makanan itu dari lemari mini market sampai diberikan pada Dzakira. Semua makanan itu dalam keadaan segel, enggak mungkin Kamil memasukan racun ke dalamnya. Aku saksinya, Kamil enggak bersalah."jelasku sedetail mungkin.

"Aku percaya sama Kamil. Aku akan membuktikan pada Abi kalau Kamil enggak bersalah. Dia udah berubah menjadi lebih baik, Allah sedang menguji dia dengan masalah ini. Aku minta bantuan kamu, kamu ikut menjelaskan kebenarannya ke Abi. Kamu mau?"tanya dia penuh harap.

"Ya aku mau, kebenaran harus terungkap."

"Besok aku jemput kamu pas pulang kerja. Arumi juga ikut, dia ingin melihat kondisi Dzakira. Kalau gitu, aku pamit pulang"

"Insya Allah. Mari aku antar sampai depan."kataku meski dengan berat hati mengantarkan dia sampai depan.  Terselip rasa sakit di hatiku ketika dia menyebut nama Arumi, tapi aku tidak boleh memperlihatkan perasaanku.

Aku mengantarnya sampai  depan rumah, mataku sekan tidak rela melepasnya pergi. Perasan macam apa ini? Aku sudah berniat melupakan dia, aku tidak boleh memiliki harapan apapun kepada dia. Sebentar lagi dia mau menikah dengan Arumi, artinya dia akan menjadi milik orang lain, aku tidak punya hak mencintai dia lagi.

Mungkin sulit bagiku membunuh cinta yang terlanjur tumbuh subur di hatiku, tapi aku tidak mungkin menyerah mengubur perasaan cinta ini. Masih banyak hal yang bisa aku lakukan, lebih baik aku memperbaiki diri sebelum menjemput jodoh yang Allah takdirkan untukku.

Ahlan Wa Sahlan Kekasih HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang