DUA PULUH TUJUH: CATATAN KECIL

5.4K 190 6
                                    

Mungkin pertemuan kita emang bukan diwaktu yang tepat, menurutku perpisahan adalah jalan paling baik daripada berharap kemudian menyimpan luka.

                              ~ALNAYA~

***

Aku mohon.. jangan luka terus. Jangan mau terbiasa sakit sendiri karena hati  nggak akan semampu dan sekuat itu jika harus menampung sakit sendirian. Aku sejak awal sudah kalah dan menyerah, mengikhlaskan waktu yang mengambil alih. Semoga jika wanita itu bukan aku, dia akan tetap bahagia.

                  Annaya

Algis tersenyum miris membaca deretan kalimat penuh makna itu, ia sadar siapa orang yang dimaksud oleh penulis itu.

Awalnya ia diminta bu Hilda untuk mengambil buku tugas matematika wajib kelas XI IPA 4 diruangannya.

Namun tanpa sengaja ia  menemukan buku bersampul pohon layu itu yang di sampulnya tertera nama sang pemilik buku.

Awalnya, Algis hanya ingin melihat tulisan gadis itu apakah jelek atau tidak tetapi ternyata tulisan gadis cantik itu sangat rapi dan indah.

Namun tepat dihalaman belakang ia malah menemukan tulisan itu, tulisan yang Annaya tulis untuk dirinya.

"Maafin gue Nay, ternyata elo udah sesakit ini." Lirih Algis merasa sakit juga

Ia membawa buku-buku itu dalam genggamannya, tidak terlalu berat karena itu hanya buku catatan yang tidak semuanya tebal.

ia menyusuri koridor yang sepi karena jam pembejaran sedang berlangsung. Hanya ada beberapa siswa yang bersembunyi dibelakang tangga atau sedang kekatin dengan alasan mau ketoilet karena merasa mumet dengan pelajaran.

"Algis!" Seru seseorang ketika Algis hendak menaiki tangga

Algis menoleh, memperhatikan sosok cowok yang berjalan cepat menghampirinya

"Lo Damian kan?"

Cowok yang diberi pertanyaan itu mengangguk "gue perlu ngomong sama lo." Katanya

Algis menatap Damian dengan kernyitan di dahi "tumben banget, kesambet lo?" Kata Algis pedas

Damian menatap Algis dengan datar "gue serius." Katanya penuh penekanan.

Algis meneliti cowok yang berdiri tegap dihadapannya "oke, lo mau ngomong apa?"

Damian melihat sekitarnya kemudian menoleh kepada Algis "nggak disini."

"Terus dimana?"

"Ditaman belakang aja."

"Eh anjir, lo mau nembak gue?" Kata Algis sambil mendelik galak

Damian menghembuskan nafas kasar "gue masih doyan cewek kampret!"

Algis memutar bola matanya malas" oke, tunggu aja gue disana gue mau anter ini dulu." Kata Algis kemudian mengangkat tumpukan buku yang sedari tadi ia bawa

Damian mengangguk kemudian segera pergi ketempat tujuan lebih dulu. Sedangkan Algis masih menaiki tangga karena kelas sebelas ada dilantai dua.

sekarang cowok itu sedang berdiri didepan XI IPA 4, ia mengetuk pintu kemudian masuk setelah dipersilahkan oleh guru pengajar.

"Ini bu bukunya." Kata Algis sopan

Bu Hilda mengangguk "makasih ya Algis, yaudah kamu boleh pergi."

Algis mengangguk. Ketika ingin berbalik tanpa sengaja ia melihat Annaya yang menopang wajahnya dengan sebelah tangan. Tatapan gadis itu kosong dengan kernyitan yang tampak jelas seperti sedang memikirkan sesuatu.

Kantung mata, wajah kusut dan hidung merah membuat Algis dapat menyimpulkan bahwa gadis itu sedang tidak baik-baik saja.

Bu Hilda yang melihat Algis menatap salah satu siswi dikelasnya dengan tatapan sendu membuat guru berusia dua puluh tujuh tahun itu tersenyum tipis "Algis, apa kamu ingin mengatakan sesuatu?"

Algis tersentak, ia menggeleng malu "nggak bu, kalau gitu saya pamit dulu."

Setelah keluar dari kelas itu Algis mengingat kembali ekspresi gadis itu yang sudah seperti mayat hidup.

                                     ♠♠♠

"Lama banget njir, gue karatan nunggu lo nih." Damian langsung mengumpat ketika Algis yang baru saja datang

"Cewek emang gitu ya? Telat sedikit aja dibilang udah karatan dan lumutan dasar alay." Cibir Algis

"Oh jadi ini yang namanya Algis Ganendra Alvaro? Cowok dingin, judes, irit ngomong, mulut cabe ternayata bisa bawel juga?" Sindir Damian

Algis membuang muka "bacot lo, buruan ngomong waktu gue nggak banyak."

Damian kesal setengah mati dengan cowok sok cool yang duduk disampingnya ini, kalau bukan mau ngomongin sesuatu yang penting ia mana mau berhadapan langsung dengan cowok songong itu.

"Jadi gini, gue butuh bantuan lo." Kata Damian serius

Algis berpikir sejenak "bantuan untuk apa?"

"Untuk Annaya."

                                      ♠♠♠

"Nay nay nay!"

"Apa sih Gin?" Tanya Annaya malas

"Itu loh tadi Algis liatin lo sampe segitunya, lo nggak liat?" Tanya Gina sambil tersenyum

Annaya diam sejenak "bodo amat"

Gina merasa ada yang nggak beres dengan Annaya "lo kenapa sih Nay? Kalau lo punya masalah cerita sama gue, ya meskipun gue belum tentu bisa bantu lo seenggaknya beban yang lo pikul itu berkurang dikit." Kata Gina dengan bijak

Annaya mengukir senyum miris, ia menatap Gina dengan mata berkaca-kaca "sabtu ini gue bakalan tunangan sama Damian Gin."

Wajah Gina pias "kenapa bisa gitu? Lo berhak nolak Nay!"

Annaya menggeleng lemah "gue udah berusaha tetapi tetap nggak bisa, papa gue kukuh banget gue udah nggak ada pilihan lain selain menerima pertunangan itu."

Gina menggeleng tidak percaya. Setahunya om Gerry itu bukan tipikal orang egois tetapi kenapa bisa jadi seperti ini?

"Gue ngerasa ada yang nggak beres." Gumam Gina

Gina menatap Edo yang duduk disampingnya sambil bermain game "Do gue butuh bantuan lo."

Edo mempause game nya kemudian menatap Gina "bantuan apa?"

"Cari tau apa yang terjadi sama om Gerry dan siapa dalang dari semua ini."

Edo terdiam sesaat kemudian mengangguk "oke, tapi ada imbalannya."

Gina menatap Edo dengan tajam "yaudah apa?!"

"Ngedate bareng gue ntar malam."

Gina tersenyum paksa "oke!"



VOTE DAN KOMEN GUYS PLEASE😊💙
JANGAN LUPA FOLLOW: @yunindriyanti

ALNAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang