Kami memulai perjalanan kami untuk mengalahkan Dr. Ken lalu menyelamatkan teman-temanku.
Hari mulai gelap, bukan karena ingin malam, melainkan karena langit mulai mendung.
Saat kami sudah mulai dekat dengan sekolahan itu, kami bersembunyi dibalik pohon yang cukup besar yang berada dekat dengan tempat itu.
Memang tak bisa dipungkiri, sekolah itu memang benar-benar besar saat aku melihatnya dari luar, pantas aku begitu susah untuk saling bertemu dengan teman-temanku saat kami didalamnya.
"Baiklah, kita langsung lewat pintu depan saja". Ucap pak Justin.
"Bagaimana kalau dikunci?". Tanyaku.
"Kita hancurkan haha, tapi tenang, aku ada kuncinya kok". Jawabnya.
"Kenapa gak sekarang pak?". Tanya kak Wendy.
"Kita tunggu sampai turun hujan, baru bergerak". Jawab pak Justin.
Kami pun menunggu sampai hujan sesuai yang diperintahkan oleh pak Justin.
"Tik...".
Tetesan hujan pertama jatuh, kemudian terus bertambah, sampai menjadi deras.
"Sekarang!". Perintah pak Justin.
Dengan cepat kami segera berlari ke depan pintu masuk, pak Justin mengambil kunci yang ada dikantong mantelnya, lalu membuka pintu itu dengannya.
Saatku masuk yang kulihat hanyalah dinding, entah dari sisi kanan, kiri, maupun depan.
"Apa-apaan ini!? Kok tidak ada jalan?". Tanyaku.
"Ini hanya dinding rekayasa nak". Ucap pak Justin sambil memegang dinding yang ada didepan, setelah beberapa detik, dinding itu kemudian bergeser kesamping. Dan betapa kagetnya aku, bahwa kami berada dekat dengan ruang pengumuman.
"Akh!, ternyata selama ini, aku telah melewatinya". Ucapku.
"Bersiaplah nak, tak ada waktu untuk menyesalinya, kita akan segera berperang". Ucap pak Justin.
"Roaaa!!!". Sebuah suara auman terdengar, dan itu berasal dari para mayat hidup yang sedang menuju ketempat kami.
"Mereka datang, siapkan senjata kalian!". Ucap pak Justin.
Para mayat hidup itu berdatangan dari arah kiri kami, aku langsung mengeluarkan senjataku.
"DARR!!..DARR!!". Tembakan pertama dari pak Justin.
Aku yang awalnya ingin ikut menembak, langsung merasa lemah lesu, melihat para mayat itu ditembak oleh pak Justin, ada yang kepalanya pecah, matanya hancur, ditembak oleh pak Justin. Tapi, bukan hanya aku yang merasa begitu, kak Wendy pun batal menembaki mereka. Aku merasa bersalah menembaki mereka karena aku masih merasa bahwa mereka manusia, sampai pak Justin berkata.
" Mereka bukan manusia lagi!, jiwa mereka telah lama hilang, aku yakin jika jiwa mereka bisa bicara, pasti mereka menyuruh kita untuk tidak ragu!".
Setelah mendengar itu, aku mempererat peganganku pada pistolku lalu mengarahkannya ke para mayat hidup itu, dan "DUARR!!" Aku menarik pelatuk pistolku yang lalu mengeluarkan tembakan peluru ke arah para mayat hidup itu.
Kak Wendy yang melihat itu juga akhirnya ikut untuk menembakkan senjatanya ke arah para mayat hidup itu.
Walaupun aku telah memutuskan untuk menembak mereka, air mataku tetap jatuh, karena sebenarnya hatiku masih terasa berat melakukannya.
"Baiklah, jumlah mereka telah berkurang, Wendy antar Khida ke tempat teman-temannya!, ambil jalan memutar". Ucap Pak Justin.
"Bagaimana dengan anda pak?". Tanyaku.
"Tenang, bagian ini, aku yang atasi!, pergilah! Aku akan menyusul". Jawabnya sambil meancungkan jempolnya ke arahku.
"Ayo Khida!, serahkan saja pada ayahku!". Ucap kak Wendy.
"Ba..baik!". Ucapku yang kemudian ikut berlari dengan kak Wendy.
Kak Wendy yang tadi berlari agak jauh didepanku tiba-tiba berhenti. Aku yang melihatnya dari kejauhan, dengan cepat menghampirinya. Dan saat aku mulai dekat dengannya, aku mengetahui apa yang membuat kak Wendy berhenti.
"Da, ini si besar yang kau ceritakan?". Tanya kak Wendy dengan ekspresi wajahnya yang ketakutan.
"Iya kak, dan artinya kita sekarang dalam bahaya". Jawabku.
Aku baru ingat, kalau sudah berjam-jam sejak kami berhasil membuatnya tertidur, dan pastinya dia sudah bangun dalam kurun waktu itu.
"GROAAAAA!!!!". Pembunuh itu mengaum, dia kemudian mengambil kursi yang tergeletak dekatnya lalu melemparkannya ke arah kami. Aku dan kak Wendy segera menghindar, aku menghindar ke arah kanan sedangkan kak Wendy ke arah kirinya.
"Hah..,Hampir saja".
Saat aku terlalu merasa lega karena berhasil menghindarinya, aku tak menyadari bahwa pembunuh itu menabrakkan tubuhnya ke arah kak Wendy.
"BRUAGG!!". Kak Wendy terpental ke arah tumpukan papan-papan.
"Kak WENDYYY!!". Aku ingin menghampirinya, tapi pembunuh itu menghadangku, dia lalu mengejarku, dan aku melarikan diri darinya. Setidaknya aku berhasil menjauhkan dia dari kak Wendy.
"Baiklah, sekarang apa Da?". Tanyaku kepada diriku sendiri. Pembunuh itu sudah mulai mendekat.
Aku memberanikan diriku untuk menghadapinya, aku memberhentikan diriku, dan saat dia sudah dekat aku langsung menarik pelatuk pistolku dan menembakkannya.
"DUARR!!.DUARR!!". Pembunuh itu menahan tembakanku dengan kedua tangannya yang besar.
"GROAAA!!". Pembunuh itu marah. Dia mendekatiku, lalu mengangkatku dengan mencekik leherku sampai badanku terangkat.
"PRANGG!!". Pembunuh itu menabrakkan badanku kearah sebuah jendela kaca di ruangan pengumuman sampai kacanya pecah, dan aku termasuk kedalam ruangannya.
Aku begitu kesakitan, ada pecahan kaca yang menancap di lengan kananku, dan kepalaku mengeluarkan darah karena tergores oleh pecahan kaca.
Pembunuh itu tidak tinggal diam, dia kemudian masuk kedalam melewati jendela yang telah dia pecahkan.
Aku memaksakan diriku untuk berdiri, aku mengeluarkan pistolku, tapi karena tanganku yang kesakitan aku menjadi lambat untuk menarik pelatuknya.
"GROAAA!!". Pembunuh itu mencekik leherku lagi dan menyandarkan badanku kedinding.
"A..Akh!..ah".
Aku tak bisa bernafas, dan darahku terus keluar. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turn Off Program[REVISI]
Mystery / Thriller[END]Khida dan teman-teman di kelasnya diundang oleh seseorang kesebuah tempat yang tidak diketahui secara detail lokasinya, orang itu mengakatakan ingin membantu menghibur khida dan teman temannya berlibur setelah UN, bahkan orang itu juga mengunda...
![Turn Off Program[REVISI]](https://img.wattpad.com/cover/183969942-64-k908508.jpg)