"Karena kebencian yang sering di ucapkan, bisa-bisa berbuah manis menjadi doa yang penuh kasih sayang. Berhati-hatilah."
.
.
.
.
.
.Katakan saja Archie gila, tapi ia sedari tadi masih tidak bisa berhenti tersenyum.
Tidak peduli seberapa banyak Stella mengatakan dirinya orang gila, Archie tetap tersenyum seolah tidak bisa sama sekali menutupi kegembiraan di dalam hatinya.
Akibat bermalam di puncak, Stella yang juga dalam kondisi mabuk tadi malam akhirnya bangun kesiangan dan melewatkan sekolah. Archie tidak mengerti untuk alasan apa tapi sepertinya dari wajah cewek itu saja ia sedang memikirkan sesuatu yang berat.
Dan mungkin karena itu pula, Stella memilih enggan datang ke sekolah dan duduk termangu di sisi kolam renang villa.
Archie yang berjongkok entah sudah berapa lama di samping cewek itu hanya bisa diam dan tersenyum layaknya orang bodoh.
Walau hati Archie di liputi sejuta keingin tahuan, ia tetap memutuskan tak ingin bertanya masalah Stella apa dan memilih memandangi wajah cewek itu dari samping.
"Sumpah ya, panas muka gue gara-gara kedua mata lo itu!". Omel Stella untuk yang kesekian kalinya.
"Panas? Mau gue dinginin nggak? Sini gue tiup?".
Archie pun memonyongkan bibirnya mendekat ke arah pipi Stella. Namun, bukan Stella namanya kalau ia tidak bisa membaca gerak-gerik buaya darat macam Archie.
Stella tanpa ragu mendorong jidat Archie hingga cowok itu hampir terjatuh ke kolam.
"Heh, untung gue nggak jatoh". Ucap Archie seraya mengusap dadanya tanda syukur.
Stella hanya mendelik malas. Ia masih tidak ingin pulang ke rumahnya, kalau bisa ia tidak ingin pulang lagi ke rumah itu untuk selamanya.
Stella terlalu sakit hati dengan semua perkataan ayahnya tadi malam. Pria itu bilang Stella anak yang tidak berguna hanya karena nilai-nilainya belakangan ini menurun.
Memangnya nilai lebih penting daripada memberikan kasih sayang pada anak sendiri?
Memangnya nilai segitu pentingnya sampai ayahnya tidak lagi memiliki akal sehat untuk menyaring omongan yang baik bagi mental anaknya sendiri?
Stella tidak habis pikir.
Kenapa ia bisa terlahir di keluarga seperti itu?
"Oi jangan bengong!". Seru Archie.
Stella melirik ke arah cowok itu. Entah kenapa Tuhan malah mempertemukannya dengan spesies buaya langka ini?
Tapi sedikit banyak Stella mulai bersyukur. Karena kalau Archie tidak ada tadi malam mungkin nasibnya berakhir buruk pagi ini. Tapi biarlah ucapan terimakasih itu menggantung di hati Stella saja. Cowok itu bisa besar kepala kalau menerima ucapan terimakasih dari dirinya.
"Lo kenapa nggak masuk sekolah?". Tanya Stella membuka pembicaraan.
Archie tersenyum manis. "Karena lo nggak masuk".
"Ngapain ikut-ikut gue?".
"Kan gue nggak tega ninggalin lo sendirian disini". Jawab Archie sok manis.
Stella memutar bola matanya sebal. "Buaya tuh kalau ngomong kelihatan banget bohongnya". Sindir Stella.
Archie langsung terkekeh. "Awas cinta sama buayanya". Ucap Archie lengkap dengan siulan yang menjengkelkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TELL ME WHAT IS LOVE (kaistal)
FanfictionArchie adalah cowok dengan karakter sampah yang menurut Stella benar-benar mampu mencemari kehidupannya. Pluviophile bernama Stella Gianni Moon itu tidak pernah merasa nyaman saat berbagai kegiatan entah di sekolah atau di luar mempertemukannya deng...