32. Tidak ada kebohongan lagi

1.1K 97 22
                                    

Aulia membereskan perlengkapan sholatnya, barusaja ia menunaikan sholat sunnah yang sudah rutin ia kerjakan jika tidak ada halangan tiap paginya.

Ia menutup pintu mushalla kecil yang terletak tidak jauh dari gedung jurusannya. Sudah beberapa hari ini, Aulia tidak menemukan keberadaan Alam.

Bahkan saat ia pulang pun, tidak ada tanda-tanda Alam atau tanda-tanda kehidupan dari apartement tetangga.

Mulanya rencananya Aulia adalah membuat Alam berhenti mendekatinya. Setelah ia menjauhi Alam selama hampir beberapa hari ini. Ia merasa lega. Tapi sekarang, saat Aulia merasa bahwa Alam melepaskannya dan tidak memperdulikannya lagi. Aulia jadi merindukan perhatian pria itu. Aulia mengusap dadanya, bukankah ia terlalu serakah dan egois. Hatinya pun belum teguh untuk memutuskan sesuatu.

Tidak ada Alam lagi, tidak ada gangguan lagi. Namun, Aulia merasa rindu. Sejak beberapa hari terakhir ini, ia tidak pernah melihat kemunculan Alam meskipun hanya sedetik di depannya.

Alam menghentikan langkahnya, saat matanya tanpa sadar bertatapan dengan pemilik senyum luar biasa indah, yang kini sedang berdiri di depannya.

"Bisa kita bicara?" Pertanyaan singkat dan dingin itu membuat Aulia merasa keringat dingin di tubuhnya. Ia hanya bisa tersenyum dan mengangguk patuh.

***

"Alifa sudah berhenti kerja." Ucap pria berumur sekitar 50 tahunan dengan kacamata yang bertegger di hidungnya. Pemilik restoran tempat Alifa bekerja mejelaskan alasan ketidakadaan Alifa di tempatnya bekerja hari ini.

"Sejak kapan?" Tanya Yudi peduli. Ia selalu cemas dengan keputusan mendadak Alifa. Apapun jalan yang ditempuh wanita cantik itu, selalu membuatnya khawatir.

"Hari ini, Mas." Jawab pria paruh baya itu.

"Alifa ada ngasih alasan kenapa berhenti, Pak?"

"Dia nggak ngasih alasan apa-apa. Dia bilang, dia mau kembali hidup normal, Mas."

"Makasih ya, Pak." Yudi hendak berpamitan.

"Mas, kalau Alifa udah berhenti kerja di sini. Apa Mas dan teman-temannya Mas udah nggak datang lagi kemari?"

Yudi mengerutkan kening, lalu kembali tersenyum. "Kalau saya pasti datang, cappucino di sini enak, belum lagi kenangannya." Jawab Yudi dengan sedikit candaaan garing miliknya.

Tidak Alam, tidak Alifa. Semua orang menjadi aneh. Belum lagi Naufal dan Wulan yamg membuat Yudi sakit kepala.

Ia menghela nafas berat. Mencoba menghubungi nomor Alifa sambil berkali-kali juga mengirim pesan teks.

***

"Lo kenal gue, bukan?" Pertanyaan bernada sok akrab itu membuat Aulia terdiam. Ia sebenarnya sangat bingung saat ini. "Gue Alifa, cewek yang kerja di cafe depan kampus." Wanita cantik itu melanjutkan kata-katanya.

"Hm, iya aku pernah lihat kamu kok beberapa kali di sana. Kamu pramusaji bukan?" Balas Aulia, berharap apa yang ia katakan dapat mengurangin kacanggungan antara ia dan Alifa.

"Gue pengen temenan sama lo~~" Alifa mengulurkan tangannya sambil tersenyum kecil.

Aulia ingin bertanya kenapa, namun ia takut pertanyaan itu malah melukai wanita cantik di depannya.

"Dengan senang hati-" Aulia membalas uluran tangan Alifa, namun belum sempat Aulia melanjutkan perkataannya, Alifa lebih dulu memotongnya.

"Kayak dulu lagi." Tambah Alifa sambil menatap Aulia begitu dalam.

"Hah?" Aulia menatap Alifa dengan wajah kebingungan.

"Gimana rasanya bangkit dari kematian, terus berhasil membodohi kita semua di sini?" Alifa membuang wajahnya, ia menepis tangan Aulia cepat.

Di sini dulu ya.
Selamat berpuasa.....
Kalau kalian semangat komen aku bakal next.

RINDU ALAM  (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang