DELAPAN BELAS: RASA TAK BERJUDUL

6.8K 253 0
                                    

Aku ragu, apakah aku harus menyimpanmu disini atau tidak. Tapi sepertinya sudah tidak lagi karena aku telah terang-terangan mengusirmu dari rumahku yang kau anggap adalah rumah tempat kamu berpulang. Aku ragu, apa aku telah merindukanmu atau tidak.

                       ~Alnaya~

***

Siang itu matahari tampak terik. nyatanya sang raja siang itu tidak bernah pelit dan berpilih kasih dalam membagi cahayanya, ia dengan sabar menerangi bumi tempat para manusia berada.

Dan dengan senang hati pula menyoroti ketiga remaja cowok yang berdiri sambil menghormat di depan tiang bendera.

"YANG BENAR HORMATNYA RUBEN!"  Pak Eko, guru BP paling galak itu mempelototi Ruben cucu sang pemilik sekolah.

Ruben yang sedang berdiri memutar bola matanya dengan malas "yaelah salah mulu gue perasaan, jadi guru kok baperan banget sih."

Rafa terkekeh "ya lo sih gitu, mana ada hormat tapi tangannya malah di atas kepala gitu."

"Lo tau kan ini tuh matahari sayangkuh bukan salju, dimana-mana matahari itu panasnya kebangetan. Giliran gue yang kena hukum teriknya nauzubillah banget, matahari emang sesuatu banget yah tau aja kalau gue lagi di hukum."

Rafa tergelak "najis anjir!"

Algis yang berdiri disamping Rafa hanya melirik sekilas setelah itu kembali fokus menjalani hukumannya akibat kepergok loncat pagar.

Semua ini gara-gara si tengil Ruben, sang biang masalah dan si setan tampan. Dia menggoda Algis dan Rafa  untuk bolos pelajaran dan pergi ke warung makan belakan sekolah, Alhasil Algis yang kebetulan sedang unmood dan Rafa yang sedang suntuk akhirnya mengiyakan ajakan si manusia rese bernama Ruben.

Dan saat mereka akan menjalankan aksi malah kepergok oleh pak Eko yang kebetulan sedang piket mengelilingi sekolah hari ini.

Dan sialnya, lapangan luas yang disoroti oleh oleh matahari itu menjadi tempat mereka menjalani hukuman.

Sudah sejam mereka menapaki tempat yang sama dan dengan gerakan yang sama pula yang artinya tiga puluh menit lagi bel istrahat akan berbunyi dan mengakhiri hukuman mereka bertiga.

Di sebrang sana, tepat di sudut lapangan seorang gadis yang berambut sebahu serta berwajah oval itu tengah memperhatikan tiga cowok yang berdiri di tengah-tengah lapangan sambil hormat bendera.

Tidak, bukan ketiganya. Lebih tepatnya kearah seorang cowok yang memiliki tatapan tajam serta berwajah datar.

Tidak bisa dipungkiri bahwa sebenarnya ia merasa khawatir dengan cowok itu. Tangannya memegang sebotol air mineral yang masih disegel, niatnya sih ingin memberikan air itu kepada sosok yang masih bertempat dihatinya tetapi ia gengsi sekaligus takut jika pemberiannya nanti akan di tolak oleh cowok itu.

"Eh dek!" Gadis itu menghadang salah satu siswi yang menjadi adik kelasnya

"Iya kak, ada yang bisa aku bantu?"

"Kenalin gue Naya, emm..gue mau minta bantuan lo bisa nggak?"

Cewek yang bernama lengkap Mayangsari Puspita itu mengangguk sopan "boleh kak'

"Tolong yah lo kasih ini ke cowok yang berdiri di ujung sana." Annaya menunjuk cowok yang dimaksud membuat Maya mengangguk

"Tapi kenapa nggak kak Naya aja yang kasih langsung? Kenapa harus aku?"

"Gue lagi ada urusan dikelas jadi harus cepet-cepet balik."

Maya mengangguk setelah itu ia membawa langkahnya menuju tengah lapangan menghampiri si cowok tampan yang kini tengah menatapnya dengan tatapan datar

"Kak aku mau ngasih ini." Kata Maya sedikit gugup

Bagaimana tidak gugup coba? Saat ini ia tengah berhadapan langsung dengan cowok idaman para cewek disekolah ini!

Melihat Algis yang masih diam Maya meneguk ludahnya lamat-lamat sampai akhirnya tangan itu menggapai sebotol air mineral yang ia disodorkan.

Algis tau ini dari siapa. Ia pikir hidupnya akan kembali kelabu karena pusat warnanya yang telah pergi, namun ia senang jika sebenarnya warna itu tak benar-benar pergi.

Meskpun samar, tetapi ia masih bisa merasakannya. Tak menyangka perutnya malah melilit dan merasakan letupan-letupan aneh di dalam dirinya.

Ini adalah pertama kalinya ia merasa senang atas pemberian gadis itu, dan ini adalah pertama kalinya ia merasa kecewa karena gadis itu tidak memberikan langsung seperti biasanya.

Ini perasaan apa sebenarnya?

Algis menghembuskan nafasnya. Ternyata ia masih belum bisa menafsirkan perasaan ini.

Rasa yang benar-benar tak berjudul.

Sedangkan Maya malah terlihat malu-malu, ia pikir Algis tengah menatapnya sehingga membuat semburat merah itu muncul.

Algis membuang muka ketika menyadari seorang gadis yang berdiri di depannya itu telah salah paham dengan tatapannya.

Sedangkan Rafa dan Ruben hanya diam mengamati situasi, melihat Algis yang mulai jengah karena gadis di hadapannya tak kunjung pergi Ruben mulai angkat suara.

"Heh vampir cina ngapain lo masih disini? Udah sana pergi!" Usir Ruben dengan galak

Maya mengangguk canggung "iya kak."

Rafa mencibir "udah cocok tuh jadi ibu tiri."

Ruben mengangkat bahu "bodo amat lah"

Sedangkan Annaya tersenyum melihat Algis meminum air yang ia berikan meskipun melalui pelantara

Algis melirik Annaya sekilas dengan senyum tipis yang telah terbit bersamaan dengan hatinya yang mulai menghangat.

Thanks Nay


JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YA TEMAN-TEMAN. :)

ALNAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang