10

9K 1.5K 244
                                    


Chenle menggigiti ujung jarinya. Memikirkan perkataan Jisung kemarin. Kenapa? Kenapa dia bicara seperti itu? Chenle sudah tidak mau ada di sisinya lagi. Enak saja.

Ia mengacak rambutnya kesal. Ia kini fokus menata uang di mesin kasir.

"Ada masalah Chenle?"

Chenle menengok melihat Taeyong. Ia menggeleng, "Tidak ada hyung."

"Menurutku kau sedang memiliki masalah cinta ya?" Nimbrung Yuta, salah satu rekan kerjanya.

"Apa? Bukan!"

"Ah aku juga pernah mengalami ini. Siapa dia? Perempuan? Laki-laki?" Tanya Jungwoo.

"Kubilang bukan! Tenang aku hanya frustasi saja."

"Tentang?" Doyoung akhirnya ikut pembicaraan ini karena tidak ada kerjaan.

"Hanya temanku."

"Teman atau teman?" Yuta menaik turunkan alisnya dan menatapnya menggoda.

"Hm, bukan teman sih, mantan teman."

Jungwoo terkesiap. Tangannya menutupi mulutnya dramatis. "Kenapa?"

"Dia melakukan kesalahan jadi kami tidak berteman lagi. Tapi sekarang tiba-tiba dia ingin berteman denganku lagi, setelah 3 tahun."

Doyoung mengelus dagunya, "mungkin dia dihantui rasa bersalah."

"Atau dia menyukaimu!" Ucap Yuta senang.

"Yuta! Ini bukan fanfiksimu!" Taeyong memukul punggung Yuta keras. Yuta sendiri mengelus punggungnya sambil mengerucutkan bibirnya.

"Siapa namanya?"

"Park Jisung." Ucap Chenle. Namun sedetik kemudian ia menatap keempat hyungnya bingung. "Kenapa bertanya namanya?"

"Berjaga-jaga. Jika ia menyakitimu kami akan siap menghajarnya." Doyoung memukul tangannya sendiri, seperti bersiap-siap untuk menjotos seseorang.

"Aku tidak apa-apa." Chenle tersenyum."Terima kasih."

"Untuk Chenle tersayang kami akan selalu siap."


***


Chenle bersumpah agar Cho saem tersandung batu dan jatuh di depan umum. Kenapa?

Kenapa mereka harus bekerja sama dengan kelas Park Jisung? Kenapa tidak hanya diantara kelas mereka sendiri saja?

Dan kenapa ia harus berpasangan dengan Jisung?!

Chenle meniup poninya kesal dan membaca buku tebak di depannya. Jisung yang duduk di depannya tersenyum kecil. Tidak sia-sia dia meminta ayahnya untuk membujuk Cho saem agar membuat kerja kelompok cuma-cuma ini.

"Jadi, lebih baik aku membaca buku sejarah ini dan kau cari di internet. Itu lebih mudah. Kau beri materi yang sudah kau dapatkan padaku nanti akan kuedit sendiri."

Jisung menggeleng, "Tidak bisa."

Chenle menaikkan alisnya bingung, "Apa maksudmu tidak bisa?"

"Itu bukan kerja kelompok namanya. Hanya kerja individu yang akhirnya disatukan menjadi kerja kelompok."

"Aku selalu seperti itu setiap mengerjakan tugas kelompok."

"Cho saem bilang ia akan menanyai kita tentang materi satu persatu. Jika kita mencari sendiri-sendiri, dan saat ditanya kau tidak tau materiku, jangan salahkan aku."

Chenle menghembuskan nafas kasar. Si tengik ini ada benarnya juga. "Ergh baiklah baiklah, kita bekerja bersama. Puas?"

Jisung tersenyum lebar.

"Kalau begitu kita bisa mencoba mencari di perpustakaan, dan internet. Mungkin bisa ke museum juga.."

"Atau film."

Chenle menaikkan alisnya lalu tersenyum remeh, "Kita disini sedang mencari bahan materi, bukan untuk bersenang-senang."

"Aku tau. Tapi ada kan bioskop yang memutar film-film lama? Mungkin ada film tentang sejarah yang mereka putar?"

"Yah kurasa itu boleh juga."

Jisung makin senang.

"Baik, kita bisa mencari materi saat hari Kamis, pulang sekolah. Sabtu mungkin bisa pergi ke museum atau menonton film sejarah yang kau bilang itu. Cari informasinya sendiri lalu beritahu aku." Ucap Chenle lalu beranjak pergi.

"Eh tung—"

Jisung berdecak kesal, "Dia pergi lagi."



Chenle berjalan menuju kelasnya sambil mengecek notesnya. Mengecek jadwalnya lagi. Nanti ia akan izin pada Taeyong untuk libur hari Kamis dan Sabtu. Mungkin Jum'at juga.

"Hei!"

"Astaga!" Chenle berjengit kaget dan menjatuhkan notesnya. Ia menatap lelaki yang lebih tinggi darinya dan mendengus kesal. "Jangan mengagetkanku."

"Aku hanya memanggilmu agar tidak tertabrak seseorang. Jangan melihat buku waktu berjalan oke?"

Chenle mengangguk dan mengambil buku notesnya.

"Ngomong-ngomong apa yang kau tulis?"

"Hanya mengatur jadwal saja."

"Untuk apa?"

"Kerja kelompok."

"Oh, kerja kelompok sejarah? Aku belum mulai mencari bahannya."

"Ya. Menyusahkan sekali, apalagi ini kerja kelompok antar kelas."

Justin mengernyitkan dahinya, "Antar kelas? Aku bekerja dengan kelasku sendiri."

"Beruntung." Gerutu Chenle kesal.

"Andai kelasku yang bekerja kelompok dengan kelasmu. Kita mungkin bisa satu kelompok!"

"Itu mungkin lebih baik."

"Oh ya Chen—"

"Kalau begitu aku pergi dulu. Duluan!"

Justin menatap Chenle yang pergi itu dan mendesah kasar. "Ugh padahal aku ingin mengajaknya menonton film."

"Lagipula, beruntung sekali kelas yang bekerja sama dengan kelas Chenle. Kenapa kelasku tidak begitu sih!" 




To Be Continued

abandon.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang