05

9.8K 1.7K 231
                                    




Jisung duduk di bangkunya dengan wajah yang bermasalah. Ia menggigiti jarinya sambil menatap keluar jendela, melihat kelas lain olahraga.

Sungguh dia merasa bersalah karena menjatuhkan gelas-gelas itu kemarin. Chenle tidak memberikannya kesempatan meminta maaf kemarin.

Tapi, sejak kapan Chenle memberinya kesempatan untuk meminta maaf?

Jisung mengacak rambutnya kesal. Ia mengusap wajahnya lelah. Tentu semuanya salahnya. Andaikan ia tidak meninggalkan Chenle waktu itu, semua pasti akan baik-baik saja. Semuanya salahnya.

"Kau tidak apa-apa Sung?"

Jisung menoleh melihat Seonho yang duduk di sebelahnya. "Aku tidak apa-apa."

"Kau terlihat stress."

"Stress karena matematika. Tenang saja." ucapnya. Seonho tersenyum mengiyakan pernyataan Jisung itu. Jisung sendiri masih frustasi karena lelaki bernama Chenle itu.

"Terserah, aku akan menemuinya saat istirahat nanti." gumam Jisung pelan begitu guru datang.








TET!





Jisung keluar kelas dengan tergesa-gesa. Ia sudah melupakan fakta bahwa Mark dan Jeno kini menunggunya untuk pergi ke kantin.

Prioritasnya sekarang adalah Zhong Chenle seorang.

Lelaki itu tidak tau kemana biasanya ia pergi saat istirahat. Ia juga tidak mungkin bertanya pada murid lain perihal Zhong Chenle karena ia tau semua orang tidak menyukai lelaki mungil itu.

Ia mengecek mulai dari lapangan basket, kantin, taman belakang, rooftop, hingga kamar mandi namun nihil. Ia tidak ada.

Apa mungkin Chenle tidak masuk? pikir Jisung.

Ia masuk ke perpustakaan sebagai harapan terakhir. Berharap menemukan sosoknya di antara tumpukan buku ini. Nyaris saja harapannya pudar, namun netranya menangkap lelaki bersurai blonde yang kini berjinjit mengambil sebuah buku.

Jisung tersenyum dan menghampirinya. Ia mengambil buku itu—membantunya dan menunduk, matanya bertatapan langsung dengan bola mata obsidian yang indah itu. Jisung menatapnya sedikit lama, terpaku dengan sepasang mata yang jernih itu sebelum yang lebih pendek berdehem.

"Ah, ma..maaf—"

Namun lelaki mungil itu berbalik tak menghiraukan Jisung. Panik, ia meraih tangannya dan menariknya mendekat.

Pekikan kecil terdengar dan Jisung dapat melihat raut wajahnya yang kaget.

"Lepaskan tanganku."

Jisung mengerjapkan matanya. Terkejut karena suaranya tidak berubah sama sekali semenjak dulu.

"Jika kulepaskan kau akan kabur lagi."

Chenle menatap Jisung agak tersinggung. Mungkin karena mengira Jisung menganggapnya seperti binatang yang kabur saat tidak diawasi tuannya.

"Mau apa kau?"

"Aku hanya ingin meminta maaf. Soal kemarin." ucap Jisung. "Sungguh aku tidak melihatmu, dan aku akan membayar kerugian—"

"Tidak usah." ucapnya ketus. Ia menarik tangannya paksa dan pergi melewati Jisung yang terdiam.

"Tunggu Chenle!"


"Ssssh!"


Jisung menoleh melihat petugas perpustakaan yang menyuruhnya untuk diam. Jisung mengatupkan bibirnya dan pergi menyusul Chenle keluar perpustakaan.

"Zhong Chenle!"

Jisung mengejar Chenle dan memegang bahunya. Chenle mengalihkan tangan besar Jisung dari bahunya dan menatapnya tidak suka. "Apa lagi?!"

"Aku—"

"Kau sudah meminta maaf tentang kejadian kemarin. Aku tidak peduli dengan kejadian kemarin. Sekarang tolong tinggalkan aku sendiri."

Jisung terdiam. Menatap punggung Chenle yang sudah berbalik meninggalkannya.

Ia menghela nafas. Jemarinya mengacak rambutnya kesal dan pergi ke arah yang berlawanan.


***


"Jisung meminta maaf padamu?"

Chenle mengangguk. Jaemin menatapnya kagum. "Tak kusangka dia bisa meminta maaf."

"Bukankah kau dulu pernah berpacaran dengannya?" tanya Renjun.

"Renjun, dia berpacaran dengan semua orang di sekolah ini. Kecuali kita tentunya." Haechan mengingatkan. Renjun mengangguk mengiyakan.

"Maka dari itu aku kaget! Dulu dia benar-benar dingin padaku. Sehingga kami hanya berpacaran 3 hari saja."

"Dasar gila." Renjun menggelengkan kepalanya.

"Lalu? Kau jawab bagaimana?"

"Kuusir dia. Aku muak melihat wajahnya." dengus Chenle kesal. Ia menyeruput milkshakenya dengan emosi.

"Aku lupa bagaimana kau bisa bermusuhan dengannya." Haechan berpikir. "Dia.. umm.."

"Dia meninggalkanku." ucap Chenle. "Pura-pura tidak mengenaliku. Semua karena aku adalah anak bodoh."

"Oh.."


Dulu Chenle dan Jisung berteman. Sangat dekat. Chenle yang pertama kali menghampiri Jisung yang tidak mempunyai teman. Mereka sering bermain bersama sepulang sekolah, bermain di rumah besar Chenle yang megah. Itu masa yang indah. Keduanya berjanji akan terus bersahabat sampai tua nanti.

Hingga saat sekolah dasar, Jisung yang notabene anak yang sangat pintar, sopan dan patuh pada guru, sehingga semua orang menyukainya. Berbeda dengan Chenle yang terkesan urakan dan tidak bisa mencerna materi pelajaran dengan baik. Dari situ, persahabatannya mulai merenggang.

Jisung mulai mengabaikan Chenle, sibuk dengan teman-teman barunya dan klubnya. Meninggalkan Chenle sendirian.

Saat smp, semua itu terulang. Jisung si bintang sekolah dan Chenle, si anak bodoh. Chenle diejek berkali-kali karena nilainya yang menyedihkan, berbanding terbalik dengan Jisung dengan nilainya yang fantastis. Jisung disayangi semua orang dan ia melupakan bahwa dulu ada seseorang bernama Chenle yang ada disisinya disaat semua orang menjauhinya.

Puncaknya adalah ketika orang tua Chenle kecelakaan. Chenle yang terpuruk  menelepon Jisung karena butuh seseorang untuk menghiburnya. Namun lelaki itu tidak mengangkatnya dan bahkan memblokir nomornya. Sakit hati, Chenle mulai menghapus setiap memori bersama Jisung di otaknya dan memulai hidup baru.

Hidup sebagai Chenle yang baru.

Dan sejak saat itu, Chenle menolak untuk berurusan dengan Park Jisung.




To Be Continued

abandon.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang