"Mbak, aku nggak tahu harus gimana lagi. Ini emang salahku. Seharusnya aku dulu tidak menuruti kata Ibu Mbak. Benar kan jadi kayak gini," ujar Wira kepada Darma yang turut sedih melihat Wira, adik suaminya seperti ini.
Darma sendiri sejujurnya juga bingung. Darma juga tidak tahu kenapa Ibu mertuanya melakukan ini kepada Wira.
"Ini bukan salah kamu Wir. Kamu udah benar menuruti kata Ibu,"
"Tapi, kenapa perintah Ibu menjadikan ku seperti ini Mbak. Apa salah aku Mbak," balas Wira sedih.
"Aku juga kangen banget sama Tirta," ujar Wira lirih.
Hati Darma semakin tidak karuan setelah mendengar nama Tirta. Selama bertahun-tahun, dirinya pun belum berhasil menemukan Tirta.
"Apalagi Farel udah seperti bukan anakku Mbak. Farel berubah Mbak," lanjut Wira.
"Iya Wir. Kamu jangan sedih. Mbak yakin semua cobaan ini dapat kamu jalanin. Wira tenang aja. Karena Farel masih bisa merasakan seorang Ibu dari Mbak," jelas Darma.
"Tapi bagaimana dengan aku Mbak? Farel sama sekali tidak mau bertemu aku,"
"Mungkin belum waktu yang tepat untuk Farel tahu semuanya,"
Rian menghela nafas pendek setelah tidak sengaja mendengar percakapan antara Ibunya dan Om Wira. Rian sendiri sebenarnya juga kesal dengan Farel karena tidak mau mendengar penjelasan Ayahnya. Mungkin sifat Farel itu akibat dari hidupnya selama ini yang tidak ada kasih sayang. Namun, seburuk apapun Ayah Farel, seharusnya Farel mencoba membuka hati.
"Farel! Lo tuh emang keras kepala," gumam Rian pelan lalu berlalu dari sana menuju garasi.
Rian melajukan motornya keluar dari garasi menuju suatu tempat di mana Farel berada saat ini. Rian yakin, Farel sedang menangkan dirinya setelah bertemu dengan ayahnya. Baru juga pulih habis berantem udah nylonong.
DUK DUK DUK
Farel menggiring bola dengan lincah sambil bergaya ala ala pemain bola lalu menendang keras ke arah gawang dan masuk. Inilah yang dilakukan Farel ketika dirinya sedang bingung dan kacau. Bermain sepak bola! Sepak bola adalah hobinya sejak kecil dan menjadi pemain sepak bola adalah impiannya. Namun semua itu mungkin hanya sia-sia kalau Farel sendiri tidak memiliki seseorang yang dirinya banggakan. Walaupun permainan Farel sangat bagus dan cekatan. Apalagi sewaktu SMP, Farel pernah direkrut sebuah klub sepak bola. Namun Farel langsung menolak. Percuma menurut Farel.
Dan seperti inilah Farel sampai saat ini. Hanya bermain sepak bola saat ada waktu luang dan kalau sedang kacau seperti saat ini. Tidak memikirkan tubuhnya yang masih lemah karena pergulatan tadi. Farel tetap asyik menggiring bola dengan bagus lalu dirinya tendang ke gawang dan seterusnya. Hingga tubuhnya yang semakin lemah, Farel tetap melakukan semua itu. Hanya inilah yang bisa dirinya lakukan untuk menghilangkan stress. Namun, yang namanya Farel itu tetap keras kepala.
BUKK
Farel ambruk begitu saja karena tubuhnya sudah tidak kuat lagi. Kepalanya pusing, nafasnya putus-putus, dan tubuhnya sangat lemas. Farel masih sadar namun sulit menggerakkan tubuhnya yang lemah. Suara langkah seseorang terdengar dari telinga Farel, dan Farel tidak tahu itu siapa. Tapi, Farel tahu suara langkah kaki itu mendekat ke arahnya. Bersamaan dengan langkah kaki yang berhenti di depannya, Farel tak sadarkan diri.
"Nak? Kamu nggak papa?" orang itu mengangkat kepala Farel sambil menggoyang-goyangkan.
"Anak ini sepertinya dehidrasi," gumam orang itu lalu merangkul Farel dan diangkat ke luar lapangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Benci dan Cinta (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction#1 in thewattys2020 (Mei 2020) #1 in benci (agt 2020) [SEBAGIAN CHAPTER DI PRIVATE, FOLLOW DULU BARU BISA BACA] Kinan sangat benci Farel. Setiap hari Farel selalu membuat ulah yang membuat Kinan teriak-teriak sekaligus kesal. Ini semua gara-gara Ki...