○○○
Lisa baru saja memijakan kaki di lantai rumahnya, sebelum ia membuka pintu lantas seperkian detik kemudian menutupnya kembali, dengan ia yang masih berada di luar rumah.
"Huh.."
Ia tidak terlalu terkejut ketika mendapati Tiffany yang saat ini sedang sibuk melakukan sesuatu yang malas sekali Lisa jelaskan, dan tentu saja dengan seorang pria.
"Didn't expect to see you here, but hello ma bitches, come in.." decak Tiffany yang sontak membuka pintunya dengan Lisa yang akhirnya memasuki rumah.
"Hallo ayah.." sapa Lisa pada si pria yang saat itu masih sibuk berkutat dengan resleting Jeans yang ia kenakan, yang sontak saja mengerutkan dahinya heran, tatkala mendengar Lisa menyapanya dengan embel-embel julukan Ayah?
"Lisa, kebiasaan !" decak Tiffany yang mana sudah hafal akan tingkah Lisa yang akan memanggili setiap pria yang kedapatan mengencani Tiffany dengan sebutan 'Ayah' bukan apa-apa, gadis gila itu setidaknya masih berharap ia bisa mengetahui siapa ayahnya.
"Jangan hiraukan perkataanya dear, pulanglah.." ucap Tiffany.
"Puterimu?" tanya sang pria yang diangguki Tiffany.
"Cantik." ucap sang pria lagi, Tiffany terkekeh lantas kemudian merangkul pria itu untuk menggiringnya keluar, terlebih mengalihkan pandanganya yang mana melulu menatap Lisa dengan tatapan lapar.
"Jangan tanyakan, kau tidak bisa membayarnya, dia tidak dijual." ucap Tiffany.
"Sungguh? aku bisa membayarnya dengan harga ting.."
'takkk'
Pintu ditutup, Tiffany menghela nafasnya lega lantas menatap Lisa yang saat ini tengah duduk cuek diatas sofa dengan setangkai permen yang menjejali mulutnya, jangan lupakan kedua kakinya yang seakan sengaja ia bentangkan.
"Setidaknya kau masih ingat pulang." cicit Tiffany yang sontak dibalas kekehan dari Lisa.
"Tentu saja, lagi pula aku tidak amnesia atau semacamnya mama." decak malas mulut Lisa.
"Aku tidak memaksa jika kau memang tidak ingin memberi tahuku dari mana saja kau selama seminggu ini, but i miss you honey."
"Benarkah? kurasa tidak." celetuk Lisa.
"Dan kenapa kau berasumsi demikian?" tanya Tiffany menatap puterinya lekat.
"Buktinya kau belum memeluku sekarang ini." ucap Lisa yang sontak menengadahkan lenganya, yang mana membuat Tiffany memeluk serta menciumi puncuk kepalanya.
"Aigoo, paling tidak aku senang karena kau tampak baik-baik saja, apa aku benar?" tanya Tiffany yang diangguki Lisa.
"Hmm..aku baik-baik saja, aku juga merindukanmu, aku menginap di rumah pacarku seminggu penuh, dia baru saja operasi, dia bahkan membayarku untuk menemaninya, hebat bukan? lihat ini.." ucap Lisa yang sontak mengeluarkan sejumlah uang yang katakanlah cukup banyak dari tas ransel sekolahnya.
Tiffany terkejut tentu saja, ia dan mulutnya bahkan menganga sekarang ini, "apa ini?"
"Tentu saja itu uang." cicit mulut Lisa.
"Maksudku, kau baru saja mengatakan padaku bahwa kau baru saja menjual diri? begitu?" tanya Tiffany yang kali ini cukup menekankan setiap kalimat dari penuturanya, menatap Lisa sekarang ini dengan tatapan yang seakan menuntut beberapa penjelasan.
"Tiff ayolah.." cicit Lisa malas.
"Tidak ! jawab aku ! kau menjual tubuhmu ?!" tanya Tiffany yang membuat Lisa menghela nafasnya malas, lantas segera beranjak dan tak menghiraukan Tiffany terlebih pertanyaanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Me Myself and Her
ספרות חובביםAku rasa aku mengalami geger otak ringan atau semacamnya, ku harap ia, bagaimana bisa aku menyukai seseorang terlebih seorang perempuan? konyol. aku rasa aku butuh semacam zat sedatif dengan resep dokter? atau mengunjungi psikiater? tapi seseorang...