24

6.5K 1.1K 148
                                    




Chenle melihat Jeongin di depannya. Ia tersenyum minta maaf, "Maaf aku belum mewawancarai mereka."

Jeongin menghela nafas lalu tersenyum. "Tidak apa. Masih banyak yang belum mengumpulkan. Hanya saja keadaanmu sedikit menguntungkan bukan?"

"Apa maksudmu?"

"Maksudku kau dekat dengan Jisung, kau bisa menanyainya langsung."

"Aku tidak dekat—"

"Jangan mengelak. Anak klub basket memberitahuku kalau kalian itu punya sesuatu."

"Kami tidak punya sesuatu seperti yang kau bilang."

Jeongin tersenyum. "Yang jelas, kalian mempunyai hubungan istimewa. Kalau begitu aku pergi dulu. Jangan lupa wawancaranya!" ucapnya lalu pergi meninggalkan Chenle sendirian di kamar mandi.

Chenle mendengus dan menatap pantulannya di kaca. "Hubungan istimewa apa.. ada ada saja.." dengusnya sambil mencuci tangannya. Ia mengelap kedua tangannya dengan tisu lalu pergi keluar kamar mandi. Kakinya berjalan ke taman belakang, duduk di sana menikmati keheningan karena biasanya para murid datang ke lapangan basket atau kantin.


"Jangan melamun."


"HEI—"


Chenle berjengit dan berbalik melihat Jisung yang kini tertawa. Chenle menatapnya kesal, "Sudah kubilang jangan mengagetkanku!"

"Maaf."

Chenle mengusap wajahnya dan duduk di salah satu bangku taman. Jisung duduk di sampingnya dan melihat keadaan taman belakang itu. "Kau tidak ke kantin?"

"Tidak. Terlalu ramai."

Jisung mengeluarkan sebuah roti dari saku blazernya dan memberikannya pada Chenle. "Ini untukmu."

"Huh? Tidak usah. Kau makan saja."

"Aku sudah makan tadi. Ini sengaja kubelikan untukmu. Tidak usah kau bayar, aku memang ingin mentraktirmu."

Chenle menerimanya ragu, "Terima kasih." ucapnya.

Keduanya diam lagi.

"Hey Chenle, aku ingin berterima kasih."

"Atas?"

"Karena kau sudah memaafkanku. Perbuatanku di masa lalu itu sungguh tidak patut dimaafkan tapi kau mau memberiku kesempatan lagi."

"Kurasa menyimpan dendam terlalu lama tidak baik juga." Chenle mengendikkan bahu.

Jisung tersenyum. "Hei apa kau—"

Ucapan Jisung terpotong karena bel sudah berbunyi. Chenle berdiri, "Kau mau berbicara apa?"

"Huh? T..tidak jadi.."

"Kalau begitu aku duluan."

"Oh. Ya.."

Jisung mengangguk sambil memandangi punggung Chenle.





***


"Ini fotomu."

Justin memberikan flashdisk pada Chenle. Pemuda bersurai blonde itu menerimanya bingung. "Foto apa?"

"Fotomu saat di museum lukis kemarin."

"Ooh.. oke. Terima kasih."

Justin mengangguk dan duduk di meja Chenle. Melihat lelaki itu yang kini menyapu menjalani piketnya. Ia menoleh kesana kemari, "Mana teman piketmu?"

"Sudah pulang."

"Mereka tidak menjalani piket mereka?"

"Cuma sebentar dan asal-asalan. Entah mau kemana mereka terburu-buru seperti itu."

"Mau kubantu?"

"Tidak usah."

"Akan kubantu!" Justin turun dari meja dan mengambil sapu dari balik pintu. Ia menyapu bagian depan sambil sesekali melirik Chenle.


Hening.


Hanya suara sapu yang membentur bangku. Justin melirik Chenle beberapa kali lalu fokus dengan pekerjaannya.


"Kau... suka ya dengan Jisung?"


Dug!


Chenle terantuk meja dan mengaduh kesakitan. "Aww! Uh, apa?"

"Hei kau tidak apa-apa?"

"Aku baik-baik saja. Kau tadi bertanya apa?"

"O..oh.. kau.. menyukai Jisung?"

Chenle terdiam. Ia lanjut menyapu dan menyembunyikan wajahnya yang ia yakin merah merona.

Justin sendiri menyadari hal itu. "Kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan membocorkannya. Lagipula aku kan sudah bilang padamu untuk memberitahu masalahmu padaku."

Chenle menghela nafas. Justin adalah teman yang baik. Ia harus membalas kebaikannya dengan setidaknya menjawab pertanyaannya jujur.

"Jangan beritau siapa-siapa!"

"Iya!"

Chenle berdehem pelan. "I..iya.. aku...menyukainya."

Ouch. Perasaan apa ini? Jantung Justin serasa diremas kuat-kuat oleh seseorang, serasa ditusuk berkali-kali dengan pisau tajam tanpa henti. "A..apa?"

"Aku menyukainya. Jangan beritahu siapapun oke?"

Justin terdiam. Masih kaget dengan berita ini. Chenle sendiri menatap Justin bingung, "Justin? Kau tidak apa-apa? Kau terlihat pucat."

Justin mengerjapkan matanya lalu menggeleng. "Aku tidak apa-apa. Em, kau menyukainya? Haha, itu bagus."

"Bagus apanya.."

"Bagus dong! Menyukai seseorang yang.. juga menyukaimu."

"Pft, jangan bercanda. Jisung tidak menyukaiku." ucap Chenle dan menggeleng.

Justin kini yang bingung, "Huh? Apa?"

"Dia tidak menyukaiku. Ini hanya cinta bertepuk sebelah tangan."

"Chenle, tidak dia itu—" Justin terdiam. Tidak, dia tidak mau memberitau Chenle bahwa ia juga menyukai Chenle. Untuk apa ia membantu mereka? Apa Justin ingin melukai hatinya secara cuma-cuma?

"Apa? Jisung kenapa?"

Justin menggeleng lalu tersenyum. "Tidak. Tidak apa-apa. Omong-omong, semoga kau beruntung."

"Aku tidak akur dengan kata beruntung."

Justin tersenyum dan menaruh sapu di balik pintu lagi. Ia mengambil tasnya dan melihat Chenle sebentar. "Kalau begitu aku pulang dulu."

"Baiklah. Istirahatlah, kau terlihat pucat."

"Pasti." Justin mengangguk. "S..sampai ketemu besok!" ucapnya lalu pergi keluar kelas.


Justin berjalan pelan sambil memegang dadanya. Ia mengambil nafas dalam lalu melihat ke langit biru itu. Tersenyum miris pada dirinya sendiri.

"Haha, jadi begini rasanya.."

abandon.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang