Gue, Mariana Saifyla Tanjung. Lo boleh panggil gue Ify. Perempuan 21 tahun dengan status mahasiswa dan istri orang. Kalau lo tanya kenawhy gue kok bisa jadi istri orang di usia segitu? Jawabannya bukan karena tekdung duluan kok. Gue nikah gara-gara perjodohan dan dia pilihan orangtua. Ah, klise banget kan? Padahal gadis keturunan Melayu kayak gue masih bisa cari perjaka jantan lainnya untuk dijadikan teman tidur sehidup semati. Bukan dia yang sekarang terikat selama ini sama gue. Ishh.
Hari-hari gue selama menjalani kuliah dan pernikahan bukanlah hidup yang selama ini gue damba seperti hidup di wattpad karangan temen-temen dunia maya gue. Asli nya tok gak enak dan pahit. Semua bertolak belakang. Dia yang selalu bersikap dingin dan acuh dengan keberadaan gue selama ini menjadi dinding kokoh terbesar untuk kami. Terkadang gue ingin milih hidup menjanda aja, janda rasa perawan kan belum banyak. Dan gue termasuk di dalamnya.
Dia, 'suami gue' orang yang selama ini gue kenal dan menjadi senior gue di kampus. Satu jurusan pula. Ah, semesta kayaknya sedang mempermainkan gue deh.
"Ify!". Tuh kan, baru aja di gibahin dia udah manggil gue. Siapa yang gak kesel dengan intonasi suara dingin begitu. Ngalahin es kutub tau gak sih lo.
"Iya!". Gue samperin dia di kamar karena tadi gue lagi di dapur nyiapin sarapan pagi. Meskipun pernikahan terasa hambar, tetep aja gue musti jadi istri yang berbakti. Begini-begini gue jago masak ya!
Gue buka pintu dan dia berdiri di depan lemari. Dengan hanya menggunakan handuk yang melilit pinggang macho nya. Sebisa mungkin gue untuk gak terusik sama body goals ala dia.
"Kenapa?". Tanya gue dengan aksen jutek. Lo dingin gue bisa jutek. Jangan sedih!
"Baju kemeja biru muda gue dimana?".
" Dilemari. Kalau gak ada berarti di cuci". Satu lagi, meskipun pernikahan gue terasa kosong, gue tetep melaksanakan tugas rumah. Seperti nyuci baju gue dan baju dia. Kurang enak apalagi kan jadi tu anak. Heh.
Gue liat dia mendengus sebal. Langsung aja gue geser badan besar dia dan mencari kemeja biru itu. Nah, dapet. Tu anak nyari gak pake mata, tapi pake dengkul. Otaknya kan di kaki bukan di kepala. Cish.
"Ini apa? Lo kalau nyari pake mata. Jangan bilang gak ada duluan!". Kata gue sembari memberikan kemeja biru muda itu. Lagi-lagi dia mendengus sebal. Gue pun bersikap tak acuh dan kembali ke dapur.
"Oh iya, hari ini gue pulang malam. Gak perlu tau kemana gue pergi". Kata gue dengan maksud minta izin sih sebenernya. Gue mau liat dia peka atau enggak.
"Gak butuh tau!". Nah, keliatan gak peka. Bodo amat lah. Kayaknya kalau gue pulang dalam keadaan mabuk dan telanjang dia gak bakalan peduli deh. Heran, kenapa ibu sama bapak kok mau ngelempar gue ke kandang singa kayak dia.
Seperti kata dia 'gak butuh tau', gue bakalan pergi dan pulang malam. Bodo amat, 'single' mah bebas.
***
Sesampainya gue di kampus, hari ini gue kuliah jam 10 praktikum di kelas anak baru. Yaps, gue jadi asisten dosen di semester 5 ini. Agni udah nungguin gue di lobby labor. Dia partner gue di praktikum kali ini.
"Woi Ify!". Gue nyengir gak dosa.
"Ngape we?". Meskipun udah hampir tiga tahun di Jakarta, logat Melayu gue gak bisa dihilangin. Entahlah, sudah bawaan mungkin. Bangga dong jadi gadis Melayu. Ciri khas gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Opposite
ChickLitKepulangan akhir tahun menjadi hal yang dinantikan oleh mahasiswa perantauan, hal itu yang dirasakan oleh Saifyla Tanjung. Ia memutuskan pulang sejenak untuk merehatkan bathin dan fisiknya selama satu bulan. Tapi belum sampai satu minggu, ia harus d...