44. Berharap Akhir Beda

1K 90 50
                                    

Halo teman-teman.
apa kabar kalian? Tentunya baik semua ya.

Part ini lumayan panjang.
Jadi siapkan kopi atau teh terlebih dahulu. Tidak boleh kangen lagi, okey?!

SEMUA CERITA AULIA AKAN AKU REVISI DARI AWAL. (TYPO AJA KOK).

BTW AKU ADA GROUP WHATSAPP BUAT PENYUKA WATTPAD NAMANYA 'WATTPAD FRIENDS' SIAPA TAHU KALIAN BERMINAT UNTUK JOIN.
Yang mau join bilang ya.

*****

Langkah kaki Aulia terhenti tepat beberapa detik setelah ia masuk ke dalam kantin.

Kelopak mata Aulia menutup sebentar, sambil menghela nafas panjang. Dengan cepat pula, Aulia membalikan tubuhnya keluar dari kantin. Aulia tidak begitu terkejut ketika Alam dan Gissel sedang bermesraan di tengah-tengah keramian kantin.

Namun ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman dengan pemandangan itu. Aulia hanya merasa aneh dan sedikit terganggu.

Mungkin Aulia harus terbiasa menjalani hidup tanpa bayang-bayang Alam yang super ngeselin itu?

Waktu terus berjalan, namun semuanya nampak sama. Baru tadi pagi ia hampir bertemu Alam di kantin, kini Aulia dihadapkan dengan kenyataan bahwa ia harus melihat Alam lagi. Aulia memutar tubuhnya, berjalan dengan cepat, sehingga bisa mencegah pertemuan mereka.

Hari ini kuliah Aulia selesai cukup cepat, karena kebetulan ia hanya memiliki satu jadwal kelas. Aulia duduk di perpustakaan sambil memainkan labtob miliknya. Aulia sedang mencari bahan untuk presentasinya besok.

Notif email yang berasal dari luar negeri kembali terlihat di layar labtob Aulia. Username SriW itu membuat Aulia melebarkan senyumnya.

Setelah Alifa marah besar pada Aulia karena kebohongannya. Aulia bergegas mencari-cari kontak Wulan. Aulia tidak ingin Wulan merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan Alifa. Karena itu, Aulia mengaku pada Wulan dan menceritakan semua kejadian yang dialamaimya.

Respon Wulan sangat hangat dan begitu terbuka. Ia selalu mendoakan kebaikan Aulia dan jalan yang akan dipilih oleh Aulia.

Aulia membaca email yang dikirimkan Wulan, meskipun wanita cantik itu kini berada di negara lain. Namun, Aulia merasa Wulan menemaninya di sisinya.


Drtttt...

Mata Aulia bergerak ke atas meja, memandang ponselnya yang bergetar. Nama Wulan tertera di sana, wanita cantik itu punya waktu luang untuk meneleponnya.

"Assalamualaikum, Wulan." ucap Aulia masih sedikit canggung setelah apa yang terjadi.

"Eh, Waalaikumsalam. Udah lama gue nggak ngucap salam, hahaha." Suara Wulan terdengar bersahabat dari sebedang telepon.

"Kabar kamu bagaimana?"

"Gue di sini baik-baik aja, damai sentosa. Btw, Lia, lo benar-benar yakin dengan keputusan lo itu? Gue udah jaga rahasia ini dari Alam ataupun Alifa."

"Aku yakin,"

"Itu hak lo, pergi tanpa pamit ninggalin Alam lagi. Tapi, apa lo nggak kasihan sama dia?"

"Lama kelamaan dia bakal lupa kok,"

"Kalau nggak, bagaimana? Gue saranin lo mikir lagi, Lia. Gue tahu bukan maksud lo kayak gini. Tapi, setiap kali ada masalah, lo selalu lari, seolah pergi adalah penyelesaian terbaik. Lo juga selalu mendam sendiri dan nggak mau berbagi. Jadi, kali ini gue harap, lo pikirin matang-matang sebelum mengambil tindakan." kata Wulan panjang lebar. Dilihat dari segi bicaranya, Wulan telah berubah. Gadis manja itu kini menjelma jadi wanita dewasa yang keren dan berkarisma.

"Iya, sebenarnya aku juga masih bingung. Jalan apa yang harus aku ambil kedepannya?"

"Keputusan ada di tangan lo. Kalau lo nyaman dengan itu, jalanin selama itu baik. Dan jangan peduli apa yang orang-orang bilang."

"Aku setuju banget--"

"Kita bukan lagi anak SMA Lia, kalau lo siap menerima Alam sepenuh hati lo. Nggak ada, alasan buat lo untuk mundur?"

"Aku nggak tahu perasaanku ke Alam bagaimana?"

"Lo suka diakan?"

Aulia terdiam sejenak, mencerna baik-baik pertanyaan Wulan. Ia menyentuh dadanya, mempertanyakan pada dirinya sendiri. Apakah Aulia sudah menyukai Alam?

"Fiks, lo juga suka dia."

"Hah? Apanya?!"

"Kebiasaan lo nggak berubah, kalau lo mikir artinya lo bimbang. Lo bukan tipekal orang yang mudah bimbang. Kalau lo nggak suka, lo bilang nggak suka. Tapi tadi, lo jawabnya lama. Tandanya lo lagi mikir. Jangan terlalu banyak dipikirin, Lia. Karena jawabannya ada di hati lo."

Panggilan telepon terputus, setelah pembicaraan panjang Antara Aulia dengan Wulan.

Wulan benar, hak dan keputusan ada di tangannya? Tapi, bagaimana jika jalan yang ia ambil kali ini salah lagi? Aulia benar-benar dilanda badai dilema yang hebat.

Mata Aulia berpindah pada jari-jemari tangannya, memandang penuh perasaan.

"Apa yang lagi yang cari?" tanya Aulia pada dirinya sendiri.

Rencana awalnya telah hancur total, semuanya berantakan. dan Aulia tertangkap basah pada penyamarannya sebagai Aulia yang lain.

Lalu? Apalagi tujuan dan Aulia masih ingin bertahan di Jakarta? Sebenarnya, Aulia masih sangat betah berada di sini, entah karena alasan apa itu, Aulia tidak tahu.

Apakah karena Alam? Aulia menghela nafas berat, perihal cinta adalah hal yang sulit dimengerti.

***

Waktu berjalan cepat.
Terasa lambat namun pada akhirnya tetap berjalan, entah itu menyenangkan atau membahagiakan.

Ini adalah hari paling membahagiakan bagi Alam, hari penuh perjuangan dimana ia fokuskan hari-hari untuk mengurus skripsi dan sidangnya. Kini perjuangan itu terbayarkan, Alam dinyatakan lulus.

Tepat hari ini, adalah proses wisudanya. Hari dimana Alam mengakhiri masa-masa kuliahnya yang melelahkan.

Alam mengamati sekitar, mencoba menemukan keberadaan seorang wanita dari banyaknya kerumunan orang-orang yang berada di dekatnya.

Percaya pada hatinya, Alam yakin bahwa Aulia akan datang. Wanita itu, penya janji padanya.

"Aulia nggak mungkin ingkar janji," batin Alam harap-harap cemas. Ia hanya tersenyum seadanya saat beberapa orang mengucapkan selamat padanya.

Drttt drttt drttt...

Alam dengan cepat mengambil ponselnya, ada firasat buruk yang mendatanginya tiba-tiba.

Wulan

Alam betanya-tanya apa alasan Wulan menghubunginya? Mungkin ingin mengucapkan selamat padanya.

"Kenapa?" tanya Alam dingin.

"Lo dimana? Aulia ada di bandara, penerbangannya hari ini-"

Alam membulatkan matanya, harusnya ia tidak mempercayai wanita itu. Alam mematikan telepon, mencoba menghubungi nomor Aulia yang sudah tidak aktif.

Dengan cepat, seperti orang gila. Alam berlari meninggalkan ruangan besar tersebut, membelah lautan manusia, dan terus berlari.

"Kak Alam mau kemana?" Gissel berteriak nyaring sambil mengikuti Alam, namun tidak ada respon dari Alam.

Alam masuk ke dalam mobilnya dengan tergesa-gesa, mengendari mobilnya dengan kecepatan rata-rata. Beruntung jalanan ibu kota tidak macet seperti biasanya.

Alam memukul setir mobilnya, melampisakan kekesalannya. Ia ingin memaki Aulia sekarang, namun terlebih dulu Alam ingin mendekapnya dan memintanya jangan pergi.

Bersambung....

Satu part lagi END nih teman-teman....

Happy Ending Or Sad Ending?

RINDU ALAM  (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang