19

7.7K 1.3K 210
                                    




Chenle menatap pantulan dirinya di cermin. Ia menarik nafas dan mengangguk, merasa puas dengan dandanannya. Ia akan pergi ke taman bermain dengan Jisung. Dan ia harus tampil bagus.

Bukan apa-apa, dia hanya ingin menghormati Jisung.

Chenle keluar dari kamar apartemennya dan pergi ke halte bis untuk pergi ke taman bermain. Ia tersenyum melihat pantulan dirinya di kaca-kaca toko. Sesekali merapikan rambut pirangnya.

Ia menaiki bis sambil bersenandung kecil. Matanya melihat jalanan yang cukup ramai. Moodnya benar-benar bahagia sekarang. Sudah lama ia tidak pergi ke taman bermain. Semenjak orang tuanya tiada.

Ia sampai di tujuannya lalu berjalan menuju taman bermain sambil membuka hpnya.


Chenle baru sadar ia tak memiliki nomor Jisung.


Ia menggeram kesal dan pasrah mencoba mencari sosok Jisung di antara para pengunjung ini. Ia mengeratkan jaketnya karena udara musim gugur yang dingin. Sambil berdoa Jisung segera datang dan menemukannya.


"Chenle!"


Chenle menoleh dan tersenyum kecil. Lega lelaki itu datang. Jisung sendiri menatap Chenle dari atas ke bawah dan mengakui bahwa ia sangat manis sekarang. Ah, Chenle setiap hari sudah manis kok.

"Sudah lama?"

"Barusan."

"Maaf, aku membeli tiketnya tadi."

"Tidak apa-apa."

"Jadi kita masuk?"

Chenle mengangguk dan mengikuti Jisung ke pintu masuk. Mereka dicek sedemikian rupa dan akhirnya masuk ke dalam.

"Jadi kau mau pergi kemana dulu?"

"Terserah. Kau kan yang mengajakku."

"Baiklah..."








Pertama, mereka pergi menaiki permainan halilintar. Sungguh bencana bagi Jisung karena Chenle berteriak tepat di telinganya. Yang kedua adalah roller coaster. Teriakan Chenle memang memekakkan telinganya tapi ia senang karena Chenle memeluknya. Itu lebih dari cukup.

Ketiga mereka menaiki wahana seram lainnya—sepertinya telinga Jisung akan tuli setelah ini, lalu kelima mereka menaiki bianglala.


"Chenle buka matamu."


"Aku takut."


Jisung mengulurkan tangannya sedangkan Chenle memandangnya bingung seperti anak anjing yang hilang. "Kenapa kau mengulurkan tanganmu?"

"Pegang, agar kau tidak takut."

"Tch, tidak usah."

"Aku hanya menawarkan."

"Perbuatanmu itu hanyalah modus belaka Park."

Jisung tersenyum kecil, memang sih, tidak sepenuhnya salah. Tapi ia ingin sekali memegang tangan mungilnya yang lembut. Ia menatap Chenle yang sibuk menutup matanya sambil sesekali mengintip keluar. Lucu sekali.

Ia melihat arlojinya. Mereka akan menaiki carousel dan melihat kembang api yang nanti dimulai pukul 8 malam. Ia sudah merencanakannya.

"Hei Jisung, apa kau tidak ingin membeli cemilan setelah ini?" 

"Kau mau apa?"

"...churros?"

"Baik, kurasa aku pun juga lapar."

Senyuman Chenle langsung tercetak jelas di wajahnya. Jisung harus menahan diri agar tidak meleleh melihat senyumannya. Mereka keluar dari kapsul bianglala itu dan turun ke bawah untuk membeli cemilan. Ini sudah jam 6 sore dan mereka belum memakan apapun sejak datang jam 1 tadi.

abandon.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang