Chapter 19

92 18 0
                                    

"Syukurlah bapak baik-baik saja". Kata Rani.
"Iya.., tapi suara tadi, itu Khida kan?". Tanya bpk. Wawan.
"Iya pak, tidak salah lagi itu Khida". Jawab Agus.
"Tapi pak, sepertinya kita cukup jauh dari mereka". Sahut Nita.
"Dilihat dari tempat kita saat ini aja ketahuan deh rasanya kita sangat jauh dengan Khida dan yang lain". Kata Agus yang melihat-melihat sekitar.
"Oh iya pak, jadi gimana ceritanya jadi bapak bisa ada disini?". Tanya Nita.

Bpk. Wawan pun menceritakan semua yang telah dia lalui sampai bisa berada di tempat yang sama seperti Agus dan yang lainnya.

"Bapak beruntung pak selamat, itu pasti pembunuhnya yang mendorong bapak". Kata Agus.

"Sepertinya begitu". Sahut bpk. Wawan.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang pak?" Tanya Naura.

"Iya pak apa?". Tanya Putri juga.

"Ya jelaslah, kita harus pergi menemui Khida dan yang lainnya, ya kan?". Kata
Rani.

"Rani benar, ayo". Kata bpk. Wawan yang berdiri dari duduknya.

"Oke, ayo". Kata Fany yang ikut berdiri.

"Baiklaaah, saatnya kita pergi ke tempat Khida!". Kata Agus dengan semangatnya.

"Semangat banget lu Gus". Kata Rani yang merasa aneh dengan sikap Agus.

"Entah kenapa hal misteri seperti ini membuatku begitu antusias" . Kata Agus.

"Kita menghadapi pembunuh loohh". Kata Nita.

"Iya, aku malah takut". Kata Fany.

Naura yang melihat teman-temannya banyak bicara merasa agak jengkel. "Yaudah, kita langsung berangkat aja dahh". Katanya.

"Tau nih". Sahut Putri.

Bpk. Wawan hanya bisa tersenyum diam melihat murid-muridnya. Tapi di dalam diri bpk. Wawan, dia merasakan rasa yang sangat takut akan terjadi sesuatu yang buruk terhadap muridnya, apalagi dia meninggalkan Linda, Janah, dan Maya.

Mereka terus menelusuri tempat yang dipenuhi mesin itu, sampai akhirnya mereka melihat ada tangga yang tergeletak.

"Lihat ada tangga!". Kata Agus.

"Berarti seharusnya ada tempat dimana kita harus memakai tangga ini". Kata bpk. Wawan.

"Nah itu yang inginku bilang". Sahut Agus.

Agus berlari menuju kedepan sekitar beberapa meter.
"Woy!, nih dia!". Teriak Agus.

"Apanya Gus?". Tanya Nita.

"Lihat!, ada lubang diatas". Kata Agus sambil menunjuk ke atas.

Dan benar, memang ada lubang yang cukup besar diatas, padahal mereka gak sadar kalau tadi sudah ada lubang juga saat mereka pertama kali menemui bpk. Wawan.
Mereka mengambil tangga yang tergeletak tadi, tangga itu adalah tangga segitiga, sehingga mereka tidak perlu menyandarkan tangga itu untuk dinaiki.
Agus menaiki tangga itu lebih dulu, sekaligus untuk melihat keadaan diatas dan saat Agus diatas.

"HA!!". Agus hampir berteriak karena apa yang baru saja dia lihat, tapi dengan reflek tangan Agus menutup mulutnya.
Agus langsung turun kembali dan memberitahukan apa yang dia lihat.

"Gimana Gus? Aman?". Tanya Rani.

"Emm.., gimana ya? Dikatakan aman sih, kayaknya aman tapi, entahlah". Kata Agus yang gak enak untuk memberitahukan apa yang dia lihat.

"Apaan sih!? Minggir, aku mau naik". Kata Nita.

"Eh Nit, jangan!". Kata Agus.

Nita tidak memperdulikan Agus, dia tetap keras untuk melihat apa yang ada diatas. Dan " AAA!!". Nita berteriak dan langsung turun.

"Ada apa Nita!?". Tanya bpk. Wawan khawatir.

"Iya ada apa Nit!?, kok lu pucat gitu sih!?". Tanya Rani.

"Aa..da.., mayat, banyak". Kata Nita gemetaran.

"Mayat!?". Kaget mereka semua kecuali Agus.

"Sudah gue bilang kan". Kata Agus.

"Kenapa lu gak bilang ada banyak mayat ha!?". Tanya Nita marah.

"Ya gue gak enak aja sama kalian". Jawab Agus sambil mengalihkan pandangannya.

"Udah-udah". Bpk. Wawan menegur mereka.

Akhirnya mereka berunding, apakah mereka harus tetap melewatinya atau tidak.

"Jangan dehh.., aku takut". Kata Fany ketakutan.

"Aku juga Fan". Sahut Putri.

"Aku juga kayaknya gak usah deh, kita cari aja jalan lain". Saran Naura.

"Tadi, aku berjalan kedepan sedikit, dan yang kulihat sekitar beberapa meter lagi hanya ada jalan buntu. Jadi, tidak ada jalan lain lagi". Kata Nita yang habis berjalan sebentar.

"Berarti tidak ada pilihan lain dong?". Tanya Nita.

"Begitulah". Jawab Rani singkat.

"Gimana pak?". Tanya Agus kepada bpk. Wawan.

"Bapak sebenarnya sangat takut jika terjadi apa-apa pada kalian tapi, kalau memang tidak ada jalan lain dengan terpaksa kita harus melewatinya". Kata bpk. Wawan.

"Kalian dengarkan?, tidak ada pilihan lain, kita harus naik keatas". Kata Agus yang berdiri dari duduknya.

"Apa kita beneran harus melewatinya?, duhh". Takut Fany.

"Tenang Fany, mereka hanya mayat kok, gak bakal ganggu kamu". Kata Rani yang berusaha menenangkan Fany.

"Yang bikin seram itu, kain putih yang ditutupin kemuka mereka itu loh, mana mereka posisi duduk lagi". Kata Agus yang tak sengaja menakuti Fany lagi.

"Duuh Gus, Fany takut lagi kan". Bentak Rani.

"Tau Gus, jangan nakut-nakutin dah". Kata Putri juga.

"Iyee maaf, yaudah ayo kita naik". Kata Agus yang mendekati tangga.

"Tunggu Gus, kali ini bapak yang akan duluan naik". Kata bpk. Wawan yang memegang pundak Agus untuk menghentikannya.

"Eh!? Baik pak, kalau itu mau bapak". Kata Agus.

"Hati-hati bapak". Kata para perempuan.

Bpk. Wawan menaiki tangga itu, dan saat dia diatas dia cukup kaget, tapi dia tetap kuat, agar bisa membantu para muridnya.
Bpk. Wawan memberikan tanda agar mereka yang dibawah untuk naik, Agus pun langsung naik yang pertama, lalu dilanjutkan oleh Rani, Nita, Naura, Putri dan Fany. Fany sempat terdiam tak berani naik keatas, tapi melihat dia tertinggal sendirian, Fany pun menaiki tangga itu, menyusul mereka.
Akhirnya mereka semua berada diruangan yang dipenuhi oleh banyak mayat yang dalam posisi duduk dan dipakaikan kain putih.

"Sana pintu keluarnya" . Kata bpk. Wawan menunjuk ke pintu.
Mereka dengan terburu-buru menuju kesana, terutama Fany dan Putri, karena mereka berdua yang sangat ketakutan.

Dan mereka kaget saat keluar karena melihat Linda, Maya dan Janah sedang berdiri dihadapan mereka.

"Eh!?". Ucap Linda.

Turn Off Program[REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang