Apa yang sulit didunia ini?
Menjaga.
Ya, yang sulit itu menjaga. Mulai dari menjaga perasaan, menjaga sesuatu agar tak hilang dan yang lebih sulit adalah menjaga istri yang kelewat cantik. Punya istri yang cantiknya diatas rata-rata adalah sebuah...
Aku menatap haru wajah suamiku yang mengekspresikan kegembiraan saat mendengar pernyataan dokter. Ya, aku positif hamil. Tapi aku masih tak menduga dengan semua ini. Aku hamil diusia muda.
Iqbaal merangkul pinggangku mesra. Kami hendak melangkah masuk kedalam rumah, namun aku menyadari tubuh suamiku yang menegang saat menatap deretan mobil yang terparkir dihalaman rumah kami. Tidak banyak, hanya sekitar tiga mobil.
Sesaat tubuh Iqbaal kembali rileks dan aku menyadarinya meski tadi pria itu langsung menyembunyikan ketegangannya. Entahlah, apa yang membuat suamiku merasa tegang.
Sekarang aku tahu, deretan mobil dihalaman rumah kami adalah mobil ibu mertua dan adik iparku. Mereka datang berkunjung, dan ini adalah momen yang pas untuk memberi tahu mereka tentang aku yang tengah mengandung. It's surprise!
Disini lah aku, duduk diantara ibu mertuaku dan juga Salsha. Mereka memelukku hangat dan tersenyum haru saat Iqbaal memberitakan kehamilanku. Ibu mertuaku mencium pipiku, namun sebelum itu ia sempat bertanya mengenai pipi kiriku yang terluka dan aku menjawabnya hanya dengan mengatakan ini hanya luka kecil, ibu. Walau sempat khawatir, namun aku berhasil menenangkannya. Dia sangat menyayangiku.
“Aku sangat senang mengetahui ini, sayang. Aku akan mempunyai cucu, oh my God!” serunya dan aku hanya tersenyum.
Berbeda dengan Salsha. Adik iparku itu masih dengan wajah terkejutnya saat mendengar aku hamil. Lalu ia menjerit histeris membuat Iqbaal menginterupsi nya untuk diam.
“Kau ini!” Salsha melempar Iqbaal dengan bantal sofa. “Aku sangat tidak sabar menggendongnya! Hey baby, cepatlah lahir. Bibi sudah tidak sabar mengajakmu ke salon” ucap Salsha mengelus perutku lembut.
Aku melihat Iqbaal mendecih mendengar perkataan adiknya. “Memangnya kau tahu anakku laki-laki atau perempuan?”
“Tidak. Tapi aku berharap jika keponakanku perempuan” kata Salsha congkak. Dia menaikkan dagunya ke arah Iqbaal sambil memasang wajah angkuh.
“Aku yang punya anak, tapi kau yang berharap. Lebih baik jika kau menikah” balas Iqbaal menatap wajahku. Dan aku yang ditatap seperti itu menunduk malu. Entahlah, hormonku sedang tidak beraturan. Terkadang aku ingin bermesraan dengan Iqbaal hingga melewati batasanku, terkadang aku malu meski hanya ditatap. Seperti sekarang ini.
“Nanti, aku masih mengejar karirku. Sudahlah, aku ingin ke taman belakang” Salsha bangun dari duduknya dan berlalu dari ruang tamu, sebelumnya dia sempat mencium pipi kananku.