Rio's side ya gaes..
.
.
.
.
.
.
.
.
.Dari jarak beberapa meter gue melihat Alista menarik paksa tangan Ify kesuatu tempat. Perempuan durjana itu masih belum jera ternyata. Gue takut Ify kenapa - kenapa karena ulah dia. Gue pun mengikuti mereka.
Ternyata dia membawa Ify ke belakang gedung perkuliahan. Tempat sepi, cukup untuk membunuh lawan lo."Jauhin Rio!". Gue denger Alista meminta sesuatu yang mungkin gak bisa terpenuhi. Ck, dasar lintah.
"Segitu gak bisa move on nya kah elo? Sampai - sampai lo rela jadi orang ketiga di hubungan orang? Bahkan level lo lebih rendah dari seseorang yang menjajakan diri di rumah bordil". Gue kaget mendengar jawaban dari Ify. Gue akui, Ify tipe orang dengan sejuta kalimat pedas. Tak peduli siapa lawannya, mulutnya tajam melebihi gue.
Darah gue mendidih hingga ke ubun-ubun ketika Alista menampar Ify. Tapi Ify hanya diam gak membalas. Hanya tersenyum sinis kembali berucap sesuatu yang membuat gue tergelitik
"Denger ya bitch! Lo cantik, body lo bohay, lo bisa dapetin yang lebih dari dia! Kenapa ngotot mau balikan sih? Kalian itu udah selesai. Udah tutup buku, gak usah memperpanjang batas peminjam atau penjagaan jodoh orang deh".
Hampir aja gue ketawa keras kalau gak ingat lagi mengintai mereka. Ify bener-bener deh!"Gue cinta sama Rio, Fy". Alista berkata dia mencintai gue. Tatapannya seolah mengiba kepada Ify. Gue tau, dan gue gak bisa membalas cinta Alista. Gue gak mungkin mendua kan Ify. Disaat cinta masa lalu itu udah musnah entah kemana, kenapa gue harus capek-capek kembali lagi ke sana?
Ya, gue gak mencintai Alista lagi. Mungkin rasa sesak dan sedih yang gue rasakan beberapa waktu lalu hanya sekedar kasihan kepadanya. Anggaplah gue jahat, tapi itu yang terjadi. Alista gak ada lagi di mana pun sepanjang seluk relung raga gue.
Setelah pertengkaran Ify dan Alista usai, gue lihat Ify meninggalkan Alista dengan wajah malu bercampur pias. Satu point penting yang gue tangkap, Alista tak lah sebaik selama ini. Dengan teganya dia mau membunuh calon anak gue dengan memasukkan suatu obat di makanan nya Ify.
***
Gue memilih ke kantin untuk mengisi kekosongan perut. Ify tak membuat kan bekal, karena gue yang meminta. Dia gak boleh terlalu kelelahan. Jadilah gue makan siang di kantin bersama Denis. Manusia yang udah buat gue muntah karena tercium parfum mahalnya itu duduk anteng disamping gue. Demi rasa solidaritas pertemanan, Denis rela tidak memakai parfum. Halah, dasar kawan.
"Kita gabung sama Jeno aja yuk!". Kata Denis saat melihat tak ada lagi meja kosong. Gue hanya mengikuti nya saja.
"Kita gabung ya Jen". Jeno mendongak dari ponselnya.
"Eh--iya boleh Bang". Katanya agak canggung ketika melihat gue.
"Lo udah pesen?". Tanya gue.
" Udah--". Tepat saat itu pesanan Jeno pun datang. Gue dan Denis meminta pesanan yang sama dengan Jeno.
"Temen lo yang lain mana?". Tanya Denis.
" Gak tau gue, Bang!". Denis ini satu kontrakan dengan Jeno. Terlihat lebih dekat, pantaslah.
Kami makan dalam diam sembari bercanda dan berbincang hal-hal kecil. Gue melihat sosok Ify yang berjalan bersama Viana, teman seangkatannya.
"Ify tuh". Gue mengangguk santai. Mereka kesini dan gue mengambil kan kursi untuk Ify agar dia bisa duduk disebelah kiri gue.
"Dari mana?". Tanya gue.
" Dari sekre". Jawabnya pendek. Gue menghela nafas panjang. Melihat ify baik-baik saja setelah kejadian tadi membuat gue sedikit lega. Tapi bekas tamparan Alista menampakkan bekasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Opposite
ChickLitKepulangan akhir tahun menjadi hal yang dinantikan oleh mahasiswa perantauan, hal itu yang dirasakan oleh Saifyla Tanjung. Ia memutuskan pulang sejenak untuk merehatkan bathin dan fisiknya selama satu bulan. Tapi belum sampai satu minggu, ia harus d...