27

6.5K 1.1K 57
                                    





Chenle mengerjapkan matanya. Dia salah dengar kan?

"Apa?"

Justin mengambil nafas dalam. "Kau bertanya apa aku menyukaimu jawabannya ya, aku menyukaimu."

Laki-laki mungil itu menatap yang lebih tinggi kebingungan. Ia tidak menangkap dengan jelas maksud Justin. Apa lelaki itu tau bahwa ia hanya bercanda tadi? Dan apa maksudnya dengan menyukainya? Dia menyukainya sebagai teman atau apa?

"Aku juga menyukaimu Justin."

Justin mengernyit. Ia menatap Chenle yang tersenyum sebelum berbalik pergi. Ia menahan tangannya dan menariknya mendekat.

"Bukan seperti itu yang kumaksud. Aku tidak menyukaimu sebagai teman. Aku menyukaimu lebih dari itu."

Chenle melebarkan matanya. Ia sedikit tidak nyaman karena wajah lelaki itu begitu dekat dengannya juga tangan Justin yang kini menahan pinggangnya.

"T..tunggu Justin—"

Justin tidak mengendurkan pegangannya di pinggang rampingnya. "Chenle tatap aku."

"Justin tunggu lepaskan aku dulu—"

"Chenle tatap aku!"

Chenle menatap Justin. Manik matanya bergetar saat iris hitam itu memandangnya dalam. Dan saat itu juga ia tersadar dengan detak jantung Justin yang berdetak tidak karuan.

"Justin—"

"Aku menyukaimu."

Sungguh Chenle tidak tau harus apa. Ini pertama kali ia mendapat pengakuan seperti ini. Apalagi Justin adalah salah satu temannya yang sangat baik padanya. Ia tidak enak hati karena jujur ia tidak memiliki perasaan yang sama dengannya. Tapi menolak dan menghancurkan hati Justin, apa dia tega?

"Aku sudah tau jawabanmu."

Ucapan Justin menyadarkan Chenle dari lamunannya. Lelaki itu merapikan poni si mungil sambil tersenyum, "Kau membicarakan perasaanmu saat itu. Kau secara tidak langsung menolakku."

"Oh... maafkan aku."

"Untuk apa kau meminta maaf?"

"Karena... aku tidak bisa membalas perasaanmu."

Justin tersenyum lalu melepaskan pegangan tangannya pada pinggang Chenle. "Itu bukan salahmu."

"Aku tidak ingin menyalahkan perasaanku karena aku benar-benar bersyukur bisa menyukai lelaki baik sepertimu Zhong Chenle."

Chenle menatap Justin dan hatinya semakin terluka saat melihat raut wajah lelaki itu. Kenapa lelaki baik sepertinya bisa jatuh pada orang seperti dia ini?

"Kau layak mendapatkan yang lebih baik."

"Tapi menurutku, kaulah yang terbaik."

Chenle terdiam. Ia masih terlihat sangat bersalah. Justin yang menangkap raut wajahnya langsung berdehem pelan. Memikirkan cara agar membuatnya tidak sedih lagi.

"Ehm, bagaimana kalau kau menebusku saja."

"Menebus?"

"Ya, agar kau tidak merasa bersalah lagi."

"Memangnya kau mau apa?"

Justin mengalihkan pandangannya seiring wajahnya yang kini memerah padam. "Um, date?"

Chenle mengerjap pelan. Lalu senyumnya mengembang dan menganggukkan kepalanya. "Baik. Hari apa?"

"Sabtu. Kosongkan jadwalmu hari Sabtu."

Lagi-lagi Chenle tersenyum. "Baiklah."

***

"Kau mau berkencan dengan anak cina itu?"

Chenle mengangguk sedangkan Renjun melongo. "Kukira kau menyukai Jisung?"

"Apa? Tidak!"

"Jangan berbohong padaku. Aku tau kau menyukainya. Pandanganmu itu berbeda."

"Aku—"

Renjun tersenyum penuh arti hingga Chenle akhirnya mengalah. "Baik, aku menyukainya."

"Sudah kuduga. Lalu kalau kau menyukainya kenapa kau pergi bersama Justin?"

"Dia menyukaiku."

Renjun melebarkan matanya.

"Dan agar aku tidak terasa terbebani dia meminta untuk kencan bersamaku satu kali saja."

"Anak yang malang."

"Aku tau." Chenle mendesah kasar. "Aku sangat sedih."

"Hei, toh itu bukan salahmu dia menyukaimu. Itu berarti kau orang yang baik."

"Ehem."

Chenle dan Renjun menoleh melihat Jaemin dan Haechan yang sedari tadi menonton keduanya. Kedua pemuda cina ini tidak sadar sedari tadi ada dua sosok lain yang mengamati mereka dengan seksama walaupun tidak tau kata apapun yang terucap dari mulut keduanya.

"BISAKAH KALIAN BERHENTI BICARA SAAT ADA KITA?!"

"Maaf. Aku tidak tau kalian ada disini."

"Kita sudah duduk disini selama 30 menit Chenle." dengus Jaemin yang dibalas dengan senyuman minta maaf.

"Aku tidak tau. Maafkan aku."

"Maaf akan diterima jika kalian memberitahu kami apa yang barusan dibicarakan."

Chenle menaikkan alisnya sedangkan Renjun menghela nafas. "Chenle akan pergi kencan dengan Justin."

Chenle menoleh kaget. Matanya melebar dan sudah bersiap untuk memukul yang lebih tua itu.

"APA?! CHENLE KENCAN?!"

Suara keduanya terdengar di seluruh penjuru kantin. Renjun menepuk dahinya, awalnya ia menjawab pertanyaan keduanya karena tidak ingin mendengar rajukan berisiknya namun sekarang ternyata lebih buruk.

"Diam!"

"Kenapa kau tidak memberitahu kami?!"

"Jahat!"

"Jadi yang kau anggap teman cuman Renjun huh?!"

"Bukan begitu. Aku hanya belum siap memberitahukannya pada kalian. Lagipula aku memberitahu ini karena Renjun gege memaksaku."

"AKU TIDAK—"

Haecha dan Jaemin menyipitkan matanya pada Renjun. "Dasar keparat!"

"HEI JAGA BICARAMU!"

Haechan menjulurkan lidahnya sehingga Renjun harus memukul wajah menyebalkan itu dengan kotak tisu. Haechan membalasnya dengan pukulan sendok di dahi lelaki itu.

"Jadi, kenapa dia mengajakmu?" tanya Jaemin, tidak peduli dengan pertengkaran dua temannya.

"Dia menyukaiku."

"DIA MENYUKAIM—"

Chenle menutup mulut Jaemin cepat. "Jangan keras-keras!" ucapnya dan Jaemin mengangguk.

"Ah sudah kuduga dia menyukaimu. Dia jarang sekali bicara dengan orang lain selain teman klub atau teman sekelasnya."

"Beruntung!!" Jaemin mencubit pipi Chenle gemas.

"Aku tidak beruntung."

"Terserah kau saja sayang~"

"HYAAAA!"

"LEPASKAN RAMBUTKU BRENGSEK!"

"BISAKAH KALIAN BERDUA DIAM!" Teriak Jaemin kesal melihat pertengkaran itu tidak ada habisnya.

Chenle sendiri tertawa melihat tingkah laku konyol mereka. Tak menyadari sedari tadi ada orang yang menguping pembicaraannya.

abandon.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang