DUA PULUH DUA: AMBISI

6.1K 218 1
                                    

Aku lagi hujan, apakah pelangi akan datang dan menjalankan tugasnya? Apakah pelangi bersedia mengganti kelabu dengan warnanya?  Apakah pelangi akan datang dan menawarkan keindahan setelah hujan? Jika iya, aku mohon datanglah karena sosok penghuni bumi itu sedang berduka menahan rindu yang tak tersampaikan.

                               

                                      ~Alnaya~

***

"DARI MANA KAMU? KENAPA JAM SEGINI BARU PULANG?!" Cerca Gerry ketika Annaya hendak melewati ruang tamu

Annaya diam ia menatap papanya dengan tatapan terluka "apa papa sadar udah ngebentak aku?"

"Kalau papa sadar kenapa? Kamu mau apa?"

"Pah! Kenapa papa berubah gini? Apa yang Damian kasih kepapa sampai papa bisa seperti ini?"

Ayunda yang sedang menyiapkan makan malam terkejut mendengar pertengkaran di ruang tamu, apakah Annaya sudah pulang? Pikirnya.

Dengan cepat ia keruang tamu namun langkahnya terhenti ketika Annaya melewatinya dan mengunci diri di dalam kamar.

Ia melirik Gerry yang masih menunjukan sorot tajam "ada apa ini mas? Kenapa Annaya bisa nangis kayak gitu?"

Gerry melempar koran yang ia genggam kelantai "bilang sama anak kamu, jangan biasain jadi murahan."

Ayunda tidak terima "anak kamu juga mas!"

"Bodo amat!"

Sedangkan Annaya menutup telinga dibalik pintu. Perkataan papanya sangat menusuk, ia tidak apa-apa jika yang mengatainya murahan itu adalah orang lain tetapi ketika papanya sendiri yang mengatakannya rasanya begitu sakit.

Gadis itu semakin terisak meratapi keluarganya yang perlahan hancur, tidak bisakah ia tetap bahagia bersama keluarganya? Tidak masalah jika ia tidak akan bersama sosok yang ia cintai namun ketika keluarganya yang mulai perlahan pergi meninggalkan, ketakutan itu semakin nyata.

tok tok!

"Sayang, buka pintunya ya mama bawain kamu makanan." Kata Ayunda dengan lembut

Ia tahu betul bahwa anaknya kini sedang terpukul dan sekarang Ayunda akan berdiri sebagai sahabat dan penyemangatnya.

Perlahan pintu dibuka menampakkan sosok gadis cantik dengan keadaan yang sangat berantakan.

Ayunda masuk ia meletakan makanan di atas nakas kemudian berdiri di depan putrinya.

Tangannya mengusap penuh sayang mencoba tersenyum walau kenyataannya memang sesakit ini. Tiba-tiba Annaya memeluk Ayunda seolah memberikan kekuatan.

Ayunda mengajak Annaya duduk di bibir kasur "kita sama-sama perempuan sayang, apa yang kamu rasain mama juga ngerasain hal itu. Mama...mama juga nggak tau kenapa papa kamu bisa secepat itu berubah, mama merasa papa kamu sedang tertekan tetapi malah melampiaskan ke kamu."

Mata Annaya mulai berkaca-kaca "tetapi apa papa setega itu sampai ngatain Naya murahan?"

"Maafin papa kamu ya sayang, mungkin pada dasarnya papa kamu nggak ada niatan buat ngomong kamu gitu."

Annaya mengangguk pelan, ia berjanji akan berusaha kuat dan membiasakan diri dengan perkataan kasar papanya.

Ia menatap Ayunda dengan tatapan sendu dan penuh harap.

"Mah tentang....pertunangan itu nggak jadi kan?" Tanya Annaya takut-takut

Tubuh Ayunda menegang "mama nggak bisa ngehentiin papa kamu sayang, maaf."

                                

  
                                  ♠♠♠

"Jemput, enggak, jemput, enggak, jemput, enggak, jemput."

"Oi lo ngapain malah cabutin kelopak bunga gitu nyet?" Tanya Rafa dengan bingung

Algis menatap Rafa "menurut lo gue harus jemput Naya apa nggak nih?"

Rafa memutar bola matanya malas "lah si bego, lo cinta nggak sih sama Naya?" Tanya Rafa langsung

Algis diam "kenapa lo nanya gitu?"

Ruben yang baru datang sambil menenteng kresek berisi cemilan itu tergelak "anak lo nih Raf, polosnya kebangsetan" katanya setengah mencibir

Rafa mendengus tidak terima "anak ndas mu"

"Hahahahaha"

Rafa kembali fokus kepada Algis berlagak seperti ayah yang sedang mentrogasi calon mantu "apa yang lo rasain ketika di dekat Annya, jujur ya jangan boong ntar dosa."

Algis kini diam nampak berpikir jawaban yang sesuai dengan pertanyaan Rafa "deg-degan, hangat, dan nyaman aja."

Rafa mengangguk merasa puas dengan jawaban Algis "kalau gitu rebut dia dari cengkraman si cowok cantik itu."

"Damian maksud lo?" Tanya Algis kalem

Rafa mendelik "ya iya dong sayang, siapa lagi kalau bukan Damian."

Algis bergidik "jijik woi!"

                                     ♠♠♠

"Iya lu harus urus semuanya, sekarang Gerry sudah dalam cengkraman gua."

"Hahaha hebat juga lu Yan, by the way ini Damian anak lu?" Tanya pria paruh baya itu

Damian yang merasa disebut melihat kearah dua orang dewasa yang sedang membahas dirinya, tidak ingin disangka tidak sopan Damian berdiri kemudian menyalimi pria paruh baya yang masih lumayan tampan tersebut.

"Damian om" katanya memperkenalkan diri secara resmi

"Saya Chiko."

Damian mengangguk kemudian ia kembali diam, ia hanya akan bersuara jika diperintahkan dan akan tetap diam jika tidak dibutuhkan.

"Saya dengar perusahaan Gerry sudah bangkrut, apa kamu dalangnya Ryan?" Tanya Chiko sambil terkekeh

"Yaa setidaknya dendam gua pelan-pelan akan terbalas, see anaknya yang cantik itu bakalan jadi mantu gua."

"Hahaha gua pikir lu udah berubah, ternyata tetap aja sama. Benar-benar berambisi."

Kemudian mereka tergelak bersama. Damian hanya diam dengan tatapan kosong entah apa yang ada dipikirannya hanya dia dan tuhan yang tahu.



VOTE DAN KOMEN GUYS!💙

ALNAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang