"Terkadang hati bisa cepat merasakan sesuatu yang sebelumnya tak pernah terpikirkan."
***
Aku menceritakan semua kejadian yang kualami kepada Citrasena ketika gadis itu sudah kembali. Lebih tepatnya memaparkan pertemuanku dengan Putri di salah satu cafe shop ternama di kotaku kala itu sampai aku bisa berada di tempat ini.
Kulihat Citrasena mengembungkan pipi, lalu menutupnya dengan kedua telapak tangan seperti menahan tawa setelah kuselesai bercerita. Merasa kesal atas tingkahnya itu, aku langsung membuang muka.
"Silakan tertawa sesukamu. Aku tahu, aku emang bodoh!" gerutuku setelah mengerlingkan mata dengan tatapan tertuju ke jendela.
Sebenarnya aku tidak masalah. Mau dia tertawa atau guling-guling di kasur juga aku gak peduli, tapi bisakah sedikit saja dia memberikanku solusi tentang masalah yang kuhadapi?
Ya Tuhan, kenapa perjalanan kisah cintaku selalu tidak berjalan dengan mulus?
"Ya elah, segitu aja marah." Citrasena mengguncangkan tubuhku agar berbalik lagi menghadap padanya. Dan mau tak mau, aku pun menuruti keinginannya. "Aku tuh cuman ngerasa lucu aja. Zaman sekarang ternyata masih ada ya cewek kayak gitu? Nyeremin banget!"
Aku mengedikkan bahu merasa acuh tak acuh.
"Yaudah lah. Mulai dari sekarang nikmatin aja masa jomblomu itu," katanya dengan mimik wajah yang terlihat serius, "Dengar ya, Sufala, jodoh itu udah ada yang ngatur. Setiap manusia di dunia ini pasti udah ada pasangannya, tapi ya gitu masih jadi rahasia Sang Maha Kuasa."
"Maksudnya, Na?" tanyaku kurang mengerti atas ucapan yang Citrasena lontarkan.
"Jadi, gini ya manusia itu diciptakan berpasang-pasangan. Nah, kamu gak usah khawatir lagi kalau jomblo sebab jodohmu sudah tertulis di lauhul mahfuz. Malah ada loh seorang kakek tua yang menikah dengan gadis yang usianya masih muda. Coba bayangkan, mereka terpaut jauh tuh dalam masalah umur."
"Wah, sungguh sulit untuk di percaya. Menurutku itu sesuatu yang aneh."
"Kalau udah jodohnya, lantas apa yang bisa dilakukan oleh gadis itu? Melawan takdir? Enggak juga, 'kan?"
"Ada benarnya juga sih, Na."
Kulihat Citrasena mengangguk kecil. "Jadi, siapa tahu, kan, jodohmu itu masih bayi? Bisa jadi kisah cintamu seperti kakek itu loh, Sufala," katanya sembari cekikikan.
Aku menggeleng cepat, lalu berkata, "Yang benar saja. Bisa-bisa aku pingsan! Karena lama mendapatkan kasih sayang."
Pertanyaannya, apa umurku masih panjang menanti jodoh sampai keriputan semacam itu?
Citrasena tertawa terpingkal-pingkal sembari memegangi perutnya dengan kedua tangan. Tak lupa, kakinya pun ia hentakkan ke lantai sehingga mengeluarkan bunyi dari sendal yang ia pakai. Oh ya, kami sedang duduk di pinggiran ranjang.
Tanpa sadar bibirku tersenyum kala melihat gadis itu tertawa semacam melepas kesedihan yang ada. Ah, entahlah. Hatiku juga malah ikut menghangat. Mungkin aku pun merasakan kebahagiaan yang ia pancarkan.
"Percayalah, setiap jomblo di dunia ini pasti akan menikah pada waktunya," lanjutnya setelah tertawa, lalu ia bangkit dari duduknya menghampiri sebuah televisi sebelum mendekati DVD dengan memasukkan CD ke tempat itu.
Kulihat televisi menyala, menampilkan sebuah gambar ilustrasi saat Citrasena menarik lenganku untuk berdiri mendekati televisi yang sekarang ada di hadapanku ini. Suara musik terdengar, dan aku masih tidak mengerti dengan apa yang akan gadis itu lakukan.
"Mari kita merayakan kejombloanmu ini!" ujar Citrasena penuh semangat sambil menatapku dengan menyunggingkan senyum.
"Emang kamu punya pacar?" tanyaku masih tidak mengerti seraya mengangkat satu alis merasa heran.
"Enggak sih," jawabnya dengan cengiran.
"Ya, sudah. Mari kita merayakan kejombloanku dan kejombloanmu ini dengan suka cita. Uhuy, goyang dua jari! Mari, mari merapat. Geboy, asoy!"
"Ah, siaaaap! Aye, aye!"
Setelah itu kami berdua bergoyang mengikuti irama musik yang mengalun indah memberikan sebuah kesenangan tersendiri. Sesekali aku dan Citrasena tertawa kala memperagakan gerakan yang tampak konyol.
Sepertinya urat maluku sudah putus bila berhadapan dengan gadis ini.
***
Bersambung,
Sukabumi, 04 Mei 2019.
Hai, Sufala update!
Semoga kalian terhibur membaca karyaku ini ❤
Best regards,
Sri Azmi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sufala
Historia CortaBAGIKU MENJADI PRIA TAMPAN ITU MASALAH. Namun, bagi kebanyakan orang di anugerahi wajah yang super tampan itu sangat menguntungkan. Mereka dapat berekspresi apa pun dan di mana pun dengan tanpa harus merasa malu. Kebanyakan kamu hawa di dunia ini pa...