29

1.3K 88 22
                                    

Rio's side ya gaes..
.
.
.
.
..

***

Gue menghindar dari Ify sejak pertengkaran siang itu.  Gue gak pulang kerumah,  gue lebih memilih tidur di kafe.  Dada gue sedikit nyeri ketika Ify lebih memilih turun dari mobil dan membela David,  anak ingusan itu.  Hah,  gue sebagai suaminya serasa di duakan!

Tapi sebenci - bencinya gue dengan keputusan Ify,  gue gak boleh mendiamkan dia. Alfian berbaik hati mendengarkan keluh kesah gue kemarin malam. 

"Harusnya lo bisa dengar lebih lanjut penjelasan Ify,  Yo! Kalian sama-sama salah sebenarnya. Ify juga semestinya gak gitu kepada laki-laki lain.  Tapi karena dia akan menjadi seorang ibu,  mungkin itu naluri nya yang bertindak seperti itu ke David.  Apa lo lihat tatapan mesra si David ke Ify?".

"Enggak ada sih--".

" Nah,  cuma semua udah terjadi.  Lo dibutakan sama kecemburuan lo itu sebelum semuanya jelas.  Pantas aja Ify ikutan ngamuk dan turun dari mobil.  Lo udah tau kan hormon ibu hamil kayak apa?".

Gue mengingat kembali pembicaraan dengan Alfian tadi malam. Dia benar,  seharusnya gue dengerin dulu apa kata Ify. Tadi malam mama juga menelfon gue.  Beliau bilang Ify gak tidur dirumah,  dia tidur dirumah Agni. Syukurlah dia gak ke mana-mana.

Gue masih enggan untuk menghubungi Ify lantaran takut mood nya masih buruk karena gue.  Dilema,  satu sisi gue ingin menelfon nya. Ah jangankan itu,  untuk menchat nya saja gue belum berani.  Hah!

Pagi hari nya gue bergegas ke kampus untuk mencari keberadaan Ify.  Gue ingin semuanya kelar dan lurus.  Gue takut Ify kenapa - kenapa. Meskipun usia kandungannya baru delapan bulan,  tak menampik jika Ify bisa melahirkan di usia kandungan segitu.  Gue berharap sih enggak.

Gue menunggu Ify di kelasnya.  Pagi ini dia ada jadwal kuliah Microteaching.  Gue lihat di kelas ada Jeno. Laki-laki yang sudah sah menjadi suami Alista  itu menyapa gue dengan hangat.

"Hai Yo!". Jeno menyapa tanpa embel-embel  'yang di tuakan' ke gue.

"Ify belum dateng?". Tanya gue basa basi. Nasi kali ah.

Dia menggeleng "Belum. Emangnya kalian gak berangkat bareng ya?".

Gue menghela nafas panjang dan menceritakan ke Jeno apa yang telah terjadi. Respon Jeno sedikit tak suka,  gue rasa.  Karena langkah yang gue ambil.

"Tapi demi Allah,  Jen. Gue gak bermaksud demikian ke dia.  Gue khawatir sama dia.  Meskipun dia ada di rumah temennya--".

"Harusnya lo bisa bersikap lebih dewasa untuk ngadepin ini,  Yo. Sebentar lagi lo bakalan jadi bapak! Tolonglah,  jangan begini.  Setidaknya turunkan ego lo kalau Ify lagi marah". Jelasnya perlahan.  Gue cuma mengangguk patuh.

Tatapan gue menelisik ke setiap sudut ruangan dan berakhir pada pintu masuk. Gue melihat Ify yang terkejut.

"Ify!". Panggil gue.  Namun dia malah berlari ke toilet cewek.  Shitt! Gimana gue masuk,  yang ada gue di grebek warga MIPA.  Terpaksa gue nunggu Ify keluar.

Menit terus berlalu ketika gue berdiri di dekat toilet cewek,  sampai gue mendengar suara teriakan dari dalam. Jantung gue mendadak marathon hebat.  Pikiran gue langsung tertuju ke Ify.

"Bang tolong--". Makin keringet dingin gue ketika junior gue minta tolong.

"Ify pecah ketuban--". Tanpa pikir panjang, gue menerobos masuk toilet cewek.  Ify sudah tak berdaya di lantai dengan air yang mengalir di sela-sela kakinya.  Gue menatap miris dan langsung membawanya ke rumah sakit.

OppositeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang