"Ice cream-nya enak loh. Kamu gak mau coba?" Citrasena menawarkan satu ice cream yang ada di salah satu tangannya. Tadi dia membeli dua bungkus cornetto di Indomart dengan senangnya. Ya, karena aku yang traktir.
"Nggak doyan," kataku spontan, "Abisin aja sama kamu. Bukannya itu makanan favoritmu, ya?"
"Iya sih, tapi kan berbagi itu indah," ucapnya dengan mulut mengunyah ice cream yang baru saja dilahapnya, "Cobain deh, kamu pasti suka."
"Aku lebih suka makan samyang," ungkapku terus terang sembari memperlihatkan isi dari plastik yang kubawa, "Barusan aku beli ini tadi di Indomart saat kamu lagi ngambil ice cream."
"Mie yang super pedas itu, ya?"
"Iya."
"Ish, gila! Bisa sakit perut entar, jangan dimakan deh."
"Tapi aku suka tantangan. Jadi, gimana? Mau ikut makan samyang bareng aku?" tanyaku dengan alis di naik turunkan seolah menggodanya, "Kita gila-gilaan bareng nanti. Dan aku pengen tahu, siapa di antara kita yang akan bisa tahan makan mie terpedas ini dalam waktu sepuluh menit? Itu pasti seru deh!"
"Rencananya, mau makan sampai berapa mangkok?"
"Dua. Sanggup?"
"Ah, ide gila!"
"Kenapa? Kamu takut?"
"Kata siapa? Ayo, siapa takut!"
"Oke. Kalo gitu nanti abis pulang dari sini, kita langsung ke rumahku. Gimana?"
"Oke, deal! Tapi kita ke mall dulu, 'kan?"
"Ish, masih ingat aja!"
"Oh iya dong. Ini juga penting buat kebaikanmu."
"Sip. Sip. Oke!"
Setelah itu kami berdua melanjutkan langkah yang sempat tertunda. Citrasena kembali asik memakan cornetto-nya, sementara aku sibuk memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi nanti malam.
Apa aku dapat tertarik pada Septia? Kalau bisa, apakah gadis itu juga akan menyukaiku?
Kata Citrasena, nanti malam kami berdua akan ngedate. Namun, aku belum tahu ngedate itu apa? Semacam makan malam berdua atau saling tatap-tatapan seperti di film begitu, 'kah?
"Ngedate itu kencan, Sufala. Nanti malam kamu sama Tia bakalan kencan berdua gitu."
Aku terperanjat, lalu menoleh ke arah Citrasena berada. Keningku mengerut, heran. Apakah gadis itu bisa membaca apa yang sedang kupikirkan? Kalau iya, sejak kapan?
"Kamu bisa baca pikiran orang lain, ya?" tanyaku sedikit ragu.
"Nggak lah. Tadi itu aku cuman mau ngasih tahu aja. Takutnya kamu belum tahu, soalnya nanti malam itu merupakan kencan pertamamu, 'kan? Right?"
Kenapa dia buka kartu sih? Jadi ketahuan deh sekarang kalau sebenarnya aku itu si ganteng kalem jomblo akut.
***
Bersambung,
Sukabumi, 23 Februari 2019.
Hallo! Sufala, update lagi.
Jangan lupa vote + comment-nya ya. Itu sangat berarti bagiku. Jadi mohon hargailah diriku yang sudah susah payah membuat sebuah karya.
Salam manis dariku,
Sri Azmi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sufala
Short StoryBAGIKU MENJADI PRIA TAMPAN ITU MASALAH. Namun, bagi kebanyakan orang di anugerahi wajah yang super tampan itu sangat menguntungkan. Mereka dapat berekspresi apa pun dan di mana pun dengan tanpa harus merasa malu. Kebanyakan kamu hawa di dunia ini pa...