Chapter 29

35 12 2
                                        

"Ayolah berpikir Khida, apa yang dapat kau lakukan". Batinku bicara.
Aku masih berada dalam posisi dicekik, entah berapa kali pembunuh itu mencekikku, tapi biasanya akan selalu gagal. Tapi, bagaimana dengan yang ini, apakah ini juga akan berakhir gagal.

"DUARRR!". Tiba-tiba terdengar suara tembakan yang sepertinya dekat denganku.

"GROAA!!!". Pembunuh itu tiba-tiba berteriak, dia melepaskan tangannya dariku, dan dia memegang-megang tubuh bagian belakangnya, seakan dia sangat kesakitan.
Dan ternyata dibelakangnya kak Wendy sedang memegang pistol dengan mengarahkannya ke pembunuh.

Aku menggunakan kesempatan itu, aku memaksakan tangan kananku yang terluka untuk menembakkan pistolku ke kepalanya.

"DUAARR!!".

Cipratan darah keluar dari kepalanya, dan tangan yang memegang leherku mulai melemah, pembunuh itu tumbang jatuh ke lantai.

"Ha...hah, maafkan aku". Kalimat terakhir yang kuucapkan padanya.

Kemudian aku segera mendekati kak Wendy. Aku melihat kepalanya berdarah.

"Kak Wendy, kakak gak papa!?". Tanyaku khawatir.

"Iya Da, kakak gak papa kok". Jawabnya.

"Baguslah". Ucapku dengan raut wajah tersenyum.

"Tapi sepertinya, kamu deh Da yang harus dikhawatirkan". Ucapnya.

"Ahaha, saya gak..".

"BUARRR!!...BUARRRK!!". Tiba-tiba ada suara ledakan, sekolah pun bergetar, dan lampu-lampu di langit-langit pada pecah.

"Apa-apaan ini!? Apa ini ulah pak Justin?". Ucapku yang sembari menunduk sambil melindungi kepalaku dengan kedua tanganku.

"Sepertinya mereka sudah datang". Ucap kak Wendy.

"Mereka datang? Siapa mereka?". Tanyaku.

"Tenang Da, mereka adalah bala bantuan, mereka dari kepolisian". Jawabnya dengan raut wajah senang.

"Hah?".

Suara langkah yang berlari dan terasa banyak terdengar.

"Pak!, ada orang!". Teriak salah satu polisi yang mengenakan helm dan tameng yang sedang berada tak jauh dari kami.
Polisi-polisi yang lain pun akhirnya mendatangi kami, dan pak Justin bersama mereka.

"Astaga kalian terluka, cepat medis!". Ucap salah satu polisi.

Polisi medis pun mengobati luka kami, dan setelah itu aku langsung bertanya pada pak Justin apa maksud semua ini.
Pak justin menjelaskan, bahwa selama ini mereka memang bekerja sama, hanya saja pak Justin dan kak Wendy yang lebih dulu pergi kesini untuk pemeriksaan dan pemberi kode untuk menyerang, itulah kenapa mereka bisa mendapatkan berbagai senjata. Dan yang lebih mengagetkan adalah ternyata salah satu dari polisi ini adalah orang yang pernah bekerja juga di sekolah ini. Mungkin, dia juga merasa sangat bersalah dan harus menanggung jawabi ini. Dia bernama Andi, pak Andi.

"Baiklah dari sini biar kami yang meneruskan". Ucap pak Andi.

"Bagaimana dengan para mayat hidup?". Tanyaku.

"Mereka telah ditangani oleh para anak buahku yang menjaga pintu keluar". Jawabnya.

"Baguslah, tapi maaf pak, perintah anda tidak dapat saya taati". Ucapku yang lalu berdiri.

"Apa maksudmu!? Kau sedang terluka!". Ucapnya dengan nada marah.

"Saya mohon pak, saya harus ikut". Ucapku yang keras dengan keputusanku.

"Nak, kau tak pa..!". Ucapan pak Andi terhenti saat pak Justin memegang pundaknya lalu mengatakan:

"Biarkan Di, dia berjuang begitu banyak, dia berhak mendapatkan maunya".

"Maaf, tapi saya juga ikut!". Sahut kak Wendy yang juga ikut berdiri.

"Hah.., baiklah-baiklah, aku rasa aku takakan bisa menghentikan kalian, tapi! Kalian harus berada di barisan belakang!". Ucap pak Andi yang agak terpaksa.

Aku dan kak Wendy saling memandang dengan raut wajah senang karena diperbolehkan untuk ikut.

"Baiklah, ayo bergerak!". Perintah pak Andi.

"Siap pak!!". Jawab para polisi.

Aku pun melanjutkan pejalanan untuk menolong teman-temanku bersama pak Justin, kak Wendy, serta pak Andi beserta pasuka polisnya.

Kami pergi menuju ruangan program dengan pak Justin sebagai petunjuk jalan kami. Saat kami semakin dekat, bukannya merasa senang aku malah merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Tapi, aku mencoba untuk tidak menghiraukannya.

Pak Andi masuk lebih dulu kedalam, dan kemudian kami pun mengikutinya dari belakang.

"Kita terlambat...". Ucap pak Justin.

Aku melihat pemandangan mengerikan, dimana teman-temanku semuanya berada diatas langit-langit dengan kepala belakang mereka dipasang oleh helm yang dialiri oleh suatu selang.
Aku terduduk jatuh, badanku terasa lemah melihat ini semua.
Perasaanku benar, hal buruk terjadi.

Perasaanku benar, hal buruk terjadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

                    "TIDAAAKK!!.."

Turn Off Program[REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang