18

7.4K 1.3K 60
                                    




"Dia keren sekali."

Jaemin menghela nafas sambil menyandarkan kepalanya ke bahu Chenle. Ia menatap Jeno berbinar-binar. "Oh dia begitu sempurna."

Chenle tidak peduli. Ia sibuk memikirkan ucapan Jisung kemarin. Lelaki itu terus mengucapkan hal-hal yang seperti kemarin dan itu membuatnya bingung. Dan membuat jantungnya berdegup tidak karuan. Itu tidak baik bagi kesehatan jantungnya.

Matanya mengikuti Jisung yang berlari bersama Jeno di lapangan.

Ini tidak baik, seharusnya dia tidak menyukai mantan temannya itu. Nope!

Lebih baik ia melihat Justin.


"Aku melihatmu menatap Justin~"


Chenle melihat Jaemin yang kini tersenyum menggoda. Ia mendengus, "Tidak boleh?"

"Yah, aku hanya menunjukkannya." ucapnya. "Kukira kau akan lebih tertarik pada Jisung."

Chenle menghela nafas.

"Untuk apa."

"Mungkin saja."

"Ngomong-ngomong kapan Renjun hyung datang?"

"Entah, mungkin dia masih sibuk bersama Yukhei Wong." Alis Jaemin naik turun dan Chenle langsung mendorong wajah aneh itu menjauh. 


"Aku sedang apa?"


"Renjun!"

Jaemin dan Chenle menoleh dan tersenyum saat Renjun kini menatap mereka garang. "Halo injunnie!"

"Kalian berbicara tentangku huh?"

"Iya. Tentangmu dan Yukhei Wong!" Goda Jaemin. Renjun memukul Jaemin beberapa kali sehingga Chenle harus memisahkan keduanya.

"Aku benar-benar tidak paham kenapa aku harus kesini."

"Untuk melihat seseorang yang sempurna bernama Jeno Lee."

"Dih."

Mereka bertiga lanjut menonton latihan itu. Chenle menghela nafas saat melihat Jisung yang kini melempar bola ke net. Memikirkan perasaannya yang aneh.

Renjun yang menyadari itu langsung menoleh, "Ada apa?"

"Tidak apa-apa."

Renjun menyipitkan matanya. "Kau tidak bisa membohongiku Chenle." ucapnya. "Ayo mengobrol nanti."

Chenle tidak menjawab. Toh nantinya Renjun akan tetap menggeretnya untuk berbicara.

Mungkin dia akan memberitahu perasaannya.





***


"Jadi beritahu aku."

Chenle duduk di depan Renjun dan menghela nafas. "Hanya saja," ia menarik nafas dalam, "entah kenapa, perasaanku pada Jisung berubah."

"Apa maksudmu? Berubah bagaimana?"

"Berubah. Entahlah, rasa benciku tidak terlalu dalam lagi. Dan..." Chenle mengacak rambutnya. Ia menoleh kesana-kemari takut ada yang mendengar.

"Tenang, tidak ada yang tau, toh siapa yang mengerti bahasa cina disini?"

"Aku berjaga-jaga." jawab Chenle. "Ngomong-ngomong, ia sering berbicara hal-hal yang aneh."

"Seperti?"

"Seperti bilang kalau dia cemburu dan melarangku dekat Justin. Ugh, kau tau aku lemah dengan kata-kata itu! Dan jantungku berdegup sangat kencang setiap aku melihatnya sekarang."

"Tak hanya itu dia juga sering melakukan skinship denganku sekarang! Apa dia gila?! Dia pikir dia sudah cukup dekat denganku untuk melakukan itu?!"

Renjun menatap Chenle yang kini mengacak rambutnya frustasi.

"Chenle."

Chenle mendongak, menatap lurus Renjun di matanya. "Apa?"

"Aku rasa kau sudah melupakan rasa bencimu karena rasa itu sudah digantikan dengan rasa cinta."

"Cinta?"

"Mungkin terlalu cepat, mungkin suka."

"Aku tidak menyukainya."

"Tapi semua yang kau rasakan mengarah pada kenyataan bahwa kau menyukainya. Chenle, tidak usah mencoba menyangkal perasaanmu hanya karena egomu." ucap Renjun. "Dia pasti punya alasan karena tidak menjawab teleponmu dulu."

"Dia punya. Tapi aku belum bisa memaafkannya."

"Aku tidak memintamu memaafkannya. Aku hanya memintamu agar tidak menyangkal perasaanmu."


Chenle terdiam.


"Karena jika kau menyangkalnya, pada akhirnya kau yang tersakiti."

Chenle menghela nafas, "Ya terserah lah. Ngomong-ngomong, aku diajak pergi ke taman bermain dengannya."

Renjun melotot, "Kau diajak kencan dengannya?!"

"Itu bukan kencan!"

"Oh bagiku itu terdengar seperti kencan." Renjun mengangguk. "Pergi ke taman bermain adalah ide klasik untuk kencan pertama!"

"Awalnya ia hanya ingin mengajakku menonton tapi—"

"ITU BENAR-BENAR AJAKAN KENCAN!"

"Bukan! Dia hanya mengajakku karena merasa bersalah sewaktu menonton film sejarah itu ketiduran."

"Itu hanya alasan. Yah mungkin dia memang bersalah tapi ia juga ingin mengajakmu kencan!"

Chenle terdiam. Apa benar?

"Kau menerimanya tidak?"

"Ya. Dengan syarat aku harus mewawancarainya."

"Untuk?"

"Untuk klub jurnalistik."

"OH APAKAH KAPAL CHENSUNGKU AKAN BERLAYAR?"

"Kapal apa?"

"Chensung. Kapal Chenle dan Jisung!"

"GEGE!"

Renjun mencubit pipi Chenle dan menepuk pundaknya beberapa kali. "Jangan khawatir. Jika ia menyakitimu, aku akan membalasnya."

"Kuharap tidak."

"Akupun juga berharap tidak. Kau sudah terlalu menderita Chenle." Renjun mengelus rambut Chenle, "Kau tidak apa-apa?"

"Ya, tenang saja."





Chenle akan selalu baik-baik saja, walaupun sebenarnya ia tidak.

abandon.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang