Chapter 30

40 9 3
                                        

Semua orang saling menundukkan kepalanya, mengartikan bahwa mereka ikut berduka atas kegagalanku.
Pandanganku kosong, air mataku tak bisa berhenti jatuh. Aku gagal, aku merasa aku hanyalah pecundang.

"Bagaimana dengan Ken!?". Tanya pak Andi kepada pasukannya lewat alat komunikasi.

"Tidak ada pak!, disimpulkan bahwa dia sudah tidak ada disini". Jawab pasukannya lewat alat komunikasinya.

"Sial!, dia sudah kabur". Marah pak Andi.

"Apakah kita benar-benar kalah?". Tanya pak Justin sambil mengadahkan kepalanya keatas.

"Tidak!, kita belum kalah! Pak, kita harus memakainya!". Ucap kak Wendy kepada bapaknya pak Justin.

Mendengar kalimat itu, aku tersadarkan dari pandangan kosongku.

"Tapi Wen...!". Belum sempat pak Justin menghabiskan kalimatnya, aku langsung memotongnya.

"Apa itu!? Apapun itu, jika itu bisa menolong teman-temanku, tolonglah!!". Aku memohon kepada pak Justin.

Pak Justin menarik nafas panjang, seakan tak ingin mengatakan apa yang akan ia katakan.

"Khida, saat ini teman-temanmu masih belum berubah total menjadi seperti para mayat hidup itu tapi, saat ini pikiran mereka, maksudku otak mereka sudah agak rusak. Tapi, seperti yang dikatakan Wendy, kami masih bisa memperbaikinya menggunakan serum buatan kami". Ucap pak Justin.

"Ya.., gunakan! Apa yang anda tunggu!?". Tanyaku.

"Iya Justin, kenapa tak kau pakai dari tadi?". Ucap pak Andi.

"Bukannya begitu! Kami cuma berhasil membuat satu serum sempurna, dan sisanya tidak, itu berarti hanya ada satu orang yang dapat dipilih untuk disembuhkan". Kata pak Justin dengan raut wajah serius.

"A..apa, sialan!". Aku kecewa mendengar jawaban dari pak Justin.

"Tapi! Kami dapat menyempurnakan serum yang belum sempurna!". Sahut kak Wendy.

"Apa!? Bagaimana!?". Tanyaku.

"Kami harus menggunakan darahmu Da, karena serum ini dapat bekerja sempurna dengan menggunakan darah dari orang yang ada diingatan mereka". Jawab pak Justin.

"Yaudah! Pakai darahku!". Ucapku yang begitu tergesa-gesa untuk menolong teman-temanku.

"Hanya saja ada resikonya.., kau akan terhapus dari ingatan mereka". Ucap kak Wendy.

"Hei!, kenapa bisa begitu!? Itu tidak masuk akal!". Ucap pak Andi.

"Emang begitu kerjanya! Itulah kenapa harus menggunakan darah orang yang ada diingatan mereka, karena itu akan menetralkan kembali pikiran mereka, tapi ingatan yang memperbaiki itu akan hilang!". Ucap pak Justin dengan nada keras.

"Jadi, apa keputusanmu Da?". Tanya kak Wendy.

"Keputusanku?".

Aku terdiam, aku melihat ke arah para teman-temanku. Aku akan dilupakan, aku seakan tidak pernah hadir dalam hidup mereka. Tapi, apakah itu lebih buruk dari aku membiarkan mereka berubah menjadi semacam monster.
Setelah cukup berpikir, aku pun menjawab jawabanku.

"Kalau dilupakan itu mungkin memang akan terjadi, setelah ini kami semua akan lulus, dan mungkin beberapa dari kami akan susah untuk bertemu, jadi mungkin beberapa dari mereka setidaknya akan melupakan namaku. Hanya saja, yang sedih adalah aku seakan tak pernah ada dalam hidup mereka, aku bukan dilupakan tapi, aku dihapuskan".
Aku menghentikan perkataanku sejenak, karena air mataku menetes. Kemudian aku melanjutkannya.

"Tapi, aku tak mungkinkan membiarkan mereka menjadi semacam zombie yang menyerang orang-orang kan, yang ada aku hanya merasakan ketidaktenangan seumur hidupku jadi,.. aku bersedia menyumbangkan darahku!".

Turn Off Program[REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang