21. Siap laksanakan!

22 16 0
                                    

"Na, wajar gak sih kalau aku ngajak ketemuan cewek yang baru aja kukenal?" tanyaku pada Citrasena yang tengah sibuk dengan buku catatannya. Alasannya sih mau mengerjakan tugas. Padahal ini sudah jam istirahat dan perutku mulai keroncongan meminta jatah asupan.

Berhubung tadi Citrasena merengek lebih dulu memintaku untuk menemaninya di kelas sembari berpura-pura mengeluarkan air mata segala sampai aku pun tak tega melihatnya. Alhasil di sini lah aku berada. Duduk manis di bangku paling belakang jajaran keempat sambil menatap Citrasena yang ada di sampingku. Bay the way, aku sama dia itu teman sebangku ya. Jadi kalian gak usah bingung. Sekedar informasi, siapa tahu saja bermanfaat di kemudian hari.

Dan asal kalian tahu, itu tugas baru saja di kasih oleh Pak Anwar tadi pagi. Dan gadis itu malah mau menuntaskannya sekarang, meski Pak Anwar---guru matematikaku itu bilang jika ini adalah PR (Pekerjaan Rumah) buat dikerjakan di rumah masing-masing. Ingat ya, di RUMAH! Atau bahasa inggrisnya house.

Apa kalian mengerti?

"Duh.. Sufala, bisa diam gak?!" Citrasena memandangku sekilas sebelum kembali melakukan kegiatannya seperti tadi. "Aku tuh lagi berpikir keras ini buat ngerjain soal matematika. Masa dari tadi gak dapat juga jawabannya sih?! Pusinglah, Pusing!"

"Gimana mau dapat jawabannya?! Kalau dari tadi aja cuman dilihatin tuh soal. Terus malah coret-coret sama bikin quotes itu apaan, Nana? Seharusnya kamu tuh mengaplikasikan rumus, bukannya menulis yang begituan!" kataku gemas dan tak habis pikir karena Citrasena kalau mengerjakan soal matematika selalu seperti itu tabiatnya, "Dari tadi gitu aja terus sampai matahari berubah warna jadi biru."

Citrasena mengetuk keningnya hingga beberapa kali menggunakan pensil. "Iya juga ya. Kapan kelarnya ngerjain nih soal? Kalau cuman dilihatin doang!" Lalu dia mengembuskan napas.

Aku pun bernapas lega. Akhirnya dia sadar juga.

"Untung saja aku gak gitu." Citrasena kembali menatapku dengan menyunggingkan senyum. "Iya, kan, Sufala?"

Ini sebenarnya Citrasena yang bego atau aku yang kurang beruntung dalam menyadarkannya?

Kalau di jawab tidak, takutnya gadis itu marah. Dan kalau di jawab iya, 'kan emang dia yang salah.

Menurut kalian aku harus bagaimana?

"Sufala, kamu dengarkan tadi aku ngomong apa? Jawab dong, jangan diem aja kayak ikan fatin!" Citrasena menarik-narik lenganku sebelum menatapku tajam. Setajam silet!

Seketika aku meneguk ludah dengan susah payah kala melihat tatapannya. Ternyata perempuan itu seram juga ya. Bisa menjadi singa betina yang siap menerkam mangsa di mana saja.

Dengan sedikit keraguan aku pun menjawab, "Oh iya. Nggak. Itu bukunya aja yang bego. Gak tahu keadaan dan peka terhadap sekitar." Setelahnya aku mendumel dalam hati. Pasti perkataanku barusan terdengar tidak logis. Oh, Tuhan, selamatkanlah hamba-Mu yang ganteng ini.

"Tumben kamu pintar, Sufala. Aku kasih dua jempol deh. Emang bukunya juga yang bego!" Citrasena mengangkat kedua jempolnya tinggi-tinggi di depan mataku, lalu dia membereskan buku catatannya sebelum dimasukkan ke dalam tasnya yang berwarna biru langit dengan penuh semangat.

"Katamu tadi mau mengerjakan soalnya di sini, Na? Tapi kok bukunya malah dimasukkin," tanyaku heran.

"Nggak jadi. Nanti di rumah aja deh." Setelah merapikan bukunya, Citrasena kembali menatapku dengan sorot mata yang sarat akan banyaknya pertanyaan. "Karena ada hal yang lebih penting dari ini."

Aku mengernyit, tidak mengerti. "Apa?"

Sementara itu Citrasena malah terkikik geli sambil menepuk pundakku pelan. "Tadi katamu mau ngajakin cewek ketemuan, 'kan?"

Aku mengangguk mengiyakan.

"Nah, berarti kamu lagi deket dong sama seseorang. Siapa dia? Kenalin dong."

"Doain aja. Semoga kami berjodoh."

"Aminin jangan?"

"Terserah."

"Cantik gak?"

"Cantik sih, tapi baru lihat di foto."

"Jadi belum ketemu?"

Aku menggeleng pelan.

"Wah, kalau gitu ajakin ketemuan lah biar tahu wujud aslinya kayak gimana. Seperti nenek lampir atau nenek gayung, 'kah? Jadi biar gak kaget nantinya."

"Tadi juga aku nanya gitu, Nana." Aku memutar bola mata merasa kesal. "Wajar gak sih kalau aku ngajakin ketemuan cewek yang baru kukenal, Na?" tanyaku serius.

"Kenal di mana gitu?" tanyanya penasaran.

"Di media sosial," jawabku jujur.

"Wah, hati-hati loh, Sufala. Zaman sekarang ini banyak sekali penipuan, tapi masih ada juga sih yang jujur."

"Terus, menurutmu aku harus bagaimana?"

Citrasena tidak langsung menjawab. Dia malah mendekatiku dengan mempersempit jarak di antara kami berdua sebelum kemudian membisikkan sesuatu di telingaku yang langsung membuatku tersenyum penuh arti sembari menganggukkan kepala dan memandang ke depan semacam ada sebuah pencerahan.

"Siap laksanakan! Idemu boleh juga untuk dicoba, Na."

***

Sukabumi, 09 April 2019.

Assalamualaikum. Sufala, update ❤

Jangan lupa vote + komen jika kalian suka sama cerita ini. Karena itu merupakan bentuk motivasi bagiku dalam menulis sebuah karya di sini. Jadi mohon pengertiannya.

Oke. See you and next time, guys!

Salam manis dariku,

Sri Azmi.

SufalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang