"Manda, ada yang mau aku omongin sama kamu," pintaku saat sudah berada di dekat Manda yang tengah asik mengobrol bersama teman-temannya, "Bisakah kita bicara dulu sebentar? Berdua saja."
Manda terdiam sejenak. Terlihat dari raut wajahnya yang tampak terkejut atas kalimat yang barusan kukatakan. Namun, beberapa detik kemudian dia tersenyum menatapku.
"Hai, Sufala, apa kabar? Lama ya kita gak ketemu." Manda malah mengalihkan pembicaraan. "Kamu makin tampan aja."
Kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya, membuatku ingin terbang melayang. Pasti Manda tidak akan menolakku, kan? Buktinya dia terpesona akan ketampananku ini.
"Seperti yang kamu lihat? Aku baik-baik saja," kataku meyakinkan, "Kalo kamu apa kabar? Lama banget sih di Kanada, tambah cantik aja," tanyaku kemudian tanpa ragu.
"Ah, kamu bisa aja. Entar hidungku terbang." Manda menepuk-nepuk kedua pipinya, lalu mengelus hidungnya pelan.
Memangnya ada ya hidung terbang setelah di puji?
"Oh ya, Sufala. Katanya tadi ada yang mau di omongin, 'kan? Mau ngomong apa?" tanya Manda dengan tersenyum tipis.
"Iya sih, tapi jangan di sini. Malu."
"Loh, malu kenapa? Mereka pada baik kok, gak bakalan gigit." Manda terkekeh kecil. "Iya 'kan, guys?!" Dia sekilas menoleh ke arah teman-temannya berada.
"Yoi." Semua teman Manda yang ada di sana menjawab secara kompak.
"Tapi, Manda, ini penting!" ujarku menekankan, "Mereka gak boleh tahu. Ini rahasia!" bisikku kemudian di telinganya.
"Oke," jawabnya singkat sembari menarik lenganku untuk menjauh dari keramaian, "Aku pergi dulu ya, guys. Ada urusan bentar." Manda sekilas menoleh ke arah teman-temannya dengan tersenyum kecil sebelum kembali melanjutkan langkahnya.
Oh ya, tanganku digenggam, guys? Ah, ini lah momen yang selalu kutunggu. Bay the way, tangannya lembut loh kayak kulit bayi.
"Jadi, kamu mau ngomong apa Sufala?" Manda berkata lebih dulu setelah kami berdua sampai di tempat sepi---pekarangan sekolah.
Aku terperanjat karena tadi melamun, tapi sedetik kemudian aku menyunggingkan senyum sebelum berdeham singkat. "Sebenarnya... Selama ini aku...," jeda beberapa menit, "Aku---Aku suka sama kamu."
Aku menggenggam kedua tangan Manda, lalu menatap wajahnya penuh kasih. Berulang kali kumeneguk ludah dengan susah payah sebelum menghirup udara segar sepuasnya.
Kulihat Manda masih terdiam menunggu perkataanku selanjutnya, dia balik menatapku penuh tanya dengan kening mengerut.
"Ka-kamu mau gak jadi pacarku?" kataku kemudian dengan susah payah. Semoga kali ini tidak ada lagi penolakkan, dan Manda bisa menerima cintaku secara tulus.
Manda tersenyum manis. Pipinya tampak merah merona. Gadis itu terlihat senang, tapi semenit kemudian dia menunduk sedih.
"Sebenarnya aku juga suka sama kamu, Sufala," kata Manda terdengar lirih, "Tapi maaf kita gak bisa untuk bersama. Maafkan aku, Sufala. Maaf. Hiks.. Hiks." Dia menangis.
"Aku gak bisa menerima cintamu, Sufala. Maaf."
DUUUAAAARRR!!!
Hatiku terasa perih. Perkiraanku ternyata salah. Manda malah menolakku. Namun, kenapa? Bukankah tadi dia mengatakan kalau dia juga menyukaiku? Ah, kepala ini seakan berat, begitu pening bila memikirkan hal tersebut.
Aku masih terdiam, memandangnya yang tengah menangis tersedu-sedu di depanku. Tanpa sadar tanganku terulur, menepuk pundaknya pelan yang bergetar sebelum mendekapnya ke dalam pelukan. Entah apa yang aku lakukan itu benar atau salah, yang jelas untuk saat ini aku ingin menenangkannya.
"Sufala... Aku udah di jodohin."
***
Bersambung,
Sukabumi, 22 Februari 2019.
Mungkin ini merupakan kemungkinan pertama bagi Sufala 😂
Yang sabar ya Sufala. Orang sabar di sayang orang 😁 Muhehehe
Salam manis dariku,
Sri Azmi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sufala
Short StoryBAGIKU MENJADI PRIA TAMPAN ITU MASALAH. Namun, bagi kebanyakan orang di anugerahi wajah yang super tampan itu sangat menguntungkan. Mereka dapat berekspresi apa pun dan di mana pun dengan tanpa harus merasa malu. Kebanyakan kamu hawa di dunia ini pa...