13

8.2K 1.4K 206
                                    




Mereka sampai di museum. Chenle sibuk menuliskan beberapa info yang dirasa baik untuk makalahnya sedangkan Jisung mengobservasi beberapa peninggalan disana.

Jisung menatap Chenle yang berjalan jauh darinya. Ia terdiam, lelaki mungil itu sangat ambisius. Ia tersenyum hingga tiba-tiba seseorang tanpa sengaja menabrak Chenle dan menumpahkan kopinya.

Jisung melotot dan segera berlari menghampirinya. Ia berjongkok dan menatap Chenle khawatir.

"Kau tidak apa-apa?"

"Ya, kurasa.." Chenle meringis dan menatap bajunya yang kini kotor karena kopi. "Ugh, kopi.."

Jisung menatap pria yang menabrak Chenle marah. "Kau melihat dengan kaki hah?"

"Maafkan aku, aku akan menggantinya—"

"Tidak usah."

Jisung dan pria itu menoleh pada Chenle yang kini bangkit berdiri. "Tidak usah, ini bukan masalah besar."

"Tapi Chen—"

"Sudahlah Jisung. Ayo kita pergi saja." Chenle menarik tangan Jisung dan membawanya ke dalam museum.

Jisung memberikan pandangan mencela pada pria itu sebelum berjalan mengikuti Chenle. Ia bahkan tidak sadar bahwa Chenle memegang tangannya.

"Chenle."

"Hm."

"Kau harus mengganti bajumu."

"Tidak usah."

"Itu kotor."

"Tidak usah Jisung. Aku tidak apa-apa."

Jisung menghela nafas, Chenle dan sikap keras kepalanya.

Jisung menggenggam tangan Chenle dan menariknya ke kamar mandi. Yang ditarik hanya bingung sambil mencoba melepaskan genggaman erat itu.

Mereka berdua sampai di kamar mandi hingga Jisung melepaskan hoodienya.

"Ini pakailah ini."

Chenle menaikkan alisnya bingung. Lalu memandang Jisung. "Kau sendiri?"

"Aku masih memakai kaos. Pakailah itu saja. Bajumu kau bawa pulang dan cuci."

Chenle masih memandangnya ragu namun pada akhirnya mengikuti saran Jisung. Toh siapa yang ingin memakai baju kotor bekas kopi? Menjijikkan.

Chenle masuk ke bilik kamar mandi untuk mengganti bajunya. Jisung sendiri mencuci tangannya dan merapikan rambutnya.

Tak lama kemudian, Chenle keluar dan Jisung bersumpah ia terlihat sangat lucu dan manis di dalam balutan hoodie besar miliknya. Karena kebesaran, hoodie itu mencapai tengah pahanya dan tangannya membentuk sweater paws.

Rasanya Jisung ingin memeluknya dan menciuminya.

Jisung mengerjapkan matanya lalu menggelengkan kepalanya. Pikirannya ngelantur lagi.

"Jisung?"

"Y..ya?"

"Nanti akan kukembalikan." ucapnya, "Setelah kucuci tentunya."

"Ah ya, tidak apa-apa."

Chenle tersenyum kecil dan mencuci tangannya.

"Begitu terus dong."


"Apa?" Chenle menoleh bingung.


"Senyum."


"Senyum?"





"Senyum terus seperti barusan, meskipun tipis tapi tetap saja manis."








***




Chenle berjalan masuk ke cafe dan menatap bingung saat di depannya Taeyong dan Doyoung sedang bersama mengangkat piano ke atas panggung. Ia berlari kecil menghampiri mereka.

"Ada apa ini?"

"Chenle! Kau kesini rupanya?"

"Ya, aku ada waktu luang ternyata." Chenle tersenyum tipis lalu menunjuk ke piano itu lagi. "Apa itu?"

"Ini piano. Kau tidak tau?" tanya Yuta yang langsung dipukul oleh Taeyong. "K..kami berencana membuat live music setiap sore. Tidak tau siapa yang akan main. Nanti kita pasang disana dan siapapun yang mau bisa bermain."

"Ooh."

"Apa kau bisa bermain musik Chenle?" tanya Jungwoo yang duduk di belakangnya.

"Sedikit."

"Oh ya? Ayo coba kita lihat."

"Eh? Tapi—"

Yuta terburu mendorong Chenle ke panggung. Chenle sendiri tersenyum kikuk dan duduk di depan piano itu. Ia sudah lama tidak bermain piano. Semenjak orangtuanya tidak ada dan keuangannya menurun drastis, ia tidak pernah berlatih.

Jemarinya menari di atas tuts piano dan mulai memainkan salah satu lagu kesukaannya. My Turn to Cry, yang dinyanyikan EXO.


Keempat orang yang lain menatap Chenle takjub. Yuta membuka mulutnya lebar-lebar, Taeyong terlihat seperti ibu yang terharu sedangkan Doyoung dan Jungwoo menatapnya sambil berkali-kali mengucapkan kata 'hebat'.


Chenle mengakhiri permainannya dan menoleh melihat keempat hyungnya yang terlihat shock.


"Maaf, jelek ya?"


"JELEK?!"

Taeyong langsung menaiki panggung dan memeluk Chenle erat. "Itu sangat indah! Kau sekarang akan menjadi penyanyi kami!"

"Eh?! Tapi bagaimana dengan—"

"Kami akan mencari yang lain tenang saja! Kau bisa membantu kami saat siang hari oke?"

"Tapi tentu kita harus tetap mencari pemain musik. Kan tidak mungkin Chenle memainkan musik ini sendirian berjam-jam?"

"Tentu saja Doyoung." Taeyong tersenyum dan mengangguk. "Yang penting kita sudah punya satu pemain musik jenius ini!"

"Terima kasih. Ini pertama kalinya aku mendengar itu."

"Oh ya? Tidak ada yang memujimu?"

"Tidak." Chenle tersenyum tipis. "Aku sudah lama tidak bermain piano. Dan aku tidak punya siapa-siapa lagi jadi.."

"Oooh! Aku akan selalu memberimu cinta yang banyak!" Jungwoo memeluknya erat diikuti Taeyong.

Chenle tersenyum lebar hingga ia mendengar suara jepretan kamera.

Ketiganya menatap Yuta yang kini tersenyum. "Ah, ini akan jadi foto yang bagus!"

"Yuta kemarikan sini fotonya atau gajimu kupotong!"

"Ini foto yang bagus! Kau pasti suka!" Yuta mengelak dan memberikan foto itu pada Taeyong. Taeyong yang tadinya marah langsung tersenyum lebar.

"Kau benar! Aww, semua terlihat lucu. Aku akan mencetaknya dan memajangnya di kamarku!"

Chenle ikut melihat foto itu dan tersenyum. Lucu sekali.

"Baiklah semua, ayo kita bekerja lagi!"

"Yaaa!"

Chenle menatap keempat hyungnya itu, bersyukur masih ada mereka yang menyayangi Chenle seperti adiknya. Ia bersumpah jika ada yang menyakiti mereka, ia tidak akan segan untuk melabrak pelakunya.

"Ayo bekerja lagi!"

"Baik!"




To be Continued

abandon.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang