08

9.4K 1.6K 159
                                    




"Kalian benar."

Jaemin tiba-tiba datang dan berucap seperti itu. "Aku menyukai Jeno Lee."

Haechan menepuk dahinya, Renjun menghela nafas dan menggelengkan kepalanya sedangkan Chenle menggumamkan kata aku tau.

"Dia tampan dan berbakat. Baik dan gentle aku sekarang tau kenapa semua orang menyukainya."

"Oke oke berhentilah berbicara aku tidak ingin mendengar ocehanmu tentang Jeno selama jam istirahat ini."

"Rude."

Renjun hanya mengendikkan bahunya dan membalas pesan dari Wong Yukhei, mungkin.

"Oh ya Chenle,"

Chenle menoleh melihat Jaemin.

"Tak kusangka kau dekat dengan Justin."

Chenle mengerutkan alisnya, "Aku tidak dekat dengannya."

"Aku melihatmu dengannya mengobrol akrab sekali~"

"Aku baru tau namanya hari itu. Dan aku dulu pernah membantu mengobati lukanya."

"Ooooh~" Jaemin tersenyum lebar dan menatap Chenle seakan-akan masih ada cerita lain di balik itu. Chenle memutar bola matanya, "Aku hanya tau dia dari itu sungguh!"

"Baiklah~"

Chenle menggelengkan kepalanya dan berdiri dari bangku kantin. "Aku pergi ke kantor guru dulu."

"Ada apa?"

"Tidak, aku hanya disuruh mengambil kertas ulangan milik teman kelasku."

"Ketua kelasmu mana? Sekretaris?"

"Mereka menghilang entah kemana. Aku pergi dulu ya." Chenle melambaikan tangannya.

"Perlu bantuan?"

"Tidak, kertas-kertas itu ringan kok."

Chenle pergi meninggalkan kantin dan pergi ke ruang guru. Menemui gurunya untuk mata pelajaran selanjutnya.


"Lee saem halo,"


"Jisung jangan terlalu sering dispen oke? Kau ketinggalan banyak materi."


Chenle menoleh melihat Jisung yang kini berdiri di depannya. Dalam hati ia mendengus, kenapa harus bertemu lelaki ini lagi.

"Baiklah kau boleh pergi."

Jisung menunduk dan berbalik. Ia melebarkan matanya kaget saat nyaris menabrak Chenle. Dengan cepat ia menyingkir dan pergi keluar kantor guru.

"Chenle ini bagikan ke kelasmu ya. Saem nanti akan memanggil yang remidi untuk mengerjakan ulang ulangannya."

"Baik saem."

Chenle mengambil kertas ulangan itu dan berjalan keluar kantor. Saat berbelok ia menubruk seseorang hingga salah satu kertas terjatuh.

"Maaf, maaf."


Sret.


Chenle terdiam saat jemari panjang mengambil salah satu kertas ulangan dan memberikannya padanya.

Ia mendongak dan melihat Jisung ikut menatapnya. "Ini kertas ulangannya."

Chenle mengambil kertas ulangan itu kasar dan mendengus. "Lain kali hati-hati." ucapnya ketus dan pergi meninggalkan Jisung.

"Chenl—"

Lelaki itu tidak menghiraukan panggilan Jisung dan langsung pergi menuju kelasnya.

Kapan dia bisa bicara dengan Chenle tanpa lelaki itu kabur darinya?!





***





"Kenapa kau menggeretku kesini lagi."

Chenle menatap Jaemin yang duduk di sebelahnya. Sedangkan lelaki yang ditatap menyengir tidak bersalah. "Hehe, yang lain sibuk."

"Dan aku tidak?"

"Maafkan aku! Aku janji ini yang terakhir kalinya!"

"Jangan membuat janji yang tidak bisa kau tepati."

Jaemin tersenyum minta maaf dan melihat ke depan. Menonton Jeno bermain basket dengan yang lain. Lelaki itu menahan pekikannya saat Jeno menyisir rambutnya ke belakang. Menurutnya itu terlihat keren sekali.

"Astaga Jaemin hyung, tutup mulutmu. Lalat bisa masuk disana."

Jaemin langsung menutup mulutnya dan menyeka ujung mulutnya yang terasa berair. Astaga dia segila ini pada Jeno huh?

Chenle terkekeh pelan dan lanjut menonton latihan basket itu. Namun kekehannya terhenti kala melihat Jisung ketahuan melihatnya. Ia menatapnya datar dan yang ditatap langsung mengalihkan pandangannya salah tingkah.


"Ow! Jisung ketahuan melihatimu!"


"ASTAGA!"


Chenle berteriak kaget saat Jaemin berbisik di telinganya. Ia menatap lelaki itu yang kini tertawa terbahak-bahak. "Jangan berbisik seperti itu!"

"Dia benar-benar melihatimu selama 2 menit utuh." ucapnya.

"Aku tidak peduli."

"Oh ya?"

Chenle mengangguk. Untuk apa ia mempedulikan lelaki itu? Kurang kerjaan saja. "Aku tidak mau berurusan dengannya lagi oke? Hyung apa kau lupa kebencianku padanya?"

"Aku tau, aku tau. Tapi sepertinya Jisung ingin memulai kembali kenangannya bersamamu tuh?"

"Kenangan apa." decih Chenle sinis. "Itu semua salahnya."

"Iya sih. Tapi," Jaemin tersenyum. "Kurasa kalian cocok."

Chenle menoleh cepat dan menjitak kepala yang lebih tua itu. "Kau gila?!"

"Hei! Beraninya kau! Dasar kurang ajar!" Jaemin menarik leher Chenle dengan lengannya lalu memukuli pantatnya berkali-kali.

"Astaga sudah! Maafkan aku geez!" Chenle melepaskan diri dari Jaemin yang kini tertawa terbahak bahak. "Ck, aku akan membeli minuman."

"Titip!"

Chenle hanya mengangguk sebelum turun dari bangku penonton.





DUAK!





Kepala Chenle langsung pening seketika. Bahkan dia tidak tau apa yang baru saja menghantamnya tadi. Ia menunduk ke bawah, sebuah bola basket yang kini terpantul pelan di dekatnya.

"Maaf!"

Chenle melihat Jisung yang kini berlari ke arahnya. Merasa sangat bersalah. Tidak ingin berbicara dengannya, Chenle langsung pergi. Namun Jisung lebih cepat menangkap tangannya.

"Kau tidak apa-apa?"

"Ya." Chenle menarik tangannya tetapi nihil, tidak ada gunanya karena kekuatan yang lebih muda lebih kuat darinya.

"Apa kau merasa pusing? Maaf aku melemparnya padamu. Aku tidak sengaja."

"Aku tau itu tidak disengaja." Chenle melihat beberapa anggota tim basketnya menatap ke arah mereka berdua. Ia sedikit malu dilihat oleh banyak orang.

"Sudahlah aku tidak apa, lebih baik kau memberikan bola basketmu pada timmu. Mereka menunggumu." Chenle melepaskan tangan Jisung dari pergelangan tangannya lalu pergi ke kantin.


Jisung menatap punggung Chenle yang menjauh. Ingin menyusulnya dan menanyakan apa dia benar baik-baik saja.


"Oi Jisung! Mana bolanya!"


"Y..ya! Aku segera kesana!"


Jisung berlari menuju lapangan lagi.


Justin yang sedari tadi menyaksikan kejadian itu terdiam. "Apa mereka berteman?"




To Be Continued

abandon.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang