14

1.8K 102 18
                                    

Ify's side ya gaes...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

***

Setelah kejadian tadi malam yang membuat gue adu bacot sama Dena,  temen esdeh gue.  Akhirnya ibu dan bapak tau masalah tersebut. Mereka tak menyalahkan gue,  tentu aja.  Enak aja gue yang disalahin. Dena itu emang naruh rasa iri ke gue sejak dulu sampai sekarang. Kan heran aku tuh. Hm.

Hari ini gue mau kepasar bareng ibu dan Rio, kami mau belanja untuk keperluan kenduri besok. Kenduri itu merupakan acara tradisi adat tak hanya dari kami orang Melayu,  dari daerah lain pun ada.  Kenduri seperti syukuran makan bersama. Ibu dan bapak sepakat untuk membuat kenduri syukuran kehamilan kehamilan gue.  Mereka sangat antusias sekali.

Gue dan Rio hanya bisa mengikuti permintaan mereka.  Toh,  kami juga masa berlibur.  Apa salah nya mengiyakan demi melihat senyum keduanya. 

Kami pergi ke pasar pagi yang biasanya setiap weekend selalu datang dengan rombongan pompong,  kalau kata orang sini. Dengan segala kearifan lokal dan keunikannya,  gue sangat mencintai daerah perantauan ini.

"Ibu mau beli apa sih?". Tanya gue heran melihat ibu yang sedari tadi sibuk memilih milih.

"Kamu mau dibuatin sempolet gak? Atau nasi kuning?". Ya Allah,  dari tadi sibuk milih tapi ujung-ujungnya malah itu.  Gue terkekeh pelan lalu mengangguk saja.

"Ify makan semua nya kok,  Bu. Lagian kan kita mau ngundang tetangga. Kayak biasa aja di rumah nenek gitu,  Bu". Kata gue. Kalau di rumah nenek dari pihak Ibu gue,  jika mengadakan kenduri makan hidangan yang disajikan sangat banyak.  Mulai dari Asam pedas ikan tenggiri,  rajungan rebus,  tumis cumi baik pedas atau pun manis,  gulai ayam,  sempolet, gulai sagu,  dan masih banyak lagi.

Rio hanya melihat dan membantu gue membawa kan belanjaan. Seperti biasa,  sesuai prediksi gue banyak yang menatap heran dan bertanya kepada ibu, kok  gue udah berbadan dua aja.  Dengan penuh ketenangan ibu menjelaskan kalau gue udah menikah dengan Rio akhir tahun lalu,  dan sekarang tengah mengandung.

"Sabar ya Bang". Celutuk gue padanya. Rio mengedikkan bahu tak acuh.  Gue rasa dia mulai kesel. Gue mencoba untuk membujuknya dengan menggandeng lengan kirinya yang masih terbebas dari belanjaan.

" Namanya juga ibu-ibu rumpi.  Gak usah di pikirin, Bang". Rio cuma mengangguk sekilas. 

Tak lama kemudian,  Ibu pun selesai berbelanja.  Ibu sangat letih,  Rio mengusulkan agar kami duduk dulu sebentar untuk minum atau ngemil di warung. Kami singgah di warung yang tak jauh dari lokasi pasar.  Gue memesakan es teh untuk ibu dan kopi dingin untuk Rio sementara untuk gue,  cukup air putih biasa.  Selama hamil,  gue gak mengkonsumsi air dingin atau pun kopi dan teh. Lidah gue gak nerima untuk mengecap minuman seperti itu.

"Capek Yo?". Tanya ibu ke mantu kesayangan. Rio tersenyum kecil dan menggeleng pelan.

" Enggak lah Bu. Justru ibu pasti yang capek. Kita pulang setelah ini ya!  Biar Rio pijitin Ibu". Tuh kan,  mantu idaman banget. Ibu pasti kesenangan di manjain gitu.  Hm deh.

Akhirnya setelah melepas penat,  kami pulang kerumah dan memulai untuk memilah bahan-bahan yang akan di masak.

***

Keesokan harinya..

Acara kenduri yang akan di laksanakan malam hari,  namun kesibukan sudah terlihat sejak pagi tadi.  Ibu turut mengundang beberapa tetangga untuk membantu persiapan nanti malam. Meskipun gue bisa bantu,  tapi ibu gak mau ambil resiko kalau nanti gue kecapean.

Dari tadi pagi juga,  Rio sudah turun tangan membantu di dapur, suami gue itu gesit juga.  Gak nyangka.

"Bu Fina,  itu menantu nya orang mana?". Tanya salah satu ibu tetangga,  sebut saja kepala suku rumpi disini.  Gia.

OppositeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang