Chapter 22

75 19 3
                                    


Kami menyerangnya secara bersamaan, Rolan melempar piring, Khafidu memukulkan kursi yang ia pegang, Agus melempar sebuah bak sampah, Kevin, Kifli, dan aku memukulnya memakai tongkat kayu yang kami pegang. Semua serangan kami itu dia tangkis dengan kedua tangannya yang besar.

"Sial, tangannya itu kuat sekali". Kata Kifli yang jengkel sekali dengan kuatnya pembunuh itu bertahan.

Pembunuh itu lalu mendekat ke arah kami dengan cepat dan menyerang kami dengan mengibaskan kedua tangannya, aku, Agus, dan Rolan terpental ke belakang.
Kifli yang melihat itu marah, lalu memukulkan tongkatnya ke pundak pembunuh itu sampai tongkatnya patah.

"Groaa!!". Pembunuh itu berteriak. Pembunuh itu lalu menghadap Kifili.

"Lu kira gue takut!? Makan nih!!". Teriak Kifli sambil memukul-mukulnya menggunakan kedua tangannya.

"Itu gak berguna Kif!!". Aku berteriak.

Pembunuh itu mendorong keras tubuh Kifli sampai menghantap dinding.
"ARGH!!". Teriak Kifli kesakitan. Segera setelah serangan itu, Kifli langsung tumbang.

Tiba-tiba saja bpk. Wawan, Linda, Maya, Janah, Nita, Rani, Fany, Naura, bahkan Putri datang dari belakangku.

"Khida!". Panggil bpk. Wawan.

"Mundur pak!!, disini berbahaya!!". Teriakku kepada bpk. Wawan.
Bpk. Wawan yang mendengar itu langsung menurutiku dan menyuruh para perempuan agar menjauh.

"Khida!, jika kau butuh bantuan, panggil bapak!". Perintah bpk. Wawan.

"Siapp pak!".

"HRAAA!!". Agus dan Kevin berteriak sambil menyerang pembunuh itu dengan melemparinya benda-benda.
Aku pun maju dan menyerang pembunuh itu lagi dengan tongkat yang ku pegang.
Setelah aku menyerangnya dua kali, aku melihat pembunuh itu mulai bersiap menyerang, aku pun menjauh menjaga jarak darinya.
Pembunuh itu mengamuk tanpa henti.
Kulihat Kifli sudah merasa kesakitan begitu juga Rolan, dia bahkan tak sanggup untuk berdiri.
Khafidu mendatangiku. "Gimana ini Da!?". Tanya dia.

"Mana gue tau!".

"Awas, dia menyerang Da!". Kata Khafidu yang menghindar kesamping.
Pembunuh itu melempar tong sampah yang sebelumnya dipakai Agus untuk menyerang ke arahku, syukurnya aku berhasil menangkisnya dengan tongkatku.

"Sial, apa yang bisa kulakukan!?, ayolah Da, dia mungkin punya kekuatan, tapi lu punya pikiran!, dimana ide kreatif lu Daaa??". Kataku dalam hati.

Tiba-tiba aku mendengar suara Fawnia di walkie talkie. "Cek, kami telah berhasil melepaskan Fahmi dan yang lain serta Aqilla sudah bangun, gimana keadaan diluar?". Katanya.

"Sangat tidak baik!". Jawabku keras.

Tiba-tiba otakku akhirnya berhasil mendapatkan ide kreatif yang telah kutunggu. Semua itu karena aku mendengar kalimat dari Fawnia bahwa Aqilla telah bangun, aku ingat bahwa Elina pernah bercerita kalau Aqilla tertidur akibat tak sengaja menyuntikkan dirinya dengan sebuah serum yang ada diruang bawah tanah.

"Cek!, Fawnia, Cek!".

"Ada apa Da!?, ada apa!?". Jawab Fawnia.

"Apa disana ada serum eh, maksudku ada suntikan yang didalamnya ada cairannya?".

"Suntikan?..ada!, ada Da!". Jawab Fawnia.

"Nah, bawakan itu kesini!".

"Ba..,kenapa Mi?, aku masih bicara sama Khida". Kata Fawnia yang sepertinya sedang bicara dengan Fahmi
"Siap Da, aku segera menuju kesana". Kata Fahmi tiba-tiba di walkie talkie.

"O..oke, oke aku tunggu!". Jawabku.

Sepertinya Fahmi menyuruh Fawnia agar dirinya saja yang menyerahkan serum itu kesini. Dan ya, memang seharusnya begitu, aku hampir saja menyeret Fawnia ke dalam bahaya.

"Ada apa Da!?". Tanya Agus.

"Kabar baik, aku tau cara mengalahkannya".

"Ha!?, gimana Da!?". Tanya Kevin.

"Iya gimana!?". Tanya Agus lagi.

"Groaaa". Pembunuh itu mengaum.

"Nanti aja, yang pasti saat ini kita harus menyerangnya dengan sekuat tenaga".

"Sekuat tenaga? Jadi, tadi kita belum sekuat tenaga?". Tanya Khafidu.

"30 detik!, aku ingin kalian bertahan selama itu".

"30 detik?. Baiklah, aku bisa". Jawab Kifli yang tiba-tiba berdiri tegak kembali.

"Aku akan membantu dari jauh". Kata Rolan yang berdiri dari duduknya. Aku yakin disini Rolan masih merasa kesakitan tapi, sepertinya dia masih ingin berjuang bersama kami.

"Hah.., baiklah, beneran 30 detikkan Da?". Kata Khafidu yang mengambil tempat sampah untuk digunakan sebagai senjatanya.

"Ya!, 30 detik". Jawabku yakin.

"Oke!!, semangaaatt!!". Teriak Agus.

"Langsung seraaaaangg!!". Teriak Kevin sambil menyerang dengan melempar sebuah kursi kayu.
Kemudian disambung oleh tendangan dari Kifli, lemparan tempat sampah dari Khafidu, lemparan beberapa piring dari Rolan, serta pukulan tongkat kayu dan sapu dariku dan Agus.

Pembunuh itu mengamuk, dia menyerang kami secara asal-asalan, tapi serangan itu berhasil mengenai teman-temanku, aku yang lebih dulu mundur, berhasil menghindarinya tapi, sekarang tersisa aku dan pembunuh itu.

"Rasakan iniii!!". Aku menyerangnya menggunakan tongkat kayu, aku terus menyerangnya sampai tongkat itu patah.
Setelah tongkatku patah dia mendekatkan diri padaku, aku mencoba mundur darinya tapi, aku terpojok oleh dinding.

"Khida! Ini!". Tiba-tiba Fahmi muncul, dan melemparkan serumnya lewat bawah, aku langsung mengambilnya tapi, segera setelah aku berhasil mengambilnya pembunuh itu mencekekku menggunakan tangan kanannya, tanpa pikir panjang aku langsung menyuntikkan serum itu ke tangan kanannya yang mencekekku.

"Makan nih!!". Teriakku.

Tapi pembunuh itu masih mencekek leherku, sepertinya efek serum itu masih belum jalan. Tiba-tiba Fahmi melempar pembunuh itu dari belakang menggunakan tempat sampah, hal itu membuat cekekkannya sedikit melemah tapi, cekekkan itu kembali menguat lagi.
Aku hampir kehabisan nafas, tapi cekekkannya melemah drastis, tangan pembunuh itu melepaskan leherku, pembunuh itu kemudian terduduk lalu terjatuh ke lantai. Hal itu terjadi karena akhirnya efek serum itu sudah jalan.

"Uhuk!..uhuk!, tidurlah.., tidurlah yang lama". Kataku sambil menatap pembunuh itu dan memegangi leherku.

"KITA MENAAAAAAANG!!". Teriak Agus.

Turn Off Program[REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang