16

1.5K 88 20
                                    

Rio's side ya gaes...

.
.
.
.
.
.
.
.

**

Gue pergi ke ATM yang ada di pabrik.  Ify gak ikut lantaran teman - temannya berkunjung ke rumah.  sementara kedua mertua gue sedang berada di kantor.

Gue menghela nafas pendek melihat nominal yang harus gue transfer ke salah satu bank Mitra kampus.  Sepuluh juta uang kuliah yang harus gue bayarkan semester ini.  Empat juta punya gue,  sedangkan enam juta untuk Ify.  Sesuai jalur masuk dan golongan pekerjaan orang tua tentunya. 

Setelah berhasil mentransfer uang kuliah,  gue kembali ke rumah.  Tapi arah gue malah bukan kerumah,  tapi ke sebuah warung dekat pabrik.  Gue ingin duduk - duduk sebentar sebelum pulang.

Gue mengedarkan pandangan ke arah sekitar,  tak banyak pengunjung warung mungkin karena masih jam kerja.  Gue memesan nasi goreng dan es teh untuk mengganjal perut.  Padahal dirumah ibu mertua udah buatin sarapan,  tapi belum gue sentuh.

"Rio?!". Gue menoleh dan mendapati seorang laki-laki yang tadi malam bergabung dengan Ify.

" Gue Rean. Yang tadi malam ke acara lo dan Ify". Ah iya,  gue baru ingat dia cowok yang mengatai gue protektif.

"Ehm iya.  Sorry gue gak tau nama lo". Kata gue sedikit gak enak.  Rean tertawa santai dan mengibaskan tangan kosongnya.

"Gak papa.  Lo darimana?". Dia bertanya,  gue rasa Rean orang yang humble kepada orang baru.

" Dari ATM. Lo sendiri?".

"Gue dari pabrik.  Laper, belum sarapan". Gue mengangguk paham. Pesanan gue dan Rean datang bersamaan.  Dia memesan secangkir kopi dan semangkok mie instan.

"Kata Ify lo senior dia--". Gue mengangguk santai.

" Berapa tahun diatas Ify?".

"Setahun. Gue angkatan 15".

"Lo di Batam di dimananya?".

"Daerah Taman Raya. Lo orang Batam?". Rean menggeleng.

"Gue orang Lampung. Tapi pernah tinggal di Batam.  Sekitar Bengkong".

"Lo sama Ify temenan dari SD?".

"Iya. Dari kelas satu kami sekelas terus sampai SMA.  Bosen sih,  cuma gimana ya,  anak daerah kayak kami terlalu malu untuk bilang bosen". Gue termenung sejenak karena sedikit tersentil dengan kalimat Rean.

" Lo gak kuliah?". Tanya gue.

"Kuliah  sempet.  Abis itu gue keluar,  males sama dosen nya". Katanya tertawa renyah.

" Dimana?".

"Gue di Pekanbaru sih.  Ambil pertanian".

"Then sekarang lo milih kerja?".

"Yeps. Gue di ajak sama abang sepupu untuk masuk ke pabrik.  Awalnya nolak,  tapi mau gimana lagi.  Hidup keras bro!". Gue terkekeh dan mengangguk paham. Memang hidup itu keras dan kalau kita gak pandai-pandai berjuang untuk bertahan,  Siap-siap aja tereliminasi.  Terlebih jika lo hidup di ibu kota atau kota besar lainnya.

"Lo sama Ify nikah udah lama?". Lagi-lagi pertanyaan serupa yang gue dengar setiap bertemu dengan orang baru.

" Sudah satu tahun. Januari lalu gue menikah dengan Ify". Jawab gue seadanya. Kami banyak bercerita tentang kehidupan masing-masing. Rean ternyata orang Lampung merantau sejak kecil mengikuti kedua orang tuanya.  Dan sejak dirinya bekerja di pabrik perusahaan kedua orang tuanya telah kembali ke kampung halaman,  menikmati masa tua mereka. 

OppositeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang