15. 20 Menit Untukmu

1.8K 170 9
                                    

Agak cepatkan, kali ini nextnya?

Kecup manjah, untuk para pembaca.

Jangan cuman ngoment next, lanjut, atau bagus kak, seru kak. Ayoolah untuk part ini, kalian ngoment panjang atau ada saran gitu? Aku terima.

Jadi sekarang sistem buat next ceritaku yang ini, adalah....
Kalau ada satu readers komen kayak yang sudah aku bilang, maka aku akan tunda pub selama 1 minggu. Dan berlaku kelipatan ya, dua readers untuk 2 minggu, pokoknya gitu. Kalau nggak ada yang ngoment, syukurlah aku tidak perlu susah payah ngetik.

***

Segelas kopi latte beserta kentang goreng tersaji di atas meja. Aulia memandangi gelas kopinya, sambil memasukan satu persatu kentang goreng ke dalam mulutnya.

Saat ini, ia sedang berada di salah satu cafe di dekat kampusnya. Aulia sengaja memilih cafe ini, karena jaraknya lumayan jauh dari cafe tempat Alifa bekerja.

Aulia membuka tasnya, ia mengeluarkan labtob mininya, utuk mengerjakan tugas dari dosen jurusannya. Jemari tangan Aulia nampak lincah, beralih dari keyboard satu ke keyboard lainnya.

Aulia mendongak, memandang pemilik wajah yang barusaja menarik kursi kosong di depannya, lalu dengan santainya duduk di hadapannya.

"Kamu ngapain di sini?" Tanya Aulia bernada sangat sinis.

"Duduk." Jawab pria itu dingin.

Aulia menaikan sebelah alisnya, lalu menatap sekitar. "Saat ini, ada banyak meja kosong."

Pria itu juga mengikuti arah pergerakan mata milik Aulia, tak lama kemudian ia tersenyum. Seolah tidak ada beban dalam hidupnya, senyum yang membuat Aulia segera buang muka.

"Cuman di sini, gue bisa ketemu bidadari."

"Kamu kalau ngomong suka ngelantur kayaknya!" Protes Aulia sambil menatap pria itu sengit. Benar-benar pria menyebalkan seperti dalam goresan awal di buku diarynya.

"Nggak kok, gue bicara fakta. Sekarang bidadarinya ada di depan gue." Pria bernama Alam itu menatap Aulia lembut, ia pun nampak nyaman menopang dagunya pada kedua belah tangannya.

"Ngomong apa sih?!" Balas Aulia berusaha acuh. Namun Alam sama sekali tidak beranjak untuk pergi sedikitpun, meskipun Aulia sudah berusaha keras untuk tidak berbicara atau melihat ke arah pria itu, bahkan mengusirnya.

Bahkan hanya terdengar suara dari tiap tombol keyboard yang ia tekan. Dan suara di keramaian yang ada di cafe. Aulia malah menjadi risih, saat Alam malah menatapnya dalam diam, masih dengan posisi tangan yang menopang dagunya.

Aulia melotot tajam, saat Alam tiba-tiba menyambar kopi latte miliknya. Tanpa izin ataupun apapun, Alam langsung meminum kopi tersebut.

"Kamu apa-apaan?!" Ucap Aulia tajam, saat Alam meletakan gelas tersebut ke tempat semula.

"Kopinya dingin, nggak enak." Balas Alam singkat.

"Mending kamu pergi, di sini cuman ganggu aku aja tahu!"

"Dari tadi gue diam." Jawab Alam apa adanya, seolah tidak mau mengalah dengan gadis berjilbab coklat tua itu.

Aulia nampak kesal, sambil mengipas-ngipasi wajahnya dengan tangannya. Entah tubuhnya yang saat ini sedang kepanasan, atau hatinya yang sedang terbakar?

Aulia kembali mengacuhkan Alam, melanjutkan pekerjaannya yaitu sibuk dengan keyboard labtobnya. Tak lama kemudian, Aulia menghentikan aktivitasnya, mematikan labtobnya, menutupnya lalu memasukan kembali ke dalam tasnya.

"Aku punya waktu sekitar 20 menit lagi. Jadi, ada yang ingin kamu bicarakan?" Tanya Aulia setelah menatap gambar jam pada ponselnya yang terkunci.

Alam kembali tersenyum dengan sangat manis, siapa yang berpikir pria penuh pesona seperti Alam tidak menarik. Bahkan ketampanannya bertambah berkali-kali lipat.

"Gue akan gunakan 20 menit itu, untuk memandangi bidadari."

"Apa-apaan sih, nggak jelas banget. Haram bagi laki-laki memandangi wanita yang bukan istrinya!"

Alam menatap Aulia dengan tajam. "Gue nggak peduli sama haram ataupun halal!"

"Dasar gila!" Gerutu Aulia pelan, namun meskipun Alam tidak dapat mendengar suara gadis itu. Tetapi ia masih bisa membaca pergerakan bibir Aulia, bahwa gadis cantik itu menyebut dirinya 'gila'.

"Bisa bahaya jika orang gila jatuh cinta!"

Aulia masih mempertahankan wajah dinginnya yang amat datar, tanpa senyum sekecil apapun.

Kali ini giliran Alam yang memandangi jam tangan yang melingkar di tangannya.

"Sudah 10 menit, dan sekarang gue punya 10 menit untuk bicara!"

"Oke, jadi apa?"

"Dulu, gue pernah jatuh cinta sama seorang cewek."

"Kamu lagi curhat?"

"Dan gue patah hati." Lanjut Alam lagi.

Aulia hanya mendengarkan dengan seksama. "Terus, hubungannya sama aku apa?" Tanya Aulia berniat bangkit dari kursinya.

"Saat 20 menit kita berakhir, gue akan mulai jatuh cinta sama lo."

"Apa?" Aulia menyakinkan pendengarannya. Sudah banyak hal gila yang terjadi saat ia kembali ke Jakarta, dari insiden salah tembak perasaan, sampai pengakuan aneh ini.

"Dan mulai memperjuangkan lo."

"Apasih?!" Aulia berjalan menuju kasir untuk membayar makanan dan minuman yang ia pesan tadi, sementara Alam menunggunya di depan pintu cafe.

Aulia keluar dari cafe, dan Alam mengikutinya.

Aulia menghentikan langkahnya, lalu berbalik ke arah Alam. "Kurang kerjaan ya!"

Aulia cepat-cepat mundur saat Alam mendekatinya, seakan ingin menciumnya. Namun pria itu malah membisikan sesuatu hal yang lagi-lagi aneh dan menggelikan bagi Aulia.

"Kerjaan gue sekarang mengawasi lo! Jangan dekat-dekat sama cowok lain!" Alam mengusap pucuk kepala Aulia yang tertutupi jilbab, tak lama kemudian ia berlari pergi meninggalkan Aulia yang masih syok dengan kejadian tadi.

RINDU ALAM  (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang