17

7.5K 1.3K 133
                                    




Justin melakukan pemanasan dengan malas-malasan. Hari ini sangat panas dan tubuhnya sudah berkeringat walaupun baru saja mulai. Ingin rasanya tidur di bawah pohon atau berdiam diri di dalam studio musik yang acnya dingin itu.

Ia menguap lebar hingga matanya menangkap seseorang yang menyita perhatiannya akhir-akhir ini. Yang membuat jantungnya berdetak tidak karuan sehingga ia harus memeriksanya ke dokter.

"Chenle!" panggilnya keras.

Yang dipanggil menoleh dan berjalan menghampirinya. "Halo. Pemanasan ya?"

"Ya. Aku malas sekali."

"Hmm iya sih, hari ini panas." Chenle menyipitkan matanya. "Semangat saja ya,"

"Bagaimana lagi." Justin menghela nafas. "Ini sudah jam 4 tapi hawa pun masih terasa panas.

"Padahal musim panas sudah berlalu."

"Lapisan ozon kita sudah menipis sih."

Chenle tersenyum tipis. "Ya, kurasa." Ia masih setia menonton Justin yang peregangan. Lelaki itu memakai kaos tanpa lengan, meperlihatkan ototnya yang sudah terbentuk. Berbanding terbalik dengan Chenle.

"Jangan dilihatin terus dong."

"Huh?"

"Jadi malu."

"Baiklah."

"Ah! Aku hanya bercanda!" ucap Justin panik. "Kau boleh melihatiku selama berjam-jam."

"Untuk apa?"

"Yah aku kan, tampan."

Chenle memukul lengan Justin keras dan menggelengkan kepalanya. "Aku pergi dulu. Lanjutkan pemanasanmu itu."

"Tunggu!"

"Apa lagi?"

"Tidak apa, hanya saja, kau manis hari ini. Ah setiap hari pun juga manis kok!"

Chenle menaikkan alisnya bingung, "Kau berbicara seperti itu karena ingin kubelikan minuman?"

"Tidak. Aku tulus padamu. Tapi jika kau mau sih.. hehe."

Chenle memutar bola matanya lalu mengangguk. "Baiklah tunggu dulu disini."

"Oke!"


Chenle berjalan ke kantin untuk membeli air putih dingin. Rasanya ia pun kasian pada Justin yang terlihat sangat menderita disana. Lagipula air putih harganya murah, hitung-hitung sedekah.

Chenle menekan tombol vending machine dan berjongkok untuk mengambil minumannya. Namun sebelum ia dapat mengambilnya, sebuah tangan lain lebih dulu mengambilnya.

"Eh?"

Chenle mendongak melihat Jisung yang kini berdiri sambil memegang botol minumnya. "Terima kasih."

"Itu bukan untukmu."

"Oh ya? Untuk siapa? Kau sendiri?"

Chenle merebut botol itu dari tangan Jisung. "Untuk orang lain. Kalau mau, belilah sendiri."

"Orang lain siapa?"

"Bukan urusanmu."

Jisung terdiam lalu mengikuti Chenle dari belakang. Chenle sendiri tidak peduli dan terus berjalan kembali ke Justin. Mereka sampai di lapangan dan Chenle berlari menghampiri Justin yang terbaring di lapangan.

"Justin."

Justin membuka matanya dan melihat Chenle yang berlari ke arahnya. Senyumnya melebar melihat Chenle yang imut itu.

"Hati-hati! Kau bisa jatuh!" ucapnya lalu berdiri menuju Chenle.

Chenle memberikan botol minuman itu pada Justin. "Ini."

"Terima kasih! Kau baik sekali."

"Ini hanya minuman."

Justin tersenyum pada Chenle namun matanya menangkap sosok Jisung yang ada di belakang. "Kenapa Jisung bersamamu?"

Chenle menoleh ke belakang lalu mendengus saat melihat Jisung. "Entahlah."

"Huh." Justin tertawa sinis lalu menatap Chenle seakan-akan dia adalah harta yang harus dilindungi. Ia mengelus rambutnya lembut. "Aku akan menemuimu nanti."

"Huh? Kenap—"

"Tidak boleh ya aku menemui orang yang kusukai?"








***





"Dia jelas menyukaimu."

Chenle menatap Jisung datar. "Lalu?"

"Aku memberitahumu."

"Ok.

Jisung berdecak, "Dan kau tidak merasa terganggu atau apa?"

"Aku lebih terganggu dengan kau yang mengikutiku Park Jisung."

Jisung menghela nafas lalu bersandar di loker. Menatap Chenle yang mengambil buku-bukunya darisana. Chenle menghentikan kegiatannya menata dan mengambil bukunya lalu menoleh ke sampingnya.

"Kau mau bicara apa Jisung?"

"Kau kapan akan mewawancaraiku?"

Chenle baru ingat dengan tugas wawancaranya. "Jum'at mungkin. Entahlah, kau ada latihan basket kapan?"

"Besok."

"Tau gitu tadi aku mewawancarai Justin.." gumam Chenle pelan namun masih dapat didengar Jisung.

"Tidak boleh."

"Apa?"

"Kau tidak boleh mewawancarai Justin."

"Memangnya kau siapa seenaknya melarangku?" tanya Chenle sambil menutup lokernya. Ia pergi meninggallkan Jisung ke kelasnya.

"Kau tidak boleh. Kau sudah janji mewawancaraiku."

"Seingatku aku tidak janji. Awalnya aku kan ingin mewawancarai kapten basketmu. Lalu kau menyuruhku mewawancaraimu."

"Karena lebih cepat denganku."

"Memangnya kenapa sih, Justin anak baik."


"Aku tidak suka."


Chenle tertawa kecil, niatnya bercanda. "Apa kau cemburu?"


Chenle pergi tanpa menunggu jawaban Jisung namun jawabannya mampu membuat lelaki itu membeku di tempat.


"Ya."



To be Continued

Nct dream menang!!! 🥳🔥🎊🎉

abandon.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang