5. Emangnya harus ya?

56 7 0
                                    

"Sufala, kamu abis dari mana sih?! Lama banget! Kita telat nih," omel Citrasena saat melihatku berjalan mendekat ke arahnya.

"Maaf. Tadi memenuhi panggilan alam dulu," jawabku jujur dengan kedua alis di naik turunkan, "Jadi, gimana?"

"Gimana apanya?" tanyanya yang terlihat kebingungan.

"Jadi gak ketemuan sama si Septia. Eh, Tia itu?"

"Jadi lah. Aku udah kontak dia loh tadi malam. Tahu gak apa katanya?" Citrasena bercerita dengan heboh. Sementara aku hanya mengedikkan bahu, tak tahu.

"Dia mau ketemuan sama kamu nanti malam, Sufala. Aku seneng deh kalo nanti kamu punya pacar," katanya berjingkrak-jingkrak kegirangan, "Jadi, hari ini kita harus ke salon, terus ke mall."

"Ngapain?" tanyaku bingung dengan alis terangkat sebelah.

"Nonton adu ayam sambil makan pop cron!" jawab Citrasena gemas, "Ya, perawatan lah. Terus beli baju yang cocok buat ngedate nanti malam."

"Emangnya harus ya?"

"Ya, iya lah, Sufala. Biar kamu itu terlihat ganteng, terus cool gitu."

"Lagian nih ya, aku tuh udah ganteng dari lahir."

"Tau ah, cape! Cowok ganteng mah bebas."

"Jangan marah dong, entar aku tinggal."

Citrasena melotot. Aku mengernyit. Memangnya ada yang salah dengan perkataan yang aku ucapkan barusan?

"Dasar cowok!" ucapnya penuh kesal.

"Emang aku cowok, see? Kamu baru tahu?" tanyaku terkikik geli.

"Oh, cowok ya? Kirain istrinya Pak Salman yang kemarin gentayangan." Citrasena melipat kedua tangannya di depan dada, lalu membuang muka.

Tawaku meledak saat mendengar jawabannya barusan sembari memegangi perut supaya tidak tumpah. Dia lucu, tapi sedikit menyebalkan.

"Sebagai permintaan maaf, gimana kalo kita jalan-jalan? Aku traktir ice cream kesukaanmu deh," tawarku yang langsung membuatnya mengembangkan senyuman.

"Oke. Setelah itu kita pergi ke salon, terus ke mall. Mau ya, ya, ya?" pintanya memaksa sembari menarik-narik lenganku seperti anak kecil yang merajuk pada ayahnya untuk di belikan mainan.

"Oke," jawabku singkat sebelum membuka pintu mobil berwarna merah milikku yang terparkir di lapangan sekolah dengan di iringi hati yang gembira.

"Kalo gitu, let's go!" ucapnya yang langsung membuatku melajukan kendaraan dengan kecepatan sedikit rendah biar Citrasena tidak jantungan.

Soalnya gak lucu kalo Citrasena meninggal cuman gara-gara masalah ini.

Pastinya kalo itu terjadi, di dalam koran akan terberitakan seperti ini: Seorang gadis meninggal karena mobil yang di tumpanginya melaju dengan kecepatan tinggi bersama seorang pria tampan di sampingnya sebagai pengendara.

"Sufala, kamu ngelamunin apa sih? Kapan ini mobil mau majunya? Kalo supirnya aja masih diam dari tadi!"

Oh. Jadi, tadi itu cuman khayalan, ya?

***

Bersambung,

Sukabumi, 22 Februari 2019.

Sufala, kurang kerjaan. Suka Ngekhayal ternyata 😋😂

Salam manis dariku,

Sri Azmi.

SufalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang