Keheningan tercipta di antara kami berdua. Siapa lagi kalau bukan aku dan Septia? Soal Citrasena, dia pamit pulang lebih dulu. Katanya sih, ada kepentingan mendadak.
Drrttt!
Ponselku bergetar, menandakan ada pesan masuk. Segera kubuka dan membacanya. Ternyata itu message dari Citrasena yang nyaris membuatku mengumpat dalam hati.
Si malu-malu kucing.
[ Baik-baik ya di sana. Sengaja aku tinggal tadi, biar kencan pertamamu lebih ada sensasi sama kesannya gitu. Maaf ya. Bay the way, manfaatkan lah waktu sebaik mungkin. Bye Sufala, semoga sukses sejahtera! ]
Apa katanya? Biar kencan ini berkesan dan ada sensasinya gitu? Boro-boro berkesan, yang ada hanya keheningan. Bagaikan mancing lama, menunggu ikan makan umpan.
Membosankan.
"Dari siapa?" tanya Septia menatapku dengan kedua alis yang di tautkan.
"Temen," jawabku santai sembari memasukkan kembali ponselku ke dalam saku, "Jadi, sekarang kamu kelas berapa?" tanyaku basa-basi. Padahal aku sendiri sudah tahu jawabannya dari Citrasena saat tadi di mobil.
Kulihat Septia tersenyum manis, lalu menjawab, "Kelas XII SMA. Kalau kamu kelas berapa?"
"Oh ya? Kalau Aku masih kelas XI SMA. Masih kecil," kataku jujur dengan ekspresi seolah terkejut. Padahal di buat-buat biar lebih mendrama gitu.
"Berarti adik kelasku dong ya." Septia tertawa kecil. "Tapi, gak papa. Temenan itu kan boleh sama siapa aja."
Apa katanya temenan? Oh ya, hampir lupa. Aku sama dia kan belum jadian.
"Omong-omong, kamu udah punya pacar belum?" tanyaku, spontan. Sedetik kemudian aku merutuki mulut ini yang secara otomatis mengeluarkan kalimat itu. Terlalu cepat.
Septia tidak langsung menjawab, dia malah memanggil waitress. Lalu membayar makanan yang tadi kami pesan. Dia benar-benar mentraktirku.
Sebenarnya sih, aku malu di traktir sama perempuan. Namun, untuk saat ini gak ada pilihan lain selain menerima tawarannya. Biar nasibku nanti terselamatkan.
Aku gak pelit. Enggak. Buktinya, aku pernah traktir Citrasena saat uangku masih banyak di kantongnya.
Aku yakin, kalian pasti masih mengingatnya.
Septia berdeham singkat setelah pelayan itu pergi. Dia terdiam lama, menatapku dengan ekspresi yang tak bisa kuartikan saat ini juga. Perlahan matanya terpejam, lalu ia mengembuskan napas.
Sebenarnya apa yang sedang dia lakukan? Jangan bilang bakalan ada satu kemungkinan lagi yang nantinya akan terdaftar di file cintaku. Semoga saja, tidak. Semoga!
"Jujur saja, aku belum mempunyai pacar. Tapi, aku belum di perbolehkan pacaran oleh orang tuaku sebelum usiaku menginjak 20 tahun nanti. Lama ya? Aku pikir juga begitu."
Seketika itu juga aku terdiam. Terkejut atas apa yang barusan dia ucapkan. Bibir ini terasa kelu untuk sekadar mengeluarkan suara. Pikiranku pun menerawang ke mana-mana.
Tanpa Septia sadari, perkataannya barusan sudah berhasil membuatku mati kutu. Dia telah menambahkan satu kemungkinan lagi dalam file cintaku yang tragis.
Yaitu kemungkinan kedua. Gagal dalam menjalin asmara dengan seseorang itu terjadi karena....
Si calon gebetan belum di perbolehkan pacaran.
***
Bersambung,
Sukabumi, 25 Februari 2019.
Kasian ya, Sufala. Hibur dia, guys! Biar gak sedih 😌
Salam manis dariku,
Sri Azmi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sufala
Short StoryBAGIKU MENJADI PRIA TAMPAN ITU MASALAH. Namun, bagi kebanyakan orang di anugerahi wajah yang super tampan itu sangat menguntungkan. Mereka dapat berekspresi apa pun dan di mana pun dengan tanpa harus merasa malu. Kebanyakan kamu hawa di dunia ini pa...