Part 30 ( Ama )

27.1K 1K 86
                                    

Happy Reading❤
Warning : Typo bertebaran!

"Takdir memang sudah menjadi kuasa Tuhan. Manusia hanya bisa berusaha dan percaya. Bahwa Tuhan tak akan memberikan cobaan, yang melampaui kemampuan hambanya."
~Lita Juwita~

Author POV

Motor sport milik Deon, mendarat mulus di depan rumah Caca. Dengan hati-hati Caca turun dari motor Deon sembari tangannya bertumpu pada pundak Deon.

"Makasih." Ucap Caca.

Deon tersenyum seraya mengelus puncak kepala Caca, "Iya."

"Mau mampir dulu?"

"Gak usah. Langsung pulang aja. Jangan lupa makan. Jangan tidur malem-malem. Jangan-"

"Selingkuh!"

Deon terkekeh, "Nah iya itu. Yaudah, aku pulang. Nanti aku chat."

Caca mengangguk, "Hati-hati."

"Iya."

Deon kembali melajukan motornya membelah jalan Yogyakarta. Lalu, Caca memasuki rumahnya.

"Assalamualaikum..." salam Caca saat memasuki rumah.

"Waalaikumsalam." Jawab Runi dan Zigas kompak.

Runi dan Zigas sedang duduk di sofa yang ada di ruang keluarga. Dengan tangan Runi yang sedang memegang sebuah album.

Album tersebut berisikan foto-foto semasa kecil Zigas dan Caca. Dan seorang anak laki-laki yang sudah tiada. Kakak kedua Caca, atau bisa dibilang adik pertama Zigas.

Melihat mata Runi yang sembab, membuat Caca khawatir tentang keadaan Mamanya. Dan langsung duduk menghampiri Runi yang sedang menatap sendu foto anak keduanya itu.

"Mama kangen...hiks...hiks..." ucap Runi menagis. Sebenarnya ia seringkali menangis saat melihat foto anaknya yang sudah tiada itu. Namun, Runi tak pernah menampakkan rasa sedihnya pada semua orang yang ada dirumah.

Entah mengapa saat ini, Runi sangat rindu kepada anaknya. Masih teringat dikepalanya, ia masih mengelus putranya yang berusia satu tahun saar itu.

Takdir memang sudah menjadi kuasa Tuhan. Manusia hanya bisa berusaha dan percaya. Bahwa Tuhan tak akan memberikan cobaan, yang melampaui kemampuan hambanya.

Caca mencoba menenangkan Runi dengan mengelus bahunya. "Kak Ama udah bahagia di Surga, Ma. Percaya deh sama Caca."

Zigas yang melihat Adik dan Mamanya menangis, membuat dirinya juga ikut larut dalam suasana ini. Jika boleh jujur, Zigas sangat merindukan adik laki-lakinya itu.

Rindu main bersama. Rindu mandi bersama. Rindu berebut mainan bersama. Rindu akan keberadaan sosok adik laki-laki.

Karena jarak usia yang tak jauh, membuat Zigas dan Ama menjadi seperti teman sepermaian.

"Ih... Mama jangan nagis...hiks...kan Caca jadi ikutan nangis..." rengek Caca pada Runi yang sekarang sudah dibanjiri air mata.

"Mama juga gak tau, tiba-tiba mama kepikiran hiks... sama Ama... Mama kangen banget. Pengen meluk dia. Pengen mengelus puncak kepalanya. Mengecup kedua pipinya. Hiks.. andai waktu bisa di ulang kembali... hiks..."

"Mama bisa menyelamatkan dia dari kebakaran itu... tapi sayangnya Mama gagal hiks... Mama dan Papa gagal menyelamatkan Ama... hiks. Saat itu, Mama merasa bodoh jadi seorang ibu, Mama gak bisa tolong Ama... yang saat itu sedang main dengan Supir Papa."

"Rumah terbakar habis, tak tersisa. Dan Mama hanya dapat menyelamatkan kamu dan Zigas. Yang memang saat itu, sedang bersama Mama di ruang keluarga. Sedangkan Ama? Hiks... Ama tak tertolong..."

Possesive! [ TAMAT ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang