Gue butuh topeng, topeng yang bisa menutupi segala ekspresi dan perasaan yang gue alami.
--Algis--
***
Hari sudah menjelang sore. Cowok itu yang tak lain adalah Algis mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Ia menembus kemacetan dan menyelip di beberapa kenderaan.
Sekitar sepuluh menit cowok itu sudah sampai di depan rumahnya. Ia membunyikan klakson sehingga pak Anton berlari tergopoh-gopoh untuk membuka gerbang agar Algis bisa masuk.
"Makasih pak" kata Algis kemudian menuju garasi dan memakirkan motornya di sana.
Rumah Algis adalah rumah yang bertingkat dua dengan gaya yang minimalis dan warna dinding yang tidak terlalu mencolok membuat rumah itu terkesan elegan.
Di tambah dengan taman besar di samping rumah yang tertanam mawar merah dan mawar putih serta kolam ikan mas yang tidak terlalu besar namun cukup untuk menambah keindahan dari sisi rumah ini.
Algis membuka pintu utama.
"Abaaang!" Anak kecil dengan rambut terkepang dua itu menyambut kepulangan Algis dengan bahagia
"Abang kok lama? Ily capek nungguin abang." Keluhnya dengan tatapan polos khas anak kecil
Algis memberikan senyum terbaiknya "maafin abang ya sayang." Kemudian cowok itu mengecup puncak kepala Lily dengan sayang
"Ily udah makan?" Tanya Algis sangat lembut
Lily mengangguk penuh "abang sendiri udah makan?"
Algis menggeleng pelan "belum" dan berakhir dengan senyum
Lily mengusap puncak kepala Algis dengan sayang "Abang makan ya nanti Ily temenin." Kata Lily kemudian
Algis tersenyum senang. Tidak apa-apa jika hanya Lily yang ia miliki saat ini. Tidak apa-apa jika dia menanggung kesedihan dan kesakitannya sendiri. Sungguh tidak apa-apa, asalkan Lily tetap di sampingnya selamanya.
Di sisi lain, di lubuk hatinya yang paling dalam sebuah rindu tersudutkan di tempat paling gelap tanpa adanya cahaya sehingga membuat rindu itu cukup tersembunyi dan berdiam diri tanpa berniat untuk di ungkapkan.
"Yuk!" Seru Algis kemudian ia menggendong Lily dan membawanya ke meja makan
Di rumah, Algis adalah sosok yang hangat dan penyayang. Dia berbagi apapun yang dimilikinya kepada Lily adik satu-satunya yang ia miliki.
Beda halnya jika sudah di sekolah. Serapat mungkin ia akan menutup hatinya meskipun ia harus bersikap dingin dan melontarkan kata-kata pedas.
Tidak apa-apa jika hati ini kosong, tidak apa-apa jika tidak ada sosok perempuan yang lain di sisinya selain Lily. Sungguh tidak apa-apa, asalkan.... ia tidak akan pernah merasa di tinggalkan lagi.
Algis menghela nafas berat. Dadanya rasanya sangat sesak dan demi apapun ia benci dengan situasi ini.
Lily, gadis kecil yang berumur enam tahun itu memegang tangan abangnya yang besar kemudian mengusap-ngusap pelan seolah ia tahu apa yang sedang abangnya rasakan.
Gadis itu mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi, meskipun usianya masih dini tetapi ia sudah bisa peka terhadap keadaan sekitar termasuk abangnya.
Dalam diam gadis kecil itu selalu mendefinisikan setiap raut yang tergambar di wajah tampan abangnya.
"Abang Ily seneng banget ada paman Anton dan bibi Min di rumah kita. Ily nggak apa-apa cuma berdua sama abang asalkan abang juga selalu ada di sisi Ily selamanya."
Algis tercenung. Kata-kata itu seolah pembangkit rindu, rindu terhadap dua sosok pahlawan yang meninggalkan mereka tanpa kabar.
Tatapan keduanya seolah berkata 'baik-baik saja.' Namun hati tetaplah hati, tempat kosong yang tak menampik rindu dan kecemasan perihal ditinggalkan.
Dalam diam mereka saling berdoa, berharap keluarganya utuh kembali atau bahkan berdoa sedaya upaya mereka agar tak ditinggalkan lagi
Dan rupanya.... mereka mempunyai ketakutan yang sama.
VOTE DAN KOMEN GUYS!
KAMU SEDANG MEMBACA
ALNAYA
Teen FictionCover by @wira.ptra Annaya Astra Ayudhya tidak pantang menyerah membuat seorang Algis Ganendra Alvaro jatuh cinta kepadanya. Gadis itu tidak pernah kehabisan akal untuk mengganggu seorang Algis, cowok yang terkenal dengan sifat dingin dan kejudesan...