24. Alien hijau lumut.

22 5 0
                                    

Aku memarkirkan kendaraanku tepat di halaman depan rumah Citrasena. Jam masih menunjukkan pukul 5 sore. Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan pada gadis itu. Terutama kejadian tadi. Makanya aku datang ke sini. Lagi pula rumahku dan rumahnya itu berdekatan. Jadi, aku gak takut bila nanti harus pulang kemalaman. Karena orang tuaku dan orang tuanya itu sudah saling kenal satu sama lain, bahkan mereka semua bersahabat baik layaknya aku dan Citrasena.

Setelah motorku terparkir dengan aman, langkah selanjutnya aku berjalan mendekati pintu sebelum mengetuknya pelan. Namun, tidak ada sahutan. Mungkin tidak kedengaran. Sekali lagi kuketuk tanpa ragu.

"Assalamualaikum," ucapku setelah mengembuskan napas. Suasana di sore ini cukup memukau dan burung pun saling beterbangan tertangkap oleh pandangan. Aku menoleh, lalu tersenyum kala melihat hal itu yang berada tepat di sebelah kiri rumah Citrasena.

"Waalaikumsalam. Eh, ada Sufala. Ayo masuk!" jawab seorang wanita paruh baya setelah membukakan pintu, beliau sangat kukenal. Namanya Tante Risa, ibu kandung Citrasena. Orangnya baik dan penuh perhatian.

"Eh, iya, Tan." Aku tersenyum kikuk sebelum masuk ke dalam rumah Citrasena yang tampak bersih bersinar. "Tante, bagaimana kabarnya?"

"Alhamdulillah baik. Mama kamu gimana kabarnya? Baik?" Tante Risa bertanya balik setelah sekilas menatapku. "Udah lama Tante gak berkunjung ke rumahmu ya? Abisnya lagi sibuk dulu ngurusin butik. Bilangin aja ya ke Mamamu salam dari Tante."

Lalu serainya mana, Tan?

"Oh iya, Tan. Nanti Sufala bilangin ke Mama." Dan sekali lagi, aku tersenyum. Biar di pandang anak baik. "Oh iya, Om Yunus ke mana, Tan?"

"Ayahnya Citrasena itu belum pulang dari tempat kerjanya. Katanya mau ngelembur." Tante Risa menjawab dengan santai. "Kamu duduk dulu di sini ya. Tante mau ambilin dulu kamu minum di dapur. Tunggu ya, gak lama kok." Tante Risa hendak melangkah pergi ke dapur, tapi aku menahannya dengan mengeluarkan suara yang membuatnya langsung berhenti seketika.

"Gak usah repot-repot, Tan. Gak lama kok. Sufala cuman ada perlu aja sama Citrasena. Dia ada di rumah, Tan?" kataku yang langsung membuat Tante Risa kembali membalikkan tubuhnya ke arahku.

"Oh. Yaudah, gak papa. Dia ada di kamarnya. Ke sana aja." Lalu Tante Risa kembali berjalan hendak ke dapur. "Tante mau masak dulu buat makan malam nanti. Kamu ke kamarnya Citrasena aja langsung."

Aku mengangguk. Setelah itu tanpa berkata lagi, aku langsung menaiki anak tangga karena kamar Citrasena itu ada di lantai atas. Ya, bisa di bilang mewah. Namun, isinya terlihat sederhana. Sebab keluarga sahabatku itu tidak suka terhadap hal-hal yang terlalu berlebihan.

Aku telah sampai. Pintu berwarna merah muda itu adalah pintu masuk ke kamar Citrasena. Lalu kuketuk benda itu hingga beberapa kali mengeluarkan bunyi sebab tak kunjung pula ada sahutan dari dalam.

Dan tak lama dari itu seorang gadis membukanya dengan wajah terlihat mengerikan sampai aku pun tidak mengenalinya sama sekali. Bagaimana tidak? Mukanya itu di poles berwarna hijau lumut. Jangan lupa, kedua matanya juga yang menggunakan mentimun. Tentu saja aku terperanjat kala melihat penampakan semacam itu.

"Astaghfirullah. Ada alien hijau lumut! Siapa kau? Pergi sana! Ett... Jangan dekat-dekat. Diem di situ, woy!"

***

Bersambung,

Sukabumi, 17 April 2019.

Jadi kalian udah milih capres dan cawapres, kan, sekarang?

Kalau boleh tahu, kalian pilih siapa? *kepo lu, plak! Wkwk 😂

Salam pertemanan,

Sri Azmi.

SufalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang